Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Proyek Molor Saudara Ipar

Proyek jaringan transmisi listrik Sumatera terancam molor. Tersendat pelaksanaan tender yang ditangani saudara ipar anggota DPR.

30 April 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LADANG di Desa Pertangguhan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, itu rimbun tertutup hamparan pohon kelapa sawit. Jalan masuknya hanya bisa dilalui satu mobil, becek, belum diaspal. Berada sekitar 300 meter di dalam kebun itu, terpancang tiang beton bundar setinggi satu meter. Tiang itu mulai berlumut. Meski tanpa tulisan, tiang itulah satu-satunya penanda bahwa area tersebut milik PT PLN Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I.

Empat tahun lalu PLN membebaskan lahan tujuh hektare di Kecamatan Galang tersebut untuk dijadikan lokasi Gardu Induk Interbus Galang. Proyek senilai Rp 405 miliar itu seharusnya mulai dibangun tahun ini dan tuntas tahun depan sebagai bagian dari sistem transmisi 275/150 kilovolt, yang akan menghubungkan listrik dari Aceh sampai Lampung.

Selama ini jaringan listrik di Sumatera mengandalkan jaringan 150 kilovolt, sehingga lalu lintas setrum kurang efisien karena daya dari pembangkit-pembangkit baru terus bertambah. Walhasil, byar-pet masih sering terjadi di beberapa daerah jika kebutuhan listrik mencapai puncaknya. "Jaringan bertegangan besar seperti di Galang ini kami butuhkan karena daya yang akan dikirimkan juga lebih besar," kata General Manager PLN Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I Said Barmatraf kepada Tempo pekan lalu.

Namun Said, yang baru menjabat pada Januari lalu, harus bersabar menunggu proyek itu terwujud. Nasib dua proyek sistem transmisi 275/150 kilovolt yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun jamak 2011-2013, yakni Gardu Induk Galang dan Gardu Induk Sarulla, kini terkatung-katung dan terancam molor. Dana untuk pembangunan Gardu Induk Interbus Sarulla sebesar Rp 348 miliar.

Tender kedua proyek tersebut sebenarnya digelar pada Mei tahun lalu oleh pejabat sebelum Said, yaitu Bintatar Hutabarat. Panitia lelang mengirimkan rekomendasi pemenang kepada Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan untuk disetujui. Tapi hingga kini keputusan tak kunjung diambil.

Sumber Tempo di Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan mengungkapkan keputusan belum bisa diambil karena Direksi PT PLN (Persero) justru merekomendasikan agar proses tender kedua proyek tersebut diulang. PLN Pusat mengendus kejanggalan dalam tender di bawah pimpinan Bintatar. Mereka mencurigai terjadinya manipulasi karena panitia lelang memenangkan dua perusahaan "nyaris" tanpa persaingan. Modusnya, beberapa peserta tender dikalahkan dalam tahap prakualifikasi hanya karena alasan administratif. "Sisanya dua perusahaan. Karena proyek ada dua, pekerjaan pun dibagi," katanya.

Kecurigaan Direksi PLN bertambah karena harga trafo, komponen utama proyek ini, yang disodorkan calon pemenang sekitar Rp 60 miliar per unit. Padahal trafo dengan tegangan lebih besar yang pernah dibeli PLN, yakni 500/150 kilovolt, harganya kurang dari Rp 40 miliar.

Sejak saat itu beberapa kali rapat digelar di kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan. Pembahasan yang diikuti Direksi PLN juga mengundang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasil pemeriksaan BPKP yang diserahkan Januari lalu sependapat dengan rekomendasi Direksi PLN.

Entah mengapa, awal bulan lalu Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jarman justru meminta kajian hukum kepada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara. Jarman, yang mengaku sedang berada di Kalimantan Timur dalam pesan pendeknya pekan lalu, tak bisa dihubungi lagi sejak Tempo menyampaikan persoalan ini.

Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Burhanudin membenarkan sedang mengkaji kasus ini. Telaah yang dilakukan timnya hanya memeriksa kepatuhan tender terhadap peraturan, bukan aspek material yang dilelang. "Kami tak mengkaji apakah tender itu kemahalan atau terjadi korupsi," ujarnya tanpa bersedia mengungkapkan hasil sementara kajiannya. "Sedang finalisasi, pekan-pekan ini kami kirimkan kepada pemohon."

Sumber Tempo mencurigai adanya tekanan politik di balik berlarutnya keputusan tender ini. Biasanya tak perlu waktu lama bagi Kementerian untuk menerima rekomendasi Direksi PLN. Apalagi jika dalam proses pengadaan ditemukan harga yang tak masuk akal. "Sudah banyak yang tahu Bintatar bukan pegawai PLN biasa," kata si sumber.

Nama Bintatar dua tahun terakhir kerap muncul di media lokal Sumatera Utara. Sebagian besar mengabarkan dugaan manipulasi proyek. Bulan lalu namanya kembali muncul dalam demonstrasi antimafia listrik di Medan dan Jakarta. Di lingkungan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan dan PLN, dia disebut sebagai "titipan" Effendi Simbolon, Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat yang juga adik ipar Bintatar.

Bekas petinggi PLN menceritakan, jabatan penting Bintatar di Sumatera Utara sejak 2009 juga tak terlepas dari peran Effendi. Padahal sebelum itu Bintatar, yang masih menjabat manajer operasional di Medan, tak termasuk dalam tiga nama hasil uji kelayakan dan kepatutan yang direkomendasikan Direksi PLN kepada Kementerian. "Tahu-tahu Sekretaris Jenderal Kementerian malah menunjuk dia," ujarnya.

Pada akhir 2009 dan 2010, Direksi PLN juga tak menempatkannya dalam daftar nama teratas calon general manager di Sumatera Utara. "Kata orang Kementerian tak usah cari masalah. Tunggu saja tiga tahun," ujarnya. Seorang general manager di PLN rata-rata otomatis lengser setelah tiga tahun berturut-turut menjabat. Sejak akhir tahun lalu, Bintatar kembali ke kantor pusat PLN sebagai anggota staf fungsional.

Sudah lama Direksi PLN menerima cerita miring mengenai proyek-proyek yang ditangani Bintatar. Masalahnya, meski tetap sebagai pegawai PLN, General Manager Unit Induk Pembangunan mempunyai wewenang luar biasa karena juga menjadi pejabat pembuat komitmen proyek-proyek yang dananya berasal dari anggaran negara, PLN, atau pinjaman dan hibah.

Untuk proyek APBN, Bintatar bertanggung jawab langsung di bawah Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan sebagai kuasa pengguna anggaran. Bahkan, untuk proyek senilai kurang dari Rp 100 miliar, General Manager Unit Induk Pembangunan bisa memutuskan hasil tender tanpa persetujuan Direktorat Jenderal. Adapun untuk proyek dari anggaran PLN, persetujuan Direksi hanya diperlukan terhadap proyek senilai lebih dari Rp 50 miliar. "Jadi memang seperti raja kecil di daerah."

Bintatar membantah semua tudingan manipulasi tender proyek-proyek yang dikerjakannya. Pengadaan, kata dia, dilakukan terbuka oleh panitia tender. "Saya tak bisa mengintervensi mereka," katanya. Dia balik mempertanyakan sikap Direksi PLN yang menolak hasil tender. "Tak ada ketentuan yang mengatur mereka bisa merekomendasikan penolakan kepada kuasa pengguna anggaran."

Effendi Simbolon juga membantah pernah ikut campur dalam karier kakak iparnya. "Dia profesional, tidak ada itu titip-titipan." Dia hakulyakin fitnah terhadap dirinya dan Bintatar diembuskan oleh mafia listrik yang ingin menguasai proyek-proyek di PLN.

Tak satu pun anggota Direksi PLN yang mau berbicara tentang kasus ini. Namun Direktur Konstruksi Nasri Sebayang mengatakan PLN, sebagai penanggung jawab kinerja, dinilai perlu berhati-hati menjalankan proyek APBN. Bagi perusahaan setrum itu, semua proyek, baik kecil maupun besar, sangat penting. "Hal-hal yang bisa menjadi masalah di kemudian hari harus sejak dini kami hindari," katanya.

Agoeng Wijaya, Soetana Monang Hasibuan (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus