Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Duit hanya bagian kecil

Direncanakan, akhir pelita VI, 70% desa terentas dari kemiskinan. sul-ut dan ja-bar paling siap. wawancara dengan gunawan sumodiningrat.

5 Februari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUNAWAN Sumodiningrat, 44 tahun, akhir-akhir ini makin sering pulang larut. Ia baru bisa meninggalkan kantornya di Bappenas, Jalan Diponegoro, Jakarta, paling lekas pukul 9 malam. Kesibukan itu erat kaitannya dengan persiapan pelaksanaan Inpres Desa Tertinggal (IDT), yang tinggal dua bulan lagi. Gunawan, yang memimpin proyek inpres untuk 18.231 desa miskin itu, terpaksa pontang-panting. Dua pekan lalu ia mengantar anggota DPR ke daerah meninjau persiapan IDT. Lalu selama seminggu, ia di New York, menghadiri konferensi internasional mengenai pembangunan masyarakat tertinggal. Dan sejak pekan lalu, ia memimpin sebuah biro yang baru dibentuk, yakni Biro Pemerintahan Daerah Tingkat II dan Statistik. Berarti, ia harus meninggalkan posnya yang lama sebagai Kepala Biro Analisa Ekonomi dan Statistik. Di institusi baru itu, Gunawan doktor ekonomi dari University of Minnessota, AS, yang mengambil disertasi bidang pertanian dan ekonomi terapan -- diminta menangani IDT dan inpres daerah lainnya. "Tugasnya berat, tapi saya sangat berminat," kata ekonom asal Solo ini. Rabu malam pekan lalu, ia berbincang dengan Max Wangkar dan Iwan Qodar Himawan dari TEMPO. Petikannya: Sejauh mana persiapan masyarakat untuk menyukseskan Inpres Desa Tertinggal? Dari hasil pemantauan di daerah, ternyata banyak yang sudah mempersiapkan diri secara serius. Dari laporan yang masuk, Jawa Barat dan Sulawesi Utara ternyata sangat bagus. Sulawesi Utara sudah mendata siapa yang masuk golongan masyarakat miskin, siapa yang akan menjadi kelompok pendamping dalam mengelola inpres ini. Di samping itu, memang masih ada daerah yang belum siap dan karena itu akan terus kita bimbing. Mengapa? Dalam IDT, rakyatlah yang memegang peran kunci. Tampaknya era pejabat sebagai pemegang peran utama akan ditinggalkan. Kita memang berusaha melaksanakan asas dari bawah ke atas. Kita berusaha, dalam PJPT II ini, rakyatlah yang menjadi penentu. Saya rasa, ini merupakan hakikat pembangunan yang benar, yakni dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Kalau ekonomi rakyat meningkat, nanti akan menumbuhkan iklim di tingkat yang lebih luas di atasnya, yang akhirnya kembali lagi ke rakyat. Ini yang tidak dilaksanakan pada PJPT I. Apakah pendekatan kita selama ini salah? Persoalannya bukan pada benar atau salah. Selama ini, masyarakat belum bisa bergerak sendiri. Itu sebabnya program sektoral diberikan dengan cara dropping. Semua direncanakan dari atas, walau ada juga yang merupakan usul dari bawah. Tapi banyak yang berpendapat, asas bottom up seperti IDT hanya bisa terlaksana kalau masyarakat sudah siap benar. Memang ada pertanyaan, apakah masyarakat bawah sudah siap. Tapi kapan kita bergerak kalau menunggu sampai semua siap? Pasti ada yang sudah siap, ada yang belum. Jadi, sebaiknya program ini dilaksanakan dulu. Kalau ternyata ada yang kurang tepat, kita benarkan dalam perjalanan. Saya mengibaratkan pelaksanaan inpres ini seperti rombongan orang yang mau menyeberangi sungai yang penuh buaya. Rombongan itu selalu tidak jadi menyeberang karena sibuk memperdebatkan teknik yang paling bagus. Ketika ada yang nekat berenang, dan ternyata selamat, orang baru kaget. Jadi, sebaiknya kita coba dulu. Menurut Anda, apakah uang Rp 20 juta yang akan dialirkan IDT sudah mencukupi untuk menghapus kemiskinan? Duit sebenarnya hanya bagian kecil dari inpres. Komponen terbesar dari IDT adalah membuat semua program inpres daerah, yang selama ini sudah ada, menjadi terarah ke masyarakat terbelakang. Contohnya, pembangunan jalan tak hanya sebatas jalan poros kabupaten. Pendirian sarana kesehatan juga diarahkan ke tempat yang fasilitasnya masih lemah. Komponen lain adalah duit yang Rp 20 juta. Untuk diketahui, dana ini hanya bagian kecil dari keseluruhan Inpres Desa Tertinggal. Jelas terlalu lambat kalau mengentaskan kemiskinan dengan Rp 20 juta. Yakinkah Anda bahwa program ini bisa mengentaskan penduduk miskin? Tiap desa tentu mempunyai penyebab kemiskinan yang berbeda- beda. Di luar Jawa, kemiskinan biasanya disebabkan oleh keterpencilan, tidak ada prasarana kesehatan. Kalau menggunakan indikator kemiskinan yang kita gunakan secara makro, dalam tiga tahun pun mereka tidak akan naik status. Atau contoh kongkret wilayah Pulau Seribu. Kalau menggunakan kriteria kemiskinan yang kita gunakan, yakni potensi desa, jelas wilayah ini, dalam tiga kali pemberian inpres pun, tak akan terentaskan. Sebab, bagaimana membangun jalan di wilayah tersebut? Sebaliknya dengan desa miskin di tempat yang prasarananya sudah bagus, seperti di Jakarta atau di desa lain di Pulau Jawa. Mungkin hanya dengan sekali memberikan dana inpres, desa itu sudah terangkat. Tapi, kami optimistis, dalam satu Pelita, 70% desa bisa terangkat dari perangkap kemiskinan. Sehingga akhir Pelita mendatang, kami harapkan penduduk miskin tinggal 6%. Tentu itu dengan asumsi, tidak ada kebocoran dalam hal dana. Memang, ada saja peluang untuk bocor. Tapi kalau bocor, lalu menetesnya ke mana? Duit diturunkan langsung ke kecamatan, tidak menyentuh provinsi dan kabupaten. Uangnya pun baru bisa cair setelah ada permintaan dari masyarakat, setelah ada proposal. Penggunaan uang dicatat dan dilaporkan, tidak seperti inpres selama ini. Jadi, kalau bocor, ya, di kecamatan. Tapi kan ada pengawasan dari masyarakat. Maka, sebaiknya kita berprasangka baik kepada masyarakat. Kalau belum apa-apa sudah berprasangka buruk, ya, tak bakal jalan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus