Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan memprioritaskan program pembukaan lahan pertanian baru pada 2021. Program tersebut merupakan instruksi Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan.
"Karena pembukaan lahan 2021 itu prioritas tinggi dari Presiden dan itu kami secure (amankan)," ujar Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 22 Juni 2020.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah memang mengurangi sejumlah anggaran kementerian dan lembaga untuk penanganan Covid-19, tak terkecuali Kementerian Pertanian. Meski begitu, mantan Diektur Pelaksana Bank Dunia ini memastikan tidak akan memangkas anggaran untuk kegiatan-kegiatan utama.
Kegiatan yang dimaksud ialah program ketahanan pangan hingga perluasan lahan maupun pembukaan lahan baru. Apalagi, ujar Sri Mulyani, pada tahun depan, Indonesia diperkirakan menghadapi ancaman kemarau yang relatif lebih kering ketimbang tahun ini sehingga produksi di lahan pertanian harus dijaga.
"Jadi dukungan fiskal tetap diberikan mulai benih pupuk sampai irigasi dan kenaikan produktivitas," ucapnya. Sejalan dengan pelaksanaan program pembukaan lahan baru, Sri Mulyani mengimbuhkan sejumlah kementerian dan lembaga terkait telah diminta menghitung kebutuhan masing-masing.
Rencana pembukaan sawah baru ini sebelumnya disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Menurut Airlangga, Jokowi meminta BUMN dan daerah, serta Kementerian Pertanian membuka sawah baru di 900 ribu hektare lahan basah dan gambut di Kalimantan Tengah. Tujuannya untuk mencegah ancaman krisis pangan.
Program ini menuai kritik dari sejumlah pihak. Organisasi lingkungan hidup, Greenpeace, misalnya. Kepala Tim Juru Kampanye Greenpeace Indonesia Rusmadya Maharudin pun meminta Jokowi untuk tidak mengulangi kesalahan di zaman Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.
Menurut Rusmadya, pemerintah secara sistematis telah melemahkan fungsi gambut yang merupakan salah satu ekosistem terpenting untuk iklim Indonesia dan dunia. Kebakaran lahan gambut di Kalimantan Tengah pun banyak terjadi di bekas areal Proyek Lahan Gambut Sejuta ha yang gagal di tahun 1990-an.
“Ini telah membawa petaka kabut asap yang mengganggu kesehatan masyarakat setiap tahunnya,” kata Rusmadya dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa, 5 Mei 2020.
Selain Greenpeace, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia juga memprotes rencana Jokowi ini. Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial, Walhi, Wahyu Perdana meminta Jokowi mengkaji ulang rencananya. "Berhenti gunakan pandemi Covid-19 sebagai alasan untuk mengeksploitasi," kata Wahyu dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu, 29 April 2020.
Wahyu mengatakan salah satu alasan Walhi menolaknya adalah karena proyek sejenis sudah pernah dilakukan pemerintah sebelumnya yaitu pada masa Orde Baru. Dengan nama proyek “lahan gambut sejuta hektar”, proyek ini dimulai tahun 1995 dan diputuskan berakhir 2001.
Menurut Wahyu, keputusan untuk mengakhiri proyek dilakukan akibat ketidakpahaman akan ekosistem gambut. Akibatnya, pada masa akhir proyek, APBN senilai Rp 1,6 triliun disedot dan tidak punya dampak signifikan pada ketersediaan stok pangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FAJAR PEBRIANTO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini