Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perang susu nahar-singh

Atas permintaan pt kebun bunga, pengadilan negeri jakarta timur meletakkan sita jaminan atas pt. indo milk. adc setuju menjual sahamnya ke marison, sebelum bapindo terjun membelinya. (eb)

21 Agustus 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH pesan "rahasia" dari Australia Dairy Corporation (ADC), Melbourne, suatu hari masuk ke pesawat teleks PT Indomilk, Jakarta. Presiden Komisaris ADC Malcolm Vawser memberitahukan bahwa direksi perusahaan itu pada 29 Juli telah mengadakan pertemuan khusus membicarakan penjualan saham ADC ke Indomilk. Direksi, tulis Vawser, akhirnya memutuskan agar Dirut Indomilk Nahar Zahiruddin memintakan persetujuan tertulis pemerintah Indonesia mengenai penjualan saham ADC ke Marison. Pesan teleks yang dikirim Vawser 2 Agustus itu rupanya mendapat tanggapan Menteri PAN JB Sumarlin. Dalam balasan 3 Agustus, Sumadin menjanjikan bahwa "pemerintah Indonesia lewat BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) akan mendukung penjualan saham ADC ke Marison" selaras dengan perjanian yang dicapai kedua pihak pada 9 Juni. Korespondensi antara ADC dengan Indomilk itu rupanya diketahui Dirut PT Kebun Bunga Raj Kumar Singh, calon pembeli pertama saham ADC. Dia menganggap ADC telah berkhianat. Sebab, calon pembeli serius itu mengaku telah memberikan panjar US$ 1 juta -- sebagai pembayaran tahap pertama atas 375 lembar saham ADC yang berharga US$ 10 juta. Tapi Marison, partner ADC di Indomilk rupanya melakukan antisipasi cukup gesit hingga ADC yang kepepet sampai mengubah sikap. "Saya punya firasat ADC akan mungkir," kata Kumar Singh. "Karena itulah war plan (rencana perang) pun saya susun." Tembakan pertama sudah dilancarkan Kumar Singh, 42 tahun, bujangan asal Medan. Kepada Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dia memohon agar melakukan sita jaminan (conservatoir besag) atas saham, tanah, gedung, peralatan pabrik milik ADC di Indomilk. Permohonan itu sudah dilaksanakan pada 9 Agustus. Hendi Soejono, wakil Indomilk menolak sita jaminan itu. Alasannya "Tanah lokasi pabrik, gedung perkantoran, gedung pabrik, gudang serta mesin-mesin beserta peralatannya adalah milik PT Indomilk. Bukan ADC". Tapi, Kumar Singh tampak puas dengan gebrakan pertamanya. "Gugatan telah saya ajukan," katanya kepada Marah Sakti dari TEMPO. "Ambisi saya sekarang bukan sekedar ganti rugi saja, tapi hasrat kuat menyelesaikan segalanya melalui hukum. Taruhannya kini kredibilitas saya." Lewat Kantor Pengacara Otto Cornelis Kaligis, Kumar Singh juga memasang iklan pemberitahuan, 12 Agustus, di koran Merdeka. Dia memberitahukan "khalayak ramai agar tidak melakukan tindakan hukum apa pun terhadap seluruh asset (kekayaan) Indomilk" yang berada dalam status sita jaminan. Indomilk lewat pengacara Julias Rasjid esok harinya di koran yang sama kontan membalas: "Sita jaminan itu salah alamat". Nahar Zahiruddin, Dirut Indomilk, juga berpendapat serupa. "Yang bersengketa kan Kebun Bunga dengan ADC di Melbourne, mengapa asset Indomilk yang disita?" tanyanya. "Kalau Kebun Bunga merasa dinugikan, yang dituntut seharusnya ADC, dan kalaupun kelak dilakukan penyitaan, ya harus terhadap asset ADC di Australia." Kendati pengadilan telah meletakkan sita jaminan, Indomilk tetap diizinkan berproduksi. Marison, pemegang saham 509 di Indomilk, tetap tidak bersedia membeli saham ADC, partnernya, yang ditawarkan US$ 10 juta. Selain menganggap harga itu terlalu tinggi, Nahar berpendapat waktu dua minggu (mulai 13 Oktober 1981) untuk menawar, terlalu pendek. Dia juga berpendapat, "harga saham itu berdasarkan taksiran perusahaan penilai berada di bawah angka US$10 juta." Dia juga tak suka ketika mengetahui ADC ternyata telah menawarkan sahamnya terlebih dulu kepada Kumar Singh -- bukan kepada partnenya, pemegang hak opsi pertama untuk membeli saham itu. "Cara ADC itu jelas tidak etis," katanya. Menurut cerita Kumar Singh, kontak dengan Preskom ADC Vawser justru baru terjadi sesudah Marison dianggap menolak tawaran itu. Lewat sejumlah pertemuan, kedua pihak, kata Kumar Singh, akhirnya menyetujui pengalihan 375 saham ADC dengan harga US$ 10 juta. Benarkah ADC telah menerima uang panjar US$1 juta? "Bukan merupakan kewajiban saya membuat komentar atas kejadian itu pada saat ini," jawab Preskom ADC Vawser lewat teleks kepada TEMPO. Merasa hak opsinya terancam, Nahar kemudian melaporkan kelakuan ADC itu kepada Menteri PAN Sumarlin, Ketua BKPM Suhartoyo, sampai Menteri Ekuin Widjojo Nitisastro. Dia rupanya menginginkan agar pemerintah turun tangan. Nahar rupanya lebih suka meminta Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) membantu penyediaan dana. Sesudah ada permintaan itu, Bapindo menghubungi ADC: menanyakan apakah perusahaan Australia itu tidak keberatan jika Bapindo membantu Marison. "Pimpinan ADC menyatakan tidak keberatan, maka kami pun mcngerahkan konsultan dan perusahaan penilai," kata sebuah sumber di Bapindo. Singkatnya ADC setuju untuk mengalihkan sahamnya ke Bapindo. Tapi caranya, supaya Kumar Singh tidak gusar, saham ADC mula-mula dialihkan ke Marison, baru sesudah itu Bapindo membeli saham tersebut. Rencana itu jelas tertuang dalam suatu perjanjian kerjasama 20 Juli antara Bapindo dan Marison yang ditandatangani Presdir Marison Nahar Zahiruddih dengan Dirut Bapindo Kuntoadji. Di stu kedua belah pihak juga mupakat: "sesudah Bapindo menjadi pemegang saham untuk menyempurnakan Anggaran Dasar Indomilk, mengadakan perubahan dan menetapkan susunan direksi, serta komisaris baru." Kenyataan seperti itu, tentu saja, menyebabkan Kumar Sigh naik pitam. Dia kemudian mengadukan kelakuan ADC itu kepada Senat Australia yang juga pernah menyelidiki beberapa skandal menyangkut ADC. "Saya sudah dengar pendapat dengan Senat itu," kata Kumar Singh. Rencananya pada 18 Agustus ini, Senat akan memanggil ADC untuk menjelaskan duduk soal sengketa itu. Sementara itu, tersiar kabar bahwa Indomilk sesungguhnya punya utang Rp 9,6 milyar -- di antaranya US$ 8 juta (Rp 5,4 milyar) pada Asian Dairy Industry, anak perusahaan ADC di Hongkong. Tahun lalu perusahaan susu itu disebut rugi Rp 1,5 milyar. "Saya heran kalau ada orang tahu Indomilk rugi, dari mana datanya diperoleh," jawab Nahar. Dia kelihatan tenang dan banyak ketawa terkekeh menghadapi gempuran Kumar Singh. Bersama dengan stafnya dia baru saja memindahkan kantomya dari Wisma Metropolitan ke lokasi pabrik di Jl. Raya Bogor km 26,6, Gandaria, Jakarta. "Sewa kantor di tempat itu terlalu tinggi. Biaya dua tahun menyewa bisa dipakai untuk membangun kantor karena itu kami putuskan bangun kantor di pabrik yang menghabiskan Rp 250 juta," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus