Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Pinjaman Pegadaian Meningkat Jadi Rp 84,18 Triliun, OJK: Digunakan untuk Penuhi Kebutuhan Sehari-hari

Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman, mengungkapkan tingkat penyaluran pinjaman industri pegadaian mengalami kenaikan 25,83 persen secara year on year (yoy).

1 Oktober 2024 | 21.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman, mengungkapkan bahwa tingkat penyaluran pinjaman industri pegadaian mengalami kenaikan 25,83 persen secara year on year (yoy). Total dana yang pinjaman yang disalurkan mencapai Rp 84,18 triulun per 31 Agustus 2024 lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agusman mengatakan, peningkatan ini salah satunya karena tingginya kebutuhan dari masyarakat. “Peningkatan penyaluran pinjaman karena ada peningkatan permintaan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” terang Agusman dalam konferensi pers, Selasa, 1 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di sisi lain, aset industri pegadaian juga mengalami peningkatan sebesar 23,70 persen secara yoy. Pada akhir Agustus, tercatat total aset industri pegadaian mencapai 101,95 triliun.

Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, sebelumnya menyebut fenomena “makan tabungan” yang dialami masyarakat Indonesia. Kondisi ini bukan hanya dialami oleh masyarakat kelas bawah, tapi mulai menjalar ke kelas menengah.

“Namun, dalam jangka panjang pola ini dapat menjadi sinyal awal bahwa kelas menengah sedang berjuang untuk mempertahankan gaya hidup mereka,” kata Achmad kepada Tempo, Jumat, 27 September 2024.

Menurutnya, tekanan inflasi pada kebutuhan pokok dan energi yang dibarengi gelombang PHK di berbagai sektor, membuat kelas menengah semakin bergantung pada tabungan untuk bertahan hidup. Kendati begitu, kata dia, penurunan tabungan di kelas menengah belum sebesar kalangan bawah.

Selanjutnya, meski deflasi bisa terjadi dalam sektor tertentu, menurut Achmad, kenaikan harga pada kebutuhan pokok seperti pangan dan energi tetap bisa menekan daya beli masyarakat. Hal itu, kata dia, menyebabkan masyarakat terpaksa menggunakan tabungan meskipun harga beberapa barang lainnya menurun.

Selain itu, Achmad menyebut, ketidakpastian global seperti ketegangan geopolitik, krisis pangan, dan krisis energi global turut membebani kondisi ekonomi domestik. Hal ini turut menyebabkan masyarakat beralih ke mode bertahan dengan mengandalkan tabungan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus