Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perusahaan Penampung Alumni

Seratusan mantan pegawai BPPN akan masuk sebagai karyawan Perusahaan Pengelola Aset. Mereka akan digaji tinggi, dengan biaya operasional hingga Rp 300 miliar per tahun.

5 April 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nada suara Bacellius Ruru di ujung telepon tiba-tiba meninggi begitu mendengar ada rencana memasukkan sekitar seratus mantan pegawai Badan Penyehatan Perbankan Nasional menjadi karyawan inti di Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Komisaris utama perusahaan yang mengelola aset limpahan dari BPPN itu menegaskan bahwa prosesnya tidak akan terjadi otomatis dan segampang itu. "Harus ada kriteria yang dipenuhi," katanya. Rencana yang dikemukakan Direktur Utama PPA, Mohamad Syahrial, Kamis pekan lalu itu memang mengundang banyak tanya. Selain kurang lazim dalam merekrut karyawan untuk sebuah perusahaan milik negara, cara ini tentu gampang memicu kecurigaan. Seorang petinggi di Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara bahkan menangkap kesan, Syahrial sengaja merancang PPA sebagai tempat singgah bagi rekan-rekannya sesama pejabat BPPN, yang akhir Februari lalu sempat menikmati pesangon hingga Rp 237 miliar. Lebih dari itu, mereka yang kurang setuju dengan model perekrutan ini mengkhawatirkan kelanjutan pengelolaan aset negara tersebut. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Kwik Kian Gie, misalnya, sangat berharap orang-orang yang akan menggerakkan PPA merupakan profesional yang bersih. "Bukannya orang-orang lama yang sudah terbukti tak berprestasi," katanya dalam sebuah kesempatan. Soal "kebersihan" itu pula yang menjadi perhatian Ruru. Karena itu, selain harus mempertimbangkan kapasitas tiap personel yang akan masuk, syarat lain yang harus dipenuhi adalah integritas yang tinggi. "Mestinya terbuka, dan siapa pun boleh masuk jika memenuhi kualifikasi itu," ujar Sekretaris Menteri Negara BUMN tersebut. Namun, menurut Ruru, memang ada beberapa alasan teknis mengapa orang-orang lama BPPN direkomendasikan ke PPA, sehingga mereka boleh diberi kesempatan. "Terlalu berprasangka kalau kita pukul rata. Makanya dibuat saja kriteria umum yang lebih jelas." Syahrial sendiri agaknya sudah bulat dengan rancangannya itu. Ia menyebutkan bahwa 100-an karyawan inti itu nantinya berstatus tetap. "Semuanya diisi eks karyawan BPPN," katanya. Alasannya, karyawan inti harus menjaga agar fase konsolidasi berjalan cepat. "Supaya pemetaan dan penanganan aset menjadi lebih cepat." Syahrial meyakini, yang bisa melakukan hal itu hanyalah bekas karyawan BPPN, yang sudah mengenal dan pernah menangani aset-aset tersebut. Sedangkan orang yang bukan alumni BPPN hanya akan diberi kesempatan bergabung di perusahaannya sebagai karyawan kontrak. Jumlahnya sekitar 300 orang. Mereka akan diarahkan sebagai tenaga pembantu program penjualan dan mengamankan aset. "Tapi mereka tidak masuk dalam inti," kata dia. Bila proposal Syahrial ini tembus dalam rapat umum pemegang saham yang akan digelar pekan-pekan ini, boleh dibilang PPA ini tak lebih merupakan lanjutan BPPN. Sebab, kecuali dalam hal kewenangan litigasi dan tugas penjaminan bank yang tak lagi ada, hampir semua pekerjaan mereka sama. Para pejabatnya pun tetap akan digaji tinggi, dengan biaya operasional hingga Rp 300 miliar per tahun. Namun, Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Darmin Nasution mengingatkan, sebagai perusahaan negara, PPA harus tunduk pada ketentuan umum mengenai pengelolaan perusahaan negara, termasuk dalam soal gaji. "Mereka usul boleh saja. Nanti akan dipertimbangkan." Dalam soal gaji, tampaknya Syahrial tak keberatan. Bahkan kalaupun untuk itu ia harus menerima gaji lebih kecil daripada ketika menjabat Deputi Ketua BPPN Bidang Asset Management Credit. Waktu itu dia memperoleh sekitar Rp 110 juta per bulan. "Kami ikuti aturan saja." Y. Tomi Aryanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus