Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Niat PT Pertamina Persero masuk dan mengakuisisi PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) seperti maju-mundur. Ruwetnya masalah hukum yang membelit urusan ini membuat perusahaan minyak dan gas pelat merah itu tak mudah menggusur pengaruh pemilik Tuban Petro. Di tengah keraguan itu, muncul proposal Medco Group hendak menyalip di tikungan.
Tapi pemerintah tak mau cepat tergoda. Sebagai mantan Komisaris Pertamina, sekaligus mewakili pemerintah memegang saham di TPPI, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menegaskan sikapnya. "Pemerintah mengutamakan BUMN yang masuk," katanya kepada Y. Tomi Aryanto, Gustidha Budiartie, dan Ayu Prima Sandi dari Tempo, yang menemuinya di kantor Direktorat Jenderal Pajak, 19 Agustus lalu.
Apa benar ada proposal dari Medco untuk masuk TPPI?
Juni lalu proposalnya masuk dan saya teruskan ke Dirjen Kekayaan Negara, Pak Hadiyanto, untuk diteliti. Tapi kan sekarang posisi kami ini menunggu PPA (Perusahaan Pengelola Aset) dan Pertamina untuk masuk ke sana lebih dulu. Jadi sampai sekarang kami belum jawab apa-apa surat dari Medco itu.
Intinya isi surat Medco apa?
(Dijelaskan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara Sonny Loho, yang menggantikan Hadiyanto.)
Medco menyampaikan keinginannya untuk menyelesaikan utang TPPI kepada SKK Migas sebesar US$ 140 juta dan kondensatnya. Lalu juga utang Tuban Petro, Induk TPPI, yang berupa multi-year bond (MYB) sebesar Rp 3 triliun kepada PPA dan Menteri Keuangan.
Di surat disebut juga bahwa Medco sudah menandatangani kesepakatan jual-beli atas seluruh kepemilikan PT Silakencana Tirtalestari di perusahaan, dengan syarat Medco Group membayar semua kewajiban itu tadi. Tidak termasuk utang TPPI kepada Pertamina yang sebesar US$ 372 juta. Surat ditandatangani langsung oleh Presiden Direktur Medco Hilmi Panigoro tanggal 22 Juni 2015.
Surat itu juga ditembuskan ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI?
Ya, benar.
Apa hubungannya sampai ke Bareskrim?
Saya tidak bisa spekulasi, itu sudah masuk ranah hukum. Fokus saya adalah Pertamina dan PPA benar-benar bisa jadi mayoritas dulu di sana.
Apakah lazim surat seperti ini ditembuskan ke Bareskrim?
Mungkin karena sedang ada kasus TPPI di Bareskrim sana. Kalau saya dan Menteri BUMN inginnya ini diselesaikan secara bisnis dulu, karena terpisah antara bisnis dan hukumnya.
Pemerintah memprioritaskan Pertamina untuk masuk?
Arahan Presiden, siapa yang siap. Dan waktu itu dijawab oleh Menteri BUMN bahwa mereka siap. PPA selesaikan cicilan obligasinya, lalu Pertamina beli saham Argo BV itu sudah sejalan.
Dari sisi hukum, amankah bila Pertamina masuk TPPI?
Logikanya aman. Masalah hukum kan sudah selesai dengan PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang). Yang masuk di Bareskrim itu kan masalah masa lalu, tidak ada kaitannya dengan saat ini. Dari hasil PKPU itu sudah jelas posisinya. Saya bergerak dari situ saja dan mengutamakan BUMN. Yang bahaya itu justru kalau TPPI dibuat tidak jalan.
Faktor Honggo Wendratno sebagai pemilik lama selalu jadi sandungan. Sebenarnya masih seberapa kuat dia di TPPI?
Yang saya tahu, memang waktu itu kesepakatannya sampai tidak jadi karena ada kemampuan dia untuk menakut-nakuti. Seperti, "hati-hati lho, ini nanti ada KPK". Tidak tahu bagaimana dia bisa begitu kuat. Tapi sebenarnya, dari sisi hukum, dia lemah. Dia kan MYB-nya default.
Presiden menginstruksikan Pertamina langsung ambil?
Ada semangat, kalau BUMN bisa masuk, kenapa tidak? Dan logisnya memang siapa pun yang mau menghidupkan TPPI harus melibatkan Pertamina. Soalnya, siapa lagi pembeli hasil kilangnya kalau bukan Pertamina? Pertamina memang harus ikut. Tinggal bagaimana nanti masuknya, itu keputusan korporasi saja. Apa mau ekspansi atau jadi pemegang saham mayoritas di sana. Pemerintah tetap mendorong agar Pertamina terus aktif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo