Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pastikan Keselamatan Kontruksi, PUPR Utamakan Sertifikasi Ahli K3

PUPR masih mengejar target sertifikasi tenaga kerja bidang konstruksi.

30 Juli 2018 | 16.43 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ambrolnya Jembatan Widang-Babat yang lokasinya tak jauh dari Pesantren Lagitan tersebut mengakibatkan kemacaten. Hal itu disebabkan karena hanya jembatan sisi timur 1 yang bisa dilalui kendaraan, yakni arah Tuban ke Lamongan. Youtube.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) masih mengejar target sertifikasi tenaga kerja bidang konstruksi. Merujuk ke Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, sertifikasi diwajibkan untuk berbagai jenis pekerjaan, mulai dari tenaga terampil seperti mandor dan operator, teknisi, pengawas, hingga ahli kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, Sumito, tak menampik pihaknya tengah mengejar sertifikasi 950 ribu pekerja konstruksi hingga tahun depan. Namun, kegiatan yang tengah diutamakan adalah sertifikasi untuk ahli K3 yang bertugas mengawasi proyek. "Untuk jenis ini tak bisa massal, karena khusus," ujarnya pada Tempo, Ahad 29 Juli 2018.

Pada 25 Juli lalu, misalnya, kementerian menguji kompetensi 58 orang tenaga bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang berasal dari 10 perusahaan konstruksi pelat merah di Indonesia. Pengujian itu merupakan yang kedua pada tahun ini, setelah sertifikasi 68 ahli K3 pada tahap pertama.

Menurut Sumito, anggaran Ditjen Bina Konstruksi pun tengah difokuskan untuk menggenjot peningkatan kompetensi ahli K3. Kementerian PU sebelumnya mengusulkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp 102,01 triliun. Dari rencana alokasi Rp 526,1 miliar untuk Ditjen Bina Konstruksi, terdapat Rp 200 miliar yang ditargetkan penggunaannya untuk mendukung sarana dan prasarana pelatihan pekerja.

"Memang sudah arahan menteri agar anggaran dikonsentrasikan kepada output dan sertifikasi, tak hanya untuk kajian," ucap Sumito.

Adapun pelatihan pekerja di luar ahli K3 dijalankan melalui kolaborasi balai jasa konstruksi Kementerian PU yang tersebar di daerah dengan badan usaha konstruksi, baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara. Kontraktor yang sudah terikat proyek pembangunan, kata Sumito, diharuskan memakai tenaga bersertifikat agar kualitas proyek tetap terjaga. "Mau tak mau mereka sertifikasi pekerja dan kegiatannya bisa dibiayai sendiri. Kami hanya perlu membantu mengundang narasumber dan penilai."

Dia mencontohkan dengan pelatihan jasa konstruksi di Jambi yang digarap oleh balai jalan dan sumber daya air. "Tinggal meminta para pemenang proyek mengadakan kegiatan (sertifikasi) misalnya untuk 300 orang sekaligus," ucap Sumito.

Kepala Komunikasi Publik Kementerian PU, Endra Saleh Atmawidjaja, mengatakan baru sekitar 720 ribu orang, atau 7 persen dari 8,1 juta tenaga konstruksi yang mengantongi sertifikat Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) per Juli tahun ini. Meski dikebut, sertifikasi tetap didahulukan untuk pekerja proyek strategis dan berisiko tinggi.

"Ya setelah ada kerjasama dengan kontraktor karya, kami bawa mobile training unit untuk menguji pekerja langsung di lokasi proyek itu," tuturnya pada Tempo.

Jumlah pekerja besertifikat, kata Endra, juga datang dari narapidana dan petugas pemasyarakatan yang mengerjakan proyek pembangunan di penjara. Kementerian memang baru meluluskan 32 narapidana Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan dan 100 narapidana LP Cipinang, yang telah lulus usai uji kompetensi.

Kendati begitu, sertifikasi bidang bangunan umum itu hanya bisa dapat napi yang telah menjalani 2/3 masa hukuman. "Pekerjanya juga bisa dididik beberapa hari dan menjalani uji praktek. Ini penting mengingat konstruksi penjara tipe high level risk tidak mudah," kata Endra.

Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Syarif Burhanddin, mengatakan pihaknya meningkatkan target jumlah sertifikasi pekerja, dari 60 ribu menjadi 100 ribu per tahun. "Kami tambah alat-alat untuk pelatihan, karena alat (hasil pengadaan) kan biasanya untuk disewakan," ucapnya usai kerja di Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Juni lalu.

Direktur Utama PT Adhi Karya (persero), Budi Harto, memastikan sertifikasi diikuti seluruh pekerja bidang konstruksi, bahkan di level direksi dan petugas manajemen perusahaan. "Semua mengikuti program. Pembinaan untuk pekerja lapangan juga selalu ada," katanya pada Tempo, kemarin.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus