Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi menyatakan, PT Pupuk Indonesia akan meningkatkan kapasitas produksi pupuk hingga 2 ton untuk memastikan ketersediaan pupuk bagi petani. Untuk mencapai target tersebut, Pupuk Indonesia berniat merevitalisasi pabrik pupuk yang sudah tua di berbagai daerah serta melakukan ekspansi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Salah satu daerah yang akan diekspansi adalah Papua, karena sumber gasnya melimpah," ujarnya dalam acara Indonesia Future Policy Dialogue yang diselenggarakan Kata Data pada Rabu, 9 Oktober 2024 di Hotel Le Meridien, Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rahmad mengatakan, proyek konstruksi pabrik pupuk di Kabupaten Fak Fak, Papua Barat, akan dimulai pada awal 2025 dan ditargetkan selesai dalam 3,5 tahun. Proyek ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua. “Bangun pabriknya sekitar mungkin 40 bulan atau 3,5 tahun. Mudah-mudahan semua masih on track dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian di Indonesia Timur,” ujarnya.
Selain memastikan ketersediaan pupuk, Rahmad mengatakan, PT Pupuk Indonesia juga akan mengoptimalisasi distribusi dan penebusan pupuk secara digital untuk memastikan pupuk yang diproduksi dapat sampai ke tangan petani dengan tepat dan transparan. “Kami sudah mengimplementasikan digitalisasi end-to-end dari proses produksi sampai ditebus petani di kios dengan menggunakan sistem yang namanya i-Pubers,” ungkap Rahmad.
Dengan aplikasi ini, Pupuk Indonesia dapat memantau setiap proses distribusi pupuk serta memastikan ketepatan dan efisiensi distribusinya. Adapun, Rahmad mencatat, aplikasi ini telah diterapkan lebih dari 27.000 kios pupuk di Indonesia pada awal tahun 2024.
Rahmad juga menyoroti pentingnya keterjangkauan harga pupuk. Sebab, hal ini dapat berpengaruh pada volume pemupukan oleh petani yang juga akan berimbas pada produktivitas pertanian. Rahmad menyebut, tiap Rp 1000 harga pupuk yang naik, dapat menurunkan volume pemupukan urea 13 persen dan NPK 14 persen. “Dampaknya, penurunan produktivitas tanaman pangan bisa mencapai 1,5 ton per hektar, dengan disusul penurunan pendapatan petani mencapai Rp 3,1 juta per hektanya,” ucapnya. Rahmad menegaskan, untuk mencapai swasembada pangan, kedua aspek ketersediaan pupuk serta keterjangkauan pupuk harus terpenuhi.