Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Manajemen Resiko PT PLN (Persero) Suroso Isnandar menjelaskan rencana pensiun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Suroso menuturkan, pihaknya menggunakan pendekatan coal phase down. Artinya, PLTU batu bara tidak dioperasikan tetapi tidak dibongkar.
"Karena ekonomi kita masih butuh supply energi listrik ini," kata Suroso dalam konferesi pers Hari Listrik Nasional di Jakarta, Rabu, 18 Oktober 2023.
Namun, kata Suroso, PLTU batu bara memiliki usia pensiun. "Secara natural ada waktunya dia harus dimatikan," ujarnya.
Salah satu startegi coal phase down ini mulai diterapkan di PLTU Suraya, Banten. Suroso berujar, PLTU Suralaya pada unit 1, 2, 3, 4, dengan kapasitas masing-masing 400 MW atau total 1.600 MW itu tahun ini masuk masa pensiun. Namun, pemerintah belum membongkar PLTU tersebut untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu masih perlu difungsikan.
Kendati pensiun PLTU batu bara dilakukan bertahap, Suroso mengklaim pihaknya komitmen untuk transisi energi dengan membatalkan rencana pembangunan 13,3 GW PLTU batu bara, yang sebelumnya dimasukkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028. Pembatalan itu, kata dia, telah dimasukkan dalam RUPTL baru yang saat ini masih berprogres.
Pengembangan 21 GW pembangkit EBT
"Lalu bagaimana dengan pembangkit eksisting? Kami ganti 1,1 GW PLTU dengan pembangkit energi baru terbarukan (EBT)," ujar Suroso.
Suroso menuturkan, RUPTL PLN ke depan akan menjadi dokumen perencanaan yang tidak hanya memastikan keseimbangan antara demand dan supply listrik. Namun, mampu menyeimbangkan target penurunan emisi, keandalan sistem, keamanan energi, serta pembiayaan berkelanjutan.
Karena itu, PLN tidak hanya membatalkan rencana pembangunan 13,3 GW PLTU ataupun mengganti 1,1 GW PLTU dengan pembangkit EBT. Lebih lanjut, Suroso mengatakan, PLN akan membatalkan perjanjian pembelian tenaga listrik atau power purchase agreement (PPA) 1,3 GW PLTU; menggantik 800 MW PLTU dengan pembangkit gas; co-firing biomassa pada 41 PLTU dan akan mencapai 52 PLTU pada 2025; program dedieselisasi 1 GW; serta implementasi carbon trading di 26 PLTU.
"Kami juga merencanakan dan mengembangkan 21 GW pembangkit EBT dalam RUPTL PLN yang paling hijau," kata Suroso dalam paparannya.
Pilihan editor: Warga Cengkareng Mengaku Tak Pernah Dapat Peringatan Pelanggaran, Tiba-tiba PLN Beri Denda Rp 33 Juta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini