Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Prabowo Putuskan PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Ini Tanggapan Apindo sampai DPR

Apindo menilai PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah, menunjukkan sensitivitas pemerintah terhadap kondisi perekonomian nasional.

2 Januari 2025 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pameran mobil sport klasik Ferrari di Gedung Arsip Nasional, Jakarta Pusat, Selasa, 14 Maret 2017. Pameran ini merupakan rangkaian acara peringatan ulang tahun Ferrari ke-70. TEMPO/Praga Utama

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto akhirnya mengumumkan PPN 12 persen hanya dikenakan pada barang dan jasa mewah pada Selasa, 31 Desember 2024. Keputusan ini mendapat sambutan, meski dinilai terlambat diumumkan karena rencana kenaikan pajak telah mendorong harga barang-barang naik lebih dulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kenaikan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah lebih positif ke ekonomi, meski saat ini harga barang terlanjur naik karena aturan teknis peraturan Menteri Keuangan (PMK) terlambat terbit,” kata Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Antara, Rabu, 1 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyebut kebijakan penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah, menunjukkan sensitivitas pemerintah terhadap kondisi perekonomian nasional.

Apindo, kata Shinta, menyambut baik keputusan pemerintah untuk membatasi penerapan tarif PPN 12 persen hanya pada barang dan jasa kategori sangat mewah yaitu yang dikenakan PPnBM, sementara barang dan jasa lainnya tetap dikenakan tarif PPN 11 persen dan yang bebas PPN, tetap bebas PPN.

"Kebijakan ini menunjukkan sensitivitas pemerintah terhadap kondisi perekonomian nasional, terutama di tengah daya beli masyarakat yang masih dalam tahap pemulihan serta kondisi dunia usaha yang memang sedang penuh tantangan," ujar Shinta saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Shinta mengatakan, dengan mempertahankan tarif 11 persen untuk mayoritas barang dan jasa, diharapkan konsumsi masyarakat tetap terjaga dan tidak mengalami tekanan lebih lanjut.

Keputusan ini, disebut Shinta, memberikan ruang bagi dunia usaha untuk terus mendorong aktivitas ekonomi tanpa harus khawatir akan dampak signifikan dari kenaikan tarif PPN yang lebih luas.

Dari perspektif bisnis, langkah ini memberikan kejelasan yang dibutuhkan pengusaha untuk merancang strategi mereka di tahun 2025, terutama terkait proyeksi biaya operasional dan daya beli konsumen.

Namun demikian, Shinta mengingatkan pentingnya pelaksanaan kebijakan ini harus diiringi dengan sosialisasi yang jelas dan terperinci.

Sistem Perpajakan Lebih Adil

Chief Economist Permata Bank sekaligus Head of Permata Institute for Economic Research (PIER) Josua Pardede menilai kebijakan PPN12 persen hanya diberlakukan untuk barang mewah mencerminkan upaya menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil.

“Barang mewah dikonsumsi oleh golongan masyarakat berpenghasilan tinggi, sehingga beban pajak lebih proporsional terhadap kemampuan bayar,” kata Josua di Jakarta, Rabu.

Dengan membebani pajak untuk barang mewah, konsumsi barang-barang yang bersifat sekunder atau tersier dapat terkendali, sementara barang-barang kebutuhan pokok tetap terjangkau. Barang yang terkena pajak mewah meliputi kendaraan bermotor dan barang konsumsi premium lainnya.

“Fokus ini memastikan bahwa sektor esensial seperti bahan pangan dan kebutuhan dasar tidak terkena dampak langsung,” ujar dia.

Josua mengatakan, pembatalan kenaikan tarif PPN yang semula akan diberlakukan pada sebagian barang dan jasa ini memang berpotensi mengurangi ruang fiskal karena penerimaan dari PPN barang non-mewah menjadi terbatas.

Namun, dengan menetapkan tarif yang lebih rendah (11 persen), pemerintah dapat mengurangi risiko beban pajak bagi masyarakat luas.

“Tarif PPN yang lebih rendah pada barang non-mewah dapat meningkatkan daya beli masyarakat, mendorong konsumsi domestik, dan menggerakkan sektor riil,” kata Josua.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit memaparkan sejumlah hal yang perlu menjadi perhatian Pemerintah menyoal penerapan PPN 12 persen terhadap barang mewah mulai 1 Januari 2025.

"Dengan pemberlakuan PPN 12 persen sebagai bagian dari penerimaan perpajakan maka hal-hal yang harus menjadi perhatian pemerintah, yang juga telah menjadi atensi sebagaimana dalam pembahasan APBN 2025," kata Dolfie, Rabu.

Pertama, kata dia, penerapan PPN 12 persen diharapkan membuat kinerja ekonomi nasional semakin membaik sehingga ikut berdampak bagi penciptaan lapangan kerja dan peningkatan penghasilan rakyat.

Kedua, pertumbuhan ekonomi berkualitas sehingga akan mendorong penerimaan negara.

Ketiga, pelayanan publik yang semakin baik dan mudah, serta nyaman sehingga rakyat merasakan kehadiran negara.

"(Lalu) efisiensi dan efektivitas belanja negara yang ditujukan dengan penanganan urusan-urusan rakyat sehingga hidup rakyat semakin mudah dan nyaman," ujarnya.

Dia menambahkan pula agar pemerintah melakukan sosialisasi terhadap barang-barang yang masuk kategori mewah kepada publik agar masyarakat mendapatkan informasi secara menyeluruh.

"Pemerintah juga harus menjelaskan dan mensosialisasikan daftar barang dan jasa yang dikualifikasikan mewah, sehingga rakyat mendapatkan informasi yang jelas dan tuntas," tuturnya.

Ini Barang Mewah yang Terkena PPN 12 Persen

Barang dan jasa yang dikenakan tarif PPN 12 persen merupakan barang jasa yang sudah tercantum dalam PMK Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Barang-barang tersebut seperti rumah/apartemen/kondominiun mewah dengan harga di atas Rp30 miliar, pesawat pribadi, kapal pesiar, yacht, kendaraan bermotor mewah, dan seterusnya.

Di luar kategori barang dan jasa mewah tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan bahwa tarif PPN masih tetap di angka 11 persen. Sementara itu, khusus untuk bahan-bahan pokok, pemerintah membebaskan tarif PPN.

Adapun rincian aturan mengenai perpajakan tersebut ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang diteken oleh Menkeu Sri Mulyani pada 31 Desember 2024 dan mulai berlaku per 1 Januari 2025.

Pilihan Editor Sudah Intip Tagihan Listrik Januari 2025 Belum Diskon 50 Persen? Ini Penjelasannya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus