SIKAP lembek Pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan jasa yang bergerak di bidang perdagangan komoditi berjangka (future trading) secara gelap tampaknya berubah. Baru-baru ini, Menteri Perdagangan S.B. Joedono telah membentuk sebuah tim yang diperkirakan cukup kuat untuk ''mengimbangi'' mereka. Tim itu terdiri atas 17 personel dari Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Bank Indonesia, Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI, Badan Koordinasi Intelijen (Bakin), dan Badan Intelijen Strategis (Bais). Dalam melaksanakan tugasnya, tim ini dikoordinasi oleh Badan Pelaksana Bursa Komoditi (Bapebti). Mengingat tim tersebut sampai melibatkan Bakin dan Bais, tak salah kalau masyarakat menduga bahwa tugasnya sangat tidak ringan. Bahkan, seorang anggota tim terus terang mengatakan bahwa ia takut diteror. ''Perusahaan yang hendak ditertibkan ini kan banyak yang besar-besar. Jangan-jangan ada yakuza-nya lagi,'' katanya, membandingkan dengan organisasi kejahatan di Jepang yang terkenal itu. Mungkin karena itu, tim yang diandalkan Pemerintah ini diberi pesan oleh Menteri Perdagangan agar melakukan penertiban secara persuasif. Dan masa tugas tim ditentukan enam bulan, bahkan dapat diperpanjang. Selain itu, Pemerintah memberikan batas waktu tiga bulan pada semua perusahaan yang bergerak dalam future trading disebut juga commission house untuk menghentikan kegiatannya seraya mengembalikan dana nasabah yang mereka putarkan, secara utuh. Sudah lama dimaklumi, perusahaan-perusahaan jasa perdagangan dengan penyerahan kemudian ini yang sebagian melakukan praktek penipuan sukar sekali diberantas. Kendati sudah dilarang sejak tahun 1977 oleh Menteri Perdagangan (ketika itu Radius Prawiro), yang langsung diikuti dengan pencabutan surat izin usaha perdagangan (SIUP) 10 perusahaan, masih tersisa 19 perusahaan yang kini teguh berakar. Sebagian karyawan dari 19 perusahaan tersebut bahkan telah membangun perusahaan baru yang sejenis. Kini jumlahnya diperkirakan mencapai 70 buah, dan omzet bisnisnya menurut harian Bisnis Indonesia sekitar US$ 300 juta per tahun. Syahdan, pada tahun 1989, Ketua Bapebti menyelenggarakan seminar tentang perdagangan berjangka dengan mengundang sejumlah pemilik agen future trading gelap. Oleh seorang pakar yang disewa Bapebti dari Financial Research Associates Ltd., London, waktu itu ditemukan ada 99 perusahaan commission house (perusahaan jasa penyalur amanat) yang melakukan perdagangan berjangka secara gelap. Pakar itu bernama Timothy Charles Thorton Lewis. Seperti diketahui, perdagangan berjangka itu bergerak di sektor bisnis jual-beli. Dalam perdagangan berjangka yang riil, orang bisa membeli komoditi (kopi atau karet) pada hari ini, tapi barangnya baru akan diserahkan kemudian misalnya sebulan lagi. Itu sudah ada pasarnya, yakni di Bursa Komoditi Jakarta, yang dikelola Bapebti. Selain itu, ada pula yang disebut perdagangan komoditi berjangka nonfisik. Nah, inilah yang hendak disapu Pemerintah. Di sini orang membeli komoditi di bursa internasional misalnya gula, kacang merah, dan kedelai di bursa Tokyo, kacang di New York, atau emas di bursa logam London tapi bersifat nonfisik, dalam pengertian ada transaksi tapi tak ada barangnya. Judikah itu? Menurut mereka yang bermain di lahan ini, perdagangan tersebut berisiko tinggi. Jadi, bukan judi. Tapi Departemen Perdagangan beranggapan, bisnis itu lebih banyak merugikan ketimbang menguntungkan masyarakat. Masalahnya, kata Ketua Bapebti, Arifin Lumban Gaol, perusahaan commission house tak mempunyai akses ke lantai bursa di luar negeri. Lagi pula, petugasnya yang dilatih hanya dua minggu untuk mencari nasabah investor bukanlah ahli analisa pasar komoditi internasional. Tudingan itu dibantah Rizaf Thaib, pemilik salah satu perusahaan commission house. Presdir PT Satria Nugraha Sejati ini mengatakan, bisnis berisiko tinggi bukan hanya future trading. Tambak udang pun bisa berisiko tinggi. Perusahaannya, yang berdiri pada tahun 1987, memiliki tenaga account executive sampai 500 orang 23 di antaranya memegang sertifikat perdagangan berjangka internasional. Ada, misalnya, yang mendapat sertifikat Pantheon 1 (setingkat S-3) dari Universitas La Sorbonne, Paris. ''Bisnis ini membutuhkan ilmu pengetahun, bukan cuma pengalaman,'' tutur Rizaf. Ia setuju bahwa Pemerintah perlu menertibkan mereka yang membandel dan melanggar etika bisnis. Namun, ia tak setuju kalau kegiatan future trading ditutup. Mantan Wakil Ketua DPR/MPR, H.J. Naro, yang dikenal sebagai perintis perdagangan berjangka di Indonesia, juga setuju Pemerintah melakukan penertiban. ''Pemerintah terlalu lamban. Kalau setuju bisnis ini perlu ada, tentukan syarat-syaratnya, misalnya harus ada modal Rp 5 miliar atau harus diawasi BI. Izinnya diproses, pialangnya diseleksi,'' kata Naro. Bisnis ini, menurut Naro, wajar. Hanya saja, banyak perusahaan yang nakal. Mereka merayu ibu-ibu dan mengatakan bahwa menanam uang di sini pasti untung. Kalau menurut KUHP, itu adalah penipuan. ''Kalaupun untung, ternyata tidak dibayar atau tertunda berminggu-minggu. Tapi perusahaan saya selalu bayar tepat waktu. Sekarang lebih banyak yang menipu rakyat,'' kata bekas pemilik PT Dharma Unicus itu. Para agen future trading ini mungkin saja bisa diredam Pemerintah untuk 1-2 tahun, tapi pasti akan bangkit lagi. Soalnya, banyak pemilik duit yang ketagihan permainan spekulasi ini. Kalau dilarang di sini, mereka tentu bisa main ke Hong Kong dan Manila. Toh mereka punya duit. Apakah tak sebaiknya dibikinkan lahannya saja, sehingga bisa diatur dan diawasi? Dan juga dipajaki? Max Wangkar, Wahyu Muryadi, Sri Wahyuni, dan Ivan Harris
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini