PARA pengusaha yang mendapatkan fasilitas GSP (Generalized System of Preferences) boleh lega. Kendati pernyataan resmi dari pemerintah Amerika Serikat belum ada, angin isyarat dari Washington meniupkan pertanda bahwa fasilitas ekspor senilai US$ 640 juta itu masih akan diberikan ke Indonesia. Pertanda itu datang dari Menteri Perdagangan AS, Ronald H. Brown, setelah mempelajari surat Dubes RI Arifin Siregar tentang upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan buruh. "Saya yakin, jika kemajuan telah terjadi, tindakan (pencabutan GSP) itu jelas tak perlu," katanya kepada wartawan TEMPO Bambang Harymurti di Washington, akhir pekan lalu. Petunjuk lain datang dari LSM hak asasi yang tadinya getol mengajukan petisi ke USTR (perwakilan dagang AS), agar mencabut GSP bagi Indonesia. Peter Harvey, Direktur Eksekutif International Labor Rights, Education, and Research Fund (ILRERF), salah satu LSM yang vokal, kini berbalik mendukung perpanjangan GSP, setidaknya hingga pertengahan tahun ini. Sikap LSM Asia Watch juga lunak. Alasannya, ingin memberi kesempatan pada Indonesia untuk menjalankan serangkaian kebijakan perburuhan yang baru. Petunjuk lain adalah rencana kedatangan deputi kepala USTR ke Jakarta, 16 Februari mendatang. Ini cuma sehari setelah batas waktu 15 Februari, saat Washington memutuskan GSP diperpanjang atau tidak. Sukses ini tak lepas dari lobi Dubes Arifin yang dinilai kalangan LSM internasional cukup luwes. Kecuali itu, juga faktor potensi Indonesia bagi pasar masa depan produk industri AS. Dua pekan lalu, departemen perdagangan AS memasukkan Indonesia sebagai satu dari sepuluh negara yang dianggap sebagai big emerging market, yang harus menjadi sasaran ekspor AS. Di depan Kongres, Menteri Keuangan AS Lloyd Bensten, yang baru pulang dari Indonesia, juga bicara tentang itu. Katanya, dalam sepuluh tahun di depan, Indonesia akan membangun prasarana senilai US$ 100 miliar. "Kalau saja saya 30 tahun lebih muda," kata Bensten, "saya akan ke sana untuk merebut bisnis." Sementara itu, beredar selentingan bahwa perpanjangan GSP diberikan agar leverage untuk menekan pemerintah Indonesia tetap ada. Oh, ah, apa iya?DSI & BHM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini