BUTUH tenaga kerja asal Indonesia? Biayanya murah dan tenaga kerja bisa diantar kepada pihak pemesan dalam 15 hari. Itulah iming-iming, yang diiklankan di sebuah surat kabar terbitan Arab Saudi, oleh satu perusahaan pengerah tenaga kerja Indonesia (PPTKI). Iklan itu tak luput dari pantauan Departemen Tenaga Kerja Indonesia (Depnaker). "Kami memberi peringatan keras kepada pengusaha TKI yang memasang iklan di Arab Saudi itu," ujar Soeramsihono, Kepala Pusat AntarKerja Antar Negara (AKAN), kepada wartawan. Bila tak dihiraukan, perusahaan itu akan dimasukkan daftar hitam dan permintaannya tak akan dilayani pemerintah. Ini hanyalah satu contoh ulah PPTKI yang memusingkan Depnaker. Bahkan dua pekan lalu Pemerintah telah mencabut izin 14 perusahaan. Kesalahan mereka: tidak menyetor uang deposito jaminan perlindungan sebesar Rp 20 juta. Sementara itu 69 PPTKI lainnya masih diberi kesempatan hingga Maret 1993. Setoran Rp 20 juta merupakan satu dari sejumlah syarat pendirian PPTKI. "Jika sebuah PPTKI melalaikan kewajibannya pada TKI, maka uang itulah yang dipakai utuk membayarnya," kata Menteri Cosmas Batubara. Belum jelas mengapa ada PPTKI tak menyetorkan uang jaminan. Dan tak mudah mencari konfirmasi dari mereka. Banyak PPTKI yang tak tinggal lagi di alamat resmi yang didaftarkan ke Depnaker. PT Gajah Wisesa, yang ditemui TEMPO di Jakarta, malah menyangkal bahwa izin usahanya dicabut. PT Pundi Kencana Mas lain lagi. Perusahaan ini sejak tiga tahun lalu banting setir menjadi kontraktor -- meski masih memakai nama semula. Seorang karyawannya menjelaskan, izin sebagai pengerah TKI sudah dikembalikan ke Depnaker. Banting setir itu dilakukan karena bidang konstruksi dianggap lebih prospektif. Itu tak sepenuhnya benar. Kalau dilihat besarnya minat pihak luar pada TKI, maka prospek bisnis pengerahan tenaga kerja boleh dikatakan lumayan cerah. Untuk Timur Tengah saja, tahun ini (hingga November) diberangkatkan lebih dari 60 ribu orang. Tahun lalu AKAN meloloskan sekitar 91 ribu TKI. Devisa yang diperoleh dari sektor ini pun membengkak. Selama Pelita IV pengiriman TKI mengalirkan devisa sekitar US$ 364 ribu ke kocek pemerintah. Sedangkan selama Pelita V (hingga September 1992) pemerintah mengantongi sekitar US$ 750 ribu. Jadi hampir dua kali lipat. Menurut PT Albatros Mitra Pertiwi, prospeknya memang cerah. Selama tiga tahun, jumlah TKI yang dikirimkan Albatros setiap tahun naik rata-rata 20%. Sekitar 1.000 TKI telah dikirim, sebagian besar ke Emirat Arab. "Tiap bulan Albatros rata-rata mengirim sekitar 30 orang," ujar Direktur Operasi, Muhamad Ali. Sepintas, PPTKI hampir-hampir tak bermodal. Biaya merekrut dan persiapan, sebesar Rp 110 ribu per orang, dibebankan kepada calon TKI. Biaya kesehatan pun ditanggung TKI. Jadi berapa total biaya yang dibayar mereka? "Hitung saja sendirilah," Ali mengelak. Menurut seorang direktur PT Almas Corp, calon TKI dibebaninya biaya Rp 400 ribu untuk wanita dan Rp 1,5 juta untuk pria. Tenaga wanita dibebani ongkos lebih murah, karena banyak peminatnya. PPTKI menutup biaya mereka lebih dulu, TKI kemudian mencicilnya. Dan Depnaker tak keberatan atas pungutan biaya tersebut. "Ada yang kami setujui, misalnya yang ke Malaysia. Ongkos untuk pembuatan paspor, pemeriksaan kesehatan, dan ongkos ke Malaysia, itu boleh. Yang di luar Malaysia harus seizin Menteri," kata Cosmas. G. Sugrahetty Dyan K., Andi Reza Rohadian, dan Taufik Alwie
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini