Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur JETRO Jakarta, Keishi Suzuki mengatakan, Jepang membutuhkan cangkang sawit (palm kernel shell) sebanyak 10 juta ton sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBM). Nilai ekspor yang dihasilkan dari komoditas ini diperkirakan mencapai 100 miliar yen atau setara Rp 13,4 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tentang biomassa Jepang butuh 10 juta ton setahun, sehingga perusahaan sangat memerlukan kestabilan harga dan pasokan dari luar negeri," kata Suzuki dalam diskusi daring, Selasa, 14 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Jepang saat ini terus menggenjot penggunaan energi baru terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan, salah satunya dengan memanfaatkan cangkang sawit dan wood pellet. Pada 2030, Jepang menargetkan dapat memanfaatkan EBT sebanyak 25-35 persen dari total produksi listrik negerinya.
Oleh karena itu, potensi untuk ekspor cangkang sawit dan wood pellet ke Jepang sangat terbuka lebar. Namun memenuhi komoditas ini juga bukan tanpa hambatan.
Suzuki mengutarakan, bahwa selalu mengalami kesulitan dalam mencari stok barang jika tak melewati sindikasi besar. Selama ini pihaknya juga kesulitan menetapkan harga. Padahal sebagai barang sisa dari pengolahan minyak sawit stoknya melimpah dan biaya produksinya pun sangat murah.
Guna memudahkan ekspor, jalur distribusi komoditas ini akan segera dibuat agar biaya pengiriman semakin murah. "Ada biaya lainnya yang akan timbul seperti transportasi, gudang, biaya pengapalan sampai ke Jepang serta biaya lainnya yang ditimbulkan setelah di Jepang, oleh karena itu perlu ada struktur logistik," kata Suzuki.
Sementara itu, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Osaka, Mirza Nurhidayat mengatakan, pemerintah Jepang bakal menerapkan EBT sekitar 14 persen dari seluruh sumber energi yang digunakan tahun ini. Potensi ini sangat besar bagi Indonesia untuk memasok biomassa kepada Negeri Sakura.
Terlebih lagi, pengembangan PLTBM di sana sangat cepat dan populer untuk mengurangi emisi gas karbon. "Tentu ini akan membuka peluang kerja sama yang sangat besar dalam hal pengiriman bahan bakar," kata dia.
Sawit merupakan salah satu komoditas andalan Indonesia dan menjadi penyumbang devisa terbesar setelah batu bara. Berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2019, produksi sawit (minyak sawit dan inti sawit) 2018 tumbuh 6,85 persen menjadi 48,68 juta ton dari tahun sebelumnya.