Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pjka tanpa bima, pelni tanpa korting

Kereta api Bima Jakarta-Surabaya akan dirombak menjadi kereta turis. jalur ini diganti dengan kereta buatan Rumania. Harganya lebih murah tanpa makan malam. (eb)

22 Desember 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMINAT kereta api Bima masih lumayan. Dari Stasiun Jakarta Kota, setiap hari, sekitar 140 orang bertolak menggunakan jasa angkutan ini ke beberapa kota di sebelah timur. Angka ini menggembirakan, mengingat jatah tempat duduk untuk Jakarta disediakan 160 buah. Secara kasar, hampir 90% tempat duduk Bima, yang berharga Rp 26.500 dan Rp 33.000 ribu, terjual cukup baik dari kota ini. Jadi, agak mengejutkan ketika, pekan lalu, direksi PJKA mengumumkan akan menghapus rangkaian Bima dari atas rel kereta api, mulai minggu ini. Sepuluh gerbong Biru Malam (Bima), yang sudah 17 tahun melayani trayek Jakarta-Surabaya pp itu, akan dimasukkan ke bengkel untuk dirombak," kata T. Hasan Basri, Humas PJKA. Tindakan itu tidak berkaitan dengan menurunnya penumpang. "Penggantian dengan kereta baru dilakukan untuk memenuhi permintaan masyarakat," tuturnya. Kabarnya, kereta buatan Belanda itu akan dimodifikasi menjadi kereta turis. Sebagai gantinya, PJKA akan menempatkan rangkaian kereta berwarna oranye buatan Rumania. Tapi kereta baru itu tak menyediakan tempat tidur seperti Bima. Di kereta ini hanya bisa dijumpai tempat duduk biasa yang bisa diatur sandarannya. Karena itu, setiap gerbong yang berpengatur udara ini bisa mengangkut penumpang lebih banyak. Sedangkan tarif akhirnya harus disesuaikan, untuk jarak Jakarta-Surabaya, misalnya, hampir Rp 19 ribu per orang. Makan malam seperti di Bima, ditiadakan. Direksi PJKA tampaknya ingin segera menyesuaikan diri dengan kenyataan pasar. Dalam tiga tahun terakhir ini, pilihan jasa angkutan makin berkembang dengan baik Garuda dengan penerbangan shuttle service dan Pelni dengan pelayaran ekspres, misalnya. Di sektor angkutan laut, pelayanan terhadap pemakai jasa ini berangsur membaik, sesudah secara bertahap Kerinci, Kambuna, dan Rinjani, masuk ke jajaran Pelni. Tentu, bukan untuk mengurangi penumpang, jika tarif Kambuna dan Kerinci kemudian perlu disesuaikan lagi. Kenaikan dilakukan dengan mengurangi potongan harga (discount) karcis. Mulai 1 Desember lalu, potongan harga karcis kelas I di Kerinci dikurangi dari 25% jadi 10%, kelas II dari 20% jadi 10%, dan kelas III serta IV dari 15% jadi 10%. Pengurangan potongan harga untuk Kambuna, sudah dilakukan lebih dulu (1 September). Dengan pengurangan potongan ini, maka harga karcis kelas I Jakarta-Ujungpandang di Kerinci, misalnya, menjadi Rp 69.800 untuk penumpang dewasa. Kata Sudharno Mustafa, direktur utama Pelni, pengurangan potongan harga itu sesungguhnya bukan merupakan kenaikan. Tapi merupakan usaha mengembalikan tarif pada harga semula. Sebab, tarif kelas Jakarta-Ujungpandang Kerinci, yang diturunkan dari Rp 75 ribu jadi Rp 57 ribu (Mei lalu), dianggapnya kelewat murah dibandingkan dengan karcis pesawat Garuda yang Rp 136 ribu lebih itu. Nah, supaya modal kerja tidak defisit terlalu besar, penyesuaian harga karcis mendesak dilakukan. Dengan demikian, kata Sudharno, perputaran dana juga bisa dijaga. Di samping itu, sulava, "Kami tidak selalu merengek-rengek minta subsidi yang kelewat besar," tambahnya. Pihak Departemen Perhubungan, yang membawahkan Pelni, rupanya cukup memahami kedudukan badan usaha milik negara itu. "Pengurangan itu merupakan salah satu tahap untuk menghilangkan potongan harga," ujar Dirjen Perhubungan Laut J.E. Habibie. Syukur, tingkat pengisian penumpang, sekalipun potongan harga sudah dikurangi, cukup baik: penumpang kelas I dan II mengisi kamar sekitar 80%, sedang kelas III dan IV terisi hampir 95% untuk Kerinci dan Kambuna. Sekalipun pendapatan dari penjualan karcis positif, "Kalau sekarang disuruh nyicil utang kapal, kayaknya belum ada," ujar Sudharno.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus