Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Produsen Tekstil Sebut Pemerintah Tak Serius Berantas Impor Ilegal: Pakaian Jadi Label Cina Dijual di Bawah Rp 20 Ribu

APSyFI belum melihat upaya serius pemerintah dalam membatasi produk tekstil impor ilegal yang membanjiri pasar dalam negeri.

11 Juli 2024 | 21.54 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pedagang tengah menata gulungan kain dalam toko di kawasan Cipadu, Tangerang, Banten, Kamis, 11 Januari 2024. Sementara Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, industri industri TPT mengalami perlambatan sejak kuartal ketiga 2022 hingga mencatat penurunan di tahun 2023 sertakondisi ekonomi global menjadi hambatan ekspor dan tingginya stok Cina menyebabkan barang impor legal dan ilegal membanjiri pasar domestik. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) belum melihat upaya serius pemerintah dalam membatasi produk tekstil impor ilegal yang membanjiri pasar dalam negeri. Untuk membereskan persoalan tersebut, Ketua APSyFI Redma Gita Wirawasta menilai perlu adanya kekompakan lintas kementerian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sinergitas antar kementerian ini menjadi krusial, kami melihat sinergitasnya sangat minim. Bukan hanya antara Bea Cukai dan Kemendag, tetapi juga dengan Kementerian Perindustrian dan Ditjen Pajak," kata Redma kepada Tempo, Kamis, 11 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Redma mengatakan di lokapasar atau pasar konvensional, ciri-ciri sandang impor ilegal dapat diketahui dari harganya yang murah. "Di pasar online atau offline pakaian jadi dengan label bahasa Cina beredar dengan harga satuan di bawah Rp 20 ribu," katanya. Redma mengatakan harga itu jauh di bawah Bea Masuk Tindakan Pengamanan yang mencapai Rp 50 ribu per helai.

Dia mengatakan, produk yang menggunakan label bahasa Cina sudah menyalahi aturan labelisasi yang diatur Kementerian Perdagangan. Dengan begitu, kementerian perdagangan bisa bertindak dengan menggelar operasi pasar untuk menindaklanjut praktik tersebut.

Selain itu, kata Redma, Bea Cukai berperan besar untuk mencegah produk-produk tersebut bisa lolos ke pasaran. "Kami belum melihat ada hal signifikan  yang dilakukan oleh Bea Cukai untuk menanggulangi impor ilegal. Hingga saat ini praktik impor borongan masih marak terjadi," katanya.

Redma menyebutkan, industri tekstil dalam negeri sudah terintegrasi dari hulu ke hilir. Industri tekstil dalam negeri pun sudah mencukupi permintaan dalam negeri, sehingga impor produk serupa harusnya diperketat. "Industri tekstil kita bahkan masih bisa melakukan ekspor," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bekarya (IPKB) Nandi Herdiaman, mengatakan banjir produk impor ilegal mematikan secara perlahan usaha konveksi rumahan. Nandi mengatakan pakaian impor tersebut dijual dengan harga sangat murah di pasaran.

Ditanyai soal kebijakan ekspor produk tekstil, Nandi mengatakan tidak jadi persoalan. "Sebab kalau impor, harganya bisa bersaing. Segmen pasarnya juga berbeda. Konveksi rumahan ini lebih ke masyarakat menengah ke bawah," katanya.

Menurut dia, sebelum marak pakaian impor ilegal, produk tekstil hasil konveksi rumahan tetap bisa bersaing di pasaran. "Ini harus segera diselesaikan karena yang paling terdampak adalah pelaku usaha kecil seperti konveksi rumahan," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus