Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Probolinggo - Kabupaten Probolinggo berpotensi kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) minimal sebesar Rp 5 miliar jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Paiton pensiun dini. Hal ini diungkapkan Sekretaris Daerah Pemkab Probolinggo Ugas Irwanto saat menanggapi peluncuran rencana tindak lanjut pendanaan transisi energi atau JETP (Just Energy Transition Partnership) yang salah satu konsekwensinya adalah pensiun dini PLTU batu bara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PLTU Paiton adalah salah satu dari tiga PLTU Batubara selain PLTU di Langkat dan Cilacap, yang penutupannya bakal berdampak pada berbagai indikator ekonomi di daerah tersebut. Sementara, Kabupaten Probolinggo merupakan daerah tempat PLTU Paiton beroperasi. PLTU Paiton berada di Kecamatan Paiton, berbatasan dengan wilayah Kabupaten Situbondo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ugas mengatakan potensi kehilangan PAD dari sektor pajak saja, bila PLTU Paiton ditutup, adalah sekitar hampir Rp 5 miliar per tahun. "Ini belum termasuk pajak penerangan jalan umum (PPJU 10 persen dari rekening listrik pelanggan PLN)," ujar Ugas kepada TEMPO, Jumat, 21 Juli 2023.
Ugas mengaku belum mengetahui rencana pensiun dini PLTU Paiton. "Saya baru mendengar dari anda tentang ini," kata Ugas.
Menurut Ugas, penutupan PLTU Paiton secara otomatis berdampak pada pengurangan karyawan yang berarti akan menambah jumlah pengangguran di Kabupaten Probolinggo. "Jumlah pengangguran akan meningkat dan menjadi beban tugas pemerintah untuk membuka lapangan pekerjaan," ujarnya.
Ia berharap ada solusi kalaupun penutupan PLTU Paiton tidak bisa dihindarkan. "Tentunya pemerintah daerah juga akan berusaha keras untuk membuka akses peluang kerja disamping juga meningkatkan PAD," kata Ugas.
Sebelumnya, hasil studi yang diungkapkan CELIOS bekerja sama dengan Yayasan Indonesia CERAH yang diluncurkan pada 18 Juli 2023 menunjukkan bahwa dampak pensiun dini PLTU batubara akan berdampak pada berbagai indikator ekonomi di daerah tempat PLTU beroperasi.
Karena itu, peluncuran rencana tindak lanjut pendanaan transisi energi atau JETP (Just Energy Transition Partnership) pada 16 Agustus 2023 mendatang perlu melibatkan berbagai unsur salah satunya Pemerintah Daerah.
Selanjutnya: Sebagian besar Pemda tidak dilibatkan dalam kebijakan transisi energi JETP
Bhima Yudhistira, Ekonom dan Direktur CELIOS mengatakan risiko dari belum siapnya Pemda dalam melaksanakan transisi energi akan menciptakan tekanan pada sektor tenaga kerja, dan pendapatan masyarakat yang bergantung pada rantai pasok PLTU.
“Sebagai contoh, terdapat sekitar 4.666 pekerja langsung baik tetap dan tidak tetap yang akan terdampak penutupan PLTU batubara di Langkat, Cilacap, dan Probolinggo. Ini pun belum termasuk pekerja tidak langsung yakni para pelaku UMKM yang berada di sekitar lokasi PLTU, serta pekerja di lokasi sumber batubara,” katanya.
Bhima menambahkan studi yang dilakukan di 3 provinsi yakni Provinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur dan 3 kabupaten di Langkat, Cilacap dan Probolinggo menyimpulkan bahwa Pemda belum aktif dilibatkan dalam agenda JETP khususnya pada tahap transisi pekerja yang langsung terdampak, dan pekerja sektor UMKM di sekitar lokasi PLTU. Bahkan dampak pensiun PLTU batu bara yang berakibat pada potensi pendapatan daerah yang hilang pasca pensiun PLTU belum disiapkan potensi pengganti nya. Hal ini berakibat pada poin transisi berkeadilan atau ‘Just’ yang diusung JETP menjadi pertanyaan.
Muhammad Saleh, peneliti CELIOS mengungkapkan sebagian besar Pemda yang menjadi objek penelitian belum tahu dan tidak dilibatkan dalam kebijakan transisi energi JETP. “Secara spesifik Pemda bahkan belum mengetahui keberadaan Perpres No 11/2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral pada sub-Bidang Energi Baru Terbarukan,” ujar Saleh
Hingga kini, Pemda belum memiliki kerangka regulasi pelaksana Perpres No 11/2023. Selain itu Pemda menyatakan kerangka regulasi yang ada belum mampu menjawab kebutuhan transisi energi. "Pemda idealnya mulai mempersiapkan jaminan perlindungan materiil kepada masyarakat pasca penutupan PLTU. Artinya, ketika PLTU batubara dipensiunkan maka masyarakat yang kehilangan pendapatan tetap mendapat kompensasi berupa peralihan ke profesi lainnya," kata dia.
Sementara itu Muhammad Andri Perdana, peneliti CELIOS menyatakan pada aspek pendapatan dan anggaran daerah, ada potensi hilangnya PAD dari pemensiunan dini PLTU, dengan kisaran 1,2% hingga 6,4% dari keseluruhan PAD di suatu kabupaten, yang mana bergantung pada besarnya kapasitas PLTU batubara di masing-masing daerah. Namun potential loss PAD ini dapat dimitigasi dengan melakukan negosiasi dengan pemerintah pusat atas kenaikan nilai Dana Transfer ke Daerah serta mendorong komitmen investasi energi bersih sebagai pengganti sumber penghasilan daerah yang hilang."
"Lalu pada aspek ketenagakerjaan, pemerintah daerah juga dapat mendorong adanya program upskilling dan reskilling atau peningkatan keahlian tenaga kerja yang terdampak, sebagaimana dilaksanakan pada daerah-daerah lokasi pensiun dini PLTU di program JETP Afrika Selatan," kata dia.
Sementara pada aspek perputaran ekonomi UMKM, studi CELIOS menemukan bahwa dampak langsung keberadaan PLTU meski kecil terhadap ekonomi sektor informal, namun perlu mendapat perhatian dari skema JETP" ungkap Andri.
Agung Budiono, Ad Interim Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia CERAH menuturkan, temuan riset ini sangat penting karena menunjukan terdapat sejumlah celah yang harus segera dibenahi oleh pengambil kebijakan, mulai dari aspek perencanaan, penguatan regulasi dan implementasi skema JETP yang berhubungan langsung dengan daerah.
“Dorongan untuk menyudahi penggunaan PLTU dan akselerasi pengembangan energi terbarukan, perlu dilihat sebagai peluang untuk beralih dari ketergantungan energi yang menghasilkan banyak emisi. Kebijakan ini berdampak positif dalam jangka panjang. Namun di sisi lain strategi perencanaan dan mitigasi atas dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang ada di daerah penting dilakukan agar proses transisi benar-bener dapat mengimplementasikan nilai yang berkeadilan,” tutup Agung.