Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Penutupan TikTok Shop, HIPPI: Masih Ada Pro dan Kontra di Kalangan Pengusaha

Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia atau HIPPI menyebut ada pro dan kontra dari terkait penutupan TikTok Shop.

16 Oktober 2023 | 13.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Siaran langsung pedagang yang menawarkan produk melalui media sosial Tiktok di Jakarta, 26 September 2023. ANTARA/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia atau HIPPI menyebut ada pro dan kontra dari pengusaha soal pelarangan social commerce, termasuk TikTok Shop.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TikTok Shop resmi ditutup pada 4 Oktober 2023. Ini menyusul kebijakan pemerintah yang melarang media sosial memiliki fungsi ganda sebagai e-commerce, yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saya ingin menjelaskan bagaimana pandangan teman-teman pengusaha, ada yang pro, ada yang kontra," kata Ketua Umum DPP HIPPI, Suryani Sidik Motik, dalam diskusi 'Nasib Usaha Kecil Dilibas Social Commerce' yang dipantau secara daring pada Senin, 16 Oktober 2023.

Namun, dia menyebut harus dilihat terlebih dahulu apa tujuan pemerintah melarang social commerce, termasuk TikTok Shop. Pertama, lanjut dia, ada isu Pasar Tanah Abang yang sepi pembeli yang disinyalir karena keberadaan social commerce. Selain itu, pemerintah harus melindungi masyarakat, termasuk pembeli dan penjual.

"Di satu sisi, platform-platform mengenai penjualan online bukan hal yang baru buat kita," tutur Suryani.

Dia pun mencontohkan e-commerce lain seperti Shopee. Sedangkan TikTok mulanya bukan platform penjualan, tapi tiba-tiba masuk ke penjualan. 

Suryani melanjutkan, di platform lainnya konsumen bisa menelusuri siapa penjualnya, serta rating produk dan tokonya. Dengan begitu, bisa dijadikan alat acuan untuk membeli.

"Saya kira karena TikTok tidak mendaftar sebagai platform untuk menjual, kemudian melakukan penjualan, saya tidak tahu persis sampai sejauh mana (SOP)," ujar Suryani.

Dia pun bertanya-tanya apakah TikTok sudah mendaftarkan juga para penjual di TikTok Shop, atau dilakukan sambil jalan. Sehingga, kata dia, banyak pengaduan misalnya barangnya tidak sesuai dan tidak ada rating terhadap toko tersebut. 

"Nah ini berarti kan ada unsur penipuan," beber dia. 

Kalau itu betul, lanjut Suryani, posisi pemerintah melarang TikTok Shop benarnya. Namun, pemerintah tidak cukup hanya melarang. 

"Karena pemerintah harusnya sebelum melakukan sesuatu itu mesti punya data yang lengkap itu," ungkap Suryani. "Misalnya, sudah seberapa banyak TikTok menyediakan lapangan pekerjaan." 

Dia menuturkan, lapangan pekerjaan tersebut bisa berupa host live yang membantu menjual produk, content creator atau pembuat konten, dan sebagainya. 

"Mohon maaf lahir batin, kalau toko toko offline mati, saya kira itu fenomena yang sudah lama," tutur Suryani. "Yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah menghidupkan misalnya Tanah Abang dan sebagainya."

Suryani menyebut, pedagang di Pasar Tanah Abang tak hanya menjual secara offline tapi juga secara online. Sehingga tugas pemerintah adalah terus mengedukasi para pedagang agar tidak ketinggalan zaman. Pemerintah seharusnya juga menciptakan fair play antara toko online dengan online, online dengan offline, maupun offline dengan offline



Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus