Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menargetkan penghimpunan dana di pasar modal pada 2025 mencapai angka Rp 220 triliun. Hal ini disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) Tahun 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahendra meyakini tren positif kinerja sektor jasa keuangan sepanjang 2025 akan terus berlanjut. Ia mengatakan, optimisme ini hadir setelah OJK mencermati berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi serta kebijakan-kebijakan yang akan diambil. “Di pasar modal, penghimpunan dana ditargetkan Rp 220 triliun, piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan diproyeksikan tumbuh 8 sampai 10 persen,” kata Mahendra dalam acara PTIJK, di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, pada Selasa, 11 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
OJK juga memproyeksikan kredit perbankan akan tumbuh 9 hingga 11 persen, didukung oleh dana pihak ketiga (DPK) sebesar 6 hingga 8 persen. Aset asuransi, Mahendra menyebut, diperkirakan tumbuh 6 sampai 8 persen. Lalu OJK juga memproyeksikan aset dana pensiun tumbuh 9 sampai 11 persen. Selain itu, aset penjaminan diperkirakan tumbuh 6 sampai 8 persen.
“Kami akan senantiasa melakukan review outlook ini secara berkala untuk diselaraskan dengan perkembangan outlook pertumbuhan ekonomi nasional,” ucap Mahendra. Untuk menjaga menjaga kinerja sektor jasa keuangan serta target pertumbuhan ekonomi nasional, Mahendra mengatakan sinergi kebijakan perlu semakin diperkuat. Hal tersebut terutama untuk mendukung perbaikan iklim investasi, mendorong pembunuhan ekonomi, serta penyelesaian berbagai aturan turunan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Mahendra mengatakan, sektor jasa keuangan pada 2024 telah dihadapkan dengan beberapa isu sentral, yakni tingginya tensi geopolitik, divergensi pemulihan ekonomi dan fragmentasi perdagangan global, serta pelaksanaan pemilihan umum di berbagai negara besar, termasuk Indonesia. “Di tengah hal tersebut, perekonomian dan sektor jasa keuangan Indonesia menunjukkan resiliensi dan tetap tumbuh baik,” ucap Mahendra.
Pertumbuhan ekonomi sepanjang 2024, ia menerangkan, tercatat sebesar 5,03 persen. Menurut Mahendra, pertumbuhan ekonomi Indonesia ini beriringan dengan indikator kinerja sektor jasa keuangan yang positif. Selain itu, Mahendra menilai pertumbuhan juga didukung oleh fondasi permodalan yang solid, likuiditas yang mencukupi, dan profil risiko yang dikelola dengan baik.
“Dari aspek intermediasi, perbankan telah menyalurkan kredit dan pembiayaan sebesar Rp 7.827 triliun, tumbuh double digit sesuai target dan mencapai 10,39 persen dengan disertai risiko kredit yang terjaga,” kata Mahendra. Sementara itu, piutang perusahaan pembiayaan tumbuh 6,92 persen secara tahunan menjadi Rp 503,43 triliun.
Di sisi lain, intermediasi non-konvensional seperti outstanding pembiayaan pinjaman daring atau fintech peer-to-peer lending tercatat sebesar Rp 77,02 triliun. Angka itu tumbuh 29,14 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Kemudian, pembiayaan produk buy now pay later yang dilakukan oleh perbankan dan perusahaan pembiayaan masing-masing tercatat Rp 22,2 triliun dan Rp 6,82 triliun, atau tumbuh masing-masing 43,76 dan 37,6 persen secara tahunan.
Pilihan Editor: Pemangkasan Anggaran ala Prabowo Dinilai Tak Akan Berhasil selama Kabinet Gemuk Dipertahankan