Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah dibuka melemah pada Rabu, 6 Juli 2022. Mata uang garuda yang ditransaksikan antar-bank loyo hingga menyentuh level psikologis Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah tertekan oleh berbagai faktor, baik dari dalam maupun luar negeri. Dari sisi eksternal, rupiah terdampak kondisi di Eropa yang mengalami peningkatan harga komoditas. Kondisi itu membuat saham-saham di negara tersebut berguguran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Di Italia sekarang dalam kondisi darurat. Sekarang musim kering, ini juga berdampak negatif ke pasar," kata Ibrahim dalam rekaman suara, Rabu.
Sedangkan di Amerika, embargo Rusia terhadap minyak dan gas alam serta komoditas lainnya telah berimbas memberikan pukulan bagi inflasi. Minggu ini atau minggu depan, bank sentral Amerika, The Fed, pun berencana menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin untuk menahan gejolak inflasi.
"Amerika terancam mengalami resesi sehingga dolar mengalami kenaikan," ucap Ibrahim.
Ibrahim mengatakan ada kemungkinan dolar menuju level tertinggi sepanjang masa dengan indeks menyentuh 106. Faktor lain, ada beberapa wilayah di Cina yang di-lockdown akibat mewabahnya Covid-19 yang memicu kekhawatiran pasar.
Selanjutnya dari sisi internal, Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis data inflasi. Inflasi Indonesia pada Juni meroket, tidak sesuai ekspektasi.
"Kenaikan harga komoditas berdampak ke Indonesia. Ini berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Apalagi harga cabai, bawang merah, ikut naik tinggi," katanya.
Rupiah pagi ini bergerak melemah tujuh poin atau 0,05 persen ke posisi Rp 15.001 per dolar Amerika. Pada perdagangan sebelumnya, rupiah ditutup di posisi Rp 14.994 per dolar Amerika.
Ekonom senior Mirae Asset Sekuritas Rully Arya mengatakan, pelemahan rupiah memang lebih banyak disebabkan tekanan yang berasal dari global. "Pelemahan rupiah karena flight to safe haven assets (pergerakan ke aset aman), terutama dolar dan obligasi AS," ujar Rully.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, melonjak 1,5 persen menjadi di atas 106,5 poin, tertinggi sejak Desember 2002.
Dolar telah reli dengan beberapa pemberhentian sejak November tahun lalu karena taruhan kenaikan suku bunga agresif oleh bank sentral AS, Federal Reserve (Fed). Risalah dari pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada Juni akan keluar pada Rabu waktu setempat.
ANTARA
Baca juga: Samuel Sekuritas: IHSG Bangkit 1,52 Persen, Sejumlah Saham Emiten Batu Bara Menguat
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini