Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Meredup Tertekan Cukai Tembakau

Pergerakan harga saham emiten rokok selama enam bulan terakhir melemah dan diprediksi masih akan terus tertekan.

14 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana penjualan rokok di salah satu agen rokok daerah Tanah Abang, Jakarta, 4 November 2022. Tempo/Magang/Muhammad Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA — Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) menggerus kinerja saham emiten rokok. Pergerakan harga saham emiten sektor ini selama enam bulan terakhir melemah dan diprediksi masih akan terus tertekan. Sebut saja emiten dengan mayoritas produk sigaret kretek mesin seperti PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), yang telah mengalami kontraksi harga saham 12,44 persen. Begitu juga saham PT Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam Tbk (GGRM) yang melemah 30,14 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Analis saham yang juga Vice President Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, menuturkan kenaikan cukai sebenarnya bukan hal baru karena sering terjadi setiap tahun. Namun tahun ini berbeda karena sebelumnya kenaikan cukai rokok tak berpengaruh pada kinerja emiten dan penjualan rokok secara umum. “Yang terjadi beberapa waktu terakhir, emiten rokok mengalami penurunan margin keuntungan, sehingga sahamnya cenderung turun, walau secara bisnis masih profit,” ujarnya, akhir pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hingga akhir kuartal III tahun ini, laba emiten rokok cenderung tertekan, misalnya HMSP turun 12 persen dan GGRM sebesar 67 persen. Sedangkan dari sisi pendapatan, HMSP masih mencatatkan kenaikan sebesar 15 persen menjadi Rp 83,4 triliun dan GGRM sebesar 2 persen menjadi Rp 93,92 triliun. “Memang tantangannya profit emiten rokok terus tertekan oleh kenaikan komponen biaya produksi dan promosi,” kata Wawan.

Sentimen positif yang diharapkan dapat mengembuskan kinerja emiten rokok lebih tinggi lagi adalah pemulihan ekonomi yang bergulir cepat dan perluasan pembukaan aktivitas sosial ekonomi masyarakat. “Untuk rekomendasi saham, sementara wait and see dulu. Hal yang bisa diharapkan dari emiten rokok adalah dividen, karena harganya diprediksi masih akan tertekan.”

Pekerja mengerjakan pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, 4 November 2022. ANTARA/Yusuf Nugroho

Sulit Menaikkan Harga Jual

Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, berujar bahwa kenaikan CHT berpotensi semakin menekan saham emiten rokok, terlebih kondisi perekonomian tengah dihadapkan pada tren inflasi tinggi dan tantangan resesi pada 2023. “Biasanya industri bisa melalui kenaikan cukai dengan menaikkan harga jual, tapi kali ini tidak bisa sesederhana itu karena proyeksi resesi membuat orang berpeluang mengurangi konsumsi,” kata dia.

Walhasil, ancaman resesi berdampak pada penurunan konsumsi rokok masyarakat. Di sisi lain, perusahaan tak punya pilihan selain menahan kenaikan harga jual kepada konsumen di tengah kondisi yang tak menguntungkan. Hal itulah yang kemudian menguatkan prediksi koreksi mayoritas saham-saham emiten rokok. “Trennya sekarang negatif. Jadi, lebih baik investor menghindari sektor ini dulu, sembari melihat perkembangan kinerja sesudah implementasi kenaikan tarif cukai pada tahun depan, seberapa signifikan dampaknya pada kinerja perusahaan,” ujar Hans.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengumumkan bahwa kenaikan tarif CHT untuk rokok rata-rata sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Kenaikan itu mempertimbangkan sejumlah aspek, antara lain tenaga kerja pertanian tembakau hingga industri rokok. “Selain itu, porsi konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin setelah beras, yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat perdesaan,” ucapnya.

Adapun rincian kenaikannya, untuk golongan sigaret kretek mesin (SKM) I dan II naik 11,5-17,5 persen, kemudian sigaret putih mesin (SPM) I dan II naik 11-12 persen, serta sigaret kretek pangan (SKP) I, II, dan III naik 5 persen. “Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, kami menaikkan cukai rokok yang menyebabkan kenaikan harga rokok, sehingga keterjangkauan terhadap rokok juga akan semakin menurun. Begitu juga konsumsinya diharapkan terus menurun,” kata Sri Mulyani.

-

GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus