Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pedal kredit dan sindikasi

Bank pelanggar l3 kini dilarang menutup kreditnya di perusahaan asuransi pemerintah. sindikasi perlu digiatkan, bdn membuat daftar cekal.

11 September 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANKIR itu tak ubahnya seorang pembalap mobil. Ia tak hendak menginjak pedal rem kredit kendati sedang melewati sebuah tikungan yang berbahaya. Akan halnya pemerintah, institusi ini bisa diibaratkan pendamping pengemudi (co-driver), yang tiap kali akan mengingatkan sang pembalap untuk berhati-hati. Tapi dalam mengingatkan para bankir, pemerintah tidak hanya menyuarakan ''awas!''. Kalau perlu, pemerintah sendirilah yang akan menginjak pedal rem kredit itu. Jadi, tidak perlu heran bila pekan lalu Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad melarang perusahaan asuransi BUMN menutup penjaminan kredit bank-bank yang melanggar batas legal-lending-limit (L3). Larangan itu disampaikan kepada manajemen PT Askrindo, PT Asuransi Ekspor, PT Asuransi Jasindo, dan Perum Pengembangan Keuangan Koperasi (PKK). Tak dapat tidak, dengan adanya keputusan itu, kini bank terpaksa lebih hati-hati. Di pihak lain, surat edaran itu juga bertujuan mengamankan perusahaan asuransi pemerintah dari kehancuran. PT Askrindo, misalnya. Gara-gara kredit macet, BUMN yang bergerak dalam asuransi kredit ini tahun lalu merugi sekitar Rp 390 miliar. Kerugian jadi sebesar itu, kabarnya, karena Askrindo juga menutup pinjaman-pinjaman yang telah melampaui pagu pinjaman. Menurut Paket Mei '92, kredit kepada grup maupun nasabah individu tidak boleh di atas 20% dari total kredit (L3). Sebenarnya, ketetapan itu juga secara tidak langsung mewakili upaya Mar'ie yang ingin membantu bank-bank, agar menyebar risiko kredit, antara lain lewat sindikasi. Seperti dikatakan Mar'ie belum lama ini, ketentuan L3 memaksa bank-bank agar terbiasa memberikan kredit secara sindikasi. ''Bank-bank di sini tidak terbiasa dengan sindikasi kredit,'' katanya, agak menyesali. Larangan terhadap perusahaan asuransi kredit tersebut tentu merepotkan bagi bank yang kreditnya akan ditutup oleh asuransi, tapi jumlah kreditnya sudah melampaui L3. Bank-bank itu mau tidak mau harus menjual sebagian kreditnya. Nah, bila ''barangnya'' bagus, memang tak soal. Tapi kalau tidak bagus? ''Ini masalahnya. Siapa sih yang mau?'' kata seorang bankir swasta. Tapi dalam pandangan Vice President BNP-Lippo, Priasmoro Prawiroardjo, larangan Mar'ie selain akan menyehatkan bisnis perbankan sekaligus juga menyelamatkan anggaran pemerintah di masa-masa yang akan datang. ''Asal ketentuan itu benar-benar dipatuhi,'' kata Priasmoro, seperti dikutip harian Bisnis Indonesia. Priasmoro benar. Ketika Askrindo kolaps, Pemerintah buru-buru menyuntik dana sekitar Rp 19 miliar, atau setara dengan klaim KIK dan KMKP yang harus dibayar. Sementara itu, Bank Indonesia maupun bank-bank pemerintah juga berusaha mengatasi kredit bermasalah, yang per Maret 1993 berjumlah Rp 13 triliun lebih (15% dari total kredit). Bank Indonesia, misalnya, belum lama ini mengusulkan dibentuknya sebuah lembaga Cooperative Credit Purchases Company (CCPC). Perusahaan yang kerjanya jual beli kredit ini memang sosok cukup dikenal di negara maju. Tapi mungkin karena terbentur permodalan, gagasan untuk mendirikan CCPC di sini cuma bergaung di gedung BI, Jakarta. Tindakan yang lebih tegas diambil Bank Dagang Negara (BDN). Menurut Direktur Perkreditan BDN, E.C.W. Neloe, pihaknya tengah menyusun daftar cekal bagi nasabahnya yang nakal. ''Mereka benar-benar tidak punya itikad baik,'' kata Neloe. Direktur BDN ini juga mengatakan, kalau sudah selesai, daftar itu akan diajukan ke Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara. Tidak jelas apakah dalam daftar itu hanya tercantum nama debitur yang tunggakannya Rp 200 juta hingga Rp 3 miliar saja. Tidak jelas pula apakah bank-bank pemerintah lainnya juga merintis pembuatan daftar cekal seperti yang dilakukan BDN. Bambang Aji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus