Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan mencatat pergerakan penumpang selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat atau PPKM Darurat belum turun signifikan. Selama 6-8 Juli 2021, penurunan mobilisasi masyarakat masih di bawah 30 persen atau lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar 30-50 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan bukannya terus menurun, tren pergerakan masyarakat--khususnya di wilayah aglomerasi--selama PPKM Darurat malah naik. “Rasanya malah makin banyak pergerakannya,” ujar Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, dalam konferensi pers pada Jumat, 9 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data yang dihimpun pemerintah, penurunan mobilisasi masyarakat pada 6 Juli 2021 rata-rata sebesar 22,8 persen. Kemudian pada 7 Juli, penurunannya berkurang menjadi 22,6 persen atau lebih kecil dari hari sebelumnya. Sedangkan pada 8 Juli, penurunan mobilisasi hanya sebesar 16,17 persen dibandingkan dengan masa sebelum penerapan PPKM Darurat.
Data ini mendorong Kementerian Perhubungan memperketat perjalanan masyarakat, baik yang menggunakan transportasi umum maupun pribadi. Bagi penumpang perjalanan darat, penyeberangan, maupun perkeretaapian, Adita mengatakan mereka harus menunjukkan surat tanda registrasi pekerja (STRP) atau surat serupa lainnya yang diterbitkan pemerintah setempat.
Syarat itu juga bisa dilengkapi dengan surat tugas yang ditandatangani pimpinan perusahaan. Bila pekerja bertugas di kantor pemerintahan, surat harus diterbitkan oleh minimal eselon II. Surat tugas ini wajib bertempel cap basah atau bertanda tangan elektronik.
Kakorlantas Polri Irjen Istiono mengatakan angkutan roda empat dan roda dua masih mendominasi pergerakan penumpang. Pergerakan itu berasal dari permukiman penduduk atau perumahan.
Adapun wilayah dengan pergerakan tertinggi ialah kota-kota mitra di pinggiran Ibu Kota. Sedangkan di dalam Ibu Kota, tren mobilisasi masyarakat sudah cenderung berkurang.
“Kalau di Jakarta, di Google Maps, sudah mulai hijau. Namun di pinggiran masih ada titik-titik merah,” kata Istiono.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan tren pergerakan penumpang di terminal-terminal kelas A sudah mulai berkurang. Di Terminal Pulo Gebang, misalnya, frekuensi kedatangan bus ke Jakarta turun 30 persen dari semula 124 menjadi 86 unit per hari.
Sedangkan frekuensi keberangkatan bus turun 60 persen dari 159 per hari menjadi 60 unit. “Bahkan dalam satu bus kemarin hanya tujuh orang berangkat dan sudah vaksin. Sangat sedikit sekali,” ujar Budi Setiyadi.
Untuk lalu-lintas penyeberangan di Ketapang-Gilimanuk maupun Merak-Bakauheni, Budi mencatat rata-rata penumpang turun 30-64 persen. Kemudian, pergerakan kendaraan pribadi keluar Jabodetabek melalui Jalan Tol Jakarta-Cikampek melorot 20-30 persen.
Kepala Badan Transportasi Jabodetabek Polana Banguningsih Pramesti menjelaskan, dilihat dari data area traffic control system (ATCS), pergerakan penumpang kendaraan pribadi menuju Jakarta turun 28 persen, sedangkan kendaraan umum 15 persen.
“Yang keluar Jakarta untuk angkutan pribadi turun 24 persen, angkutan umum 12 persen. Tapi ini masih sangat kecil,” ujar Polana.
Penurunan penumpang signifikan selama PPKM Darurat pada periode tersebut baru tampak untuk moda transportasi tertentu, seperti bus jarak jauh yang anjlok 61 persen. Penumpang MRT, kata Polana, juga turun cukup tinggi sebesar 50 persen, LRT 55 persen, dan Railink atau kereta bandara 70 persen.