TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi masyarakat sipil mempertanyakan keputusan Pemerintah Provinsi Bali yang menerbitkan izin lingkungan untuk proyek
PLTU Celukan Bawang II berkapasitas 2x330 MW di Kabupaten Buleleng. Menurut pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Bali Dewa Adnyana, izin tersebut terbit tanpa keterlibatan warga Celukan Bawang.
"Penerbitan izin bertentangan dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," ujar Dewa kepada Tempo, Rabu 2 Mei 2018.
Proyek PLTU Celukan Bawang II adalah hasil usulan General Energy Bali bersama China Huadian Engineering Co Ltd dan Merryline International Pte Ltd asal Singapura. Huadian menguasai proyek dengan kepemilikan saham 51 persen. Ketiga perusahaan ini sudah mengoperasikan unit pembangkit sebelumnya yang berkapasitas 380 MW dan menjual listriknya ke PLN. Jika pembangkit beroperasi, lebih dari separuh suplai setrum Bali akan berasal dari batubara.
Dewa menemukan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal) PLTU banyak kejanggalan. Contohnya dokumen Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL) tidak menyajikan deskripsi rona lingkungan hidup secara rinci dan mendalam untuk menggambarkan risiko penurunan kualitas udara. Padahal, perincian rona lingkungan wajib tertera dalam dokumen sesuai Lampiran VI Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2013.
Izin lingkungan yang terbit pada 28 April tahun lalu juga dituding Dewa cacat prosedur. Sebab, pembangunan PLTU tidak termuat dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Padahal operasi PLTU berada di pinggir pantai dan operasinya memanfaatkan air laut.
Karena perkara tersebut, LBH Bali menggugat izin lingkungan PLTU Celukan Bawang II ke Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar awal Januari silam. Dewa juga mewakili warga Celukan Bawang yang mengkhawatirkan risiko lingkungan jika pembangkit beroperasi. Salah satu warga, I Ketut Mengku Wijaya melaporkan sejak PLTU beroperasi, panen kelapanya jauh berkurang. Wajar saja, pembangkit ini saban hari melahap batubara hingga 5.200 ton.
"Kami sudah tidak tahan dengan dampak yang dirasakan. Kami takut kalau dikembangkan akan makin berbahaya," katanya.
Selain persoalan ekologi, proyek PLTU Celukan Bawang juga janggal lantaran tidak termaktub dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PLN 2018-2027. Kepala Divisi Pengembangan PLN Regional Jawa Bagian Timur dan Bali Paranai Suhasfan membenarkan hal tersebut. "Kami tak tahu menahu," katanya.
Namun pemerintah jalan terus. Bahkan, komitmen pelaksanaan proyek
PLTU sudah diteken Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di Cina pada 14 April lalu. Dalihnya adalah kesinambungan investasi. "Kami ingin melihat terus terjalinnya kerja sama investor dari kedua negara, tidak hanya antar pemerintah," kata Luhut dalam keterangannya.
Kuasa hukum Pemerintah Provinsi Bali Ketut Ngastawa menyatakan pembangunan pembangkit baru mendesak untuk mengatasi krisis listrik di Pulau Dewata. Dia membantah izin lingkungan proyek bermasalah. "Kita lihat saja di persidangan. Begitu juga dengan masalah lain," tutur Ketut. Sementara, General Affair PT General Energy Bali Putu Singyen tidak menjawab panggilan konfirmasi Tempo.
ROBBY IRFANY | ROFIQI HASAN (DENPASAR)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini