Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pulau Rempang Masuk Daftar Program Strategis Nasional, Masih Mendapat Penolakan Warga

Badan Pengusahaan (BP) Batam mengatakan bahwa proyek pembangunan Pulau Rempang masuk daftar Program Strategis Nasional (PSN). Masih mendapat penolakan

1 September 2023 | 15.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ribuan warga berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu, 23 Agustus 2023. Dalam aksinya mereka menolak rencana relokasi 16 titik kampung tua di kedua pulau tersebut. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Batam - Badan Pengusahaan (BP) Batam memastikan pengembangan pembangunan Pulau Rempang, Kota Batam atau yang disebut "Rempang Eco-City" masuk dalam daftar Program Strategis Nasional (PSN) tahun 2023. Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, mengatakan, masuknya pembangunan Rempang sebagai PSN 2023 tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Aturan ini disahkan Menko Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto pada 28 Agustus 2023 lalu di Jakarta," kata Tuty pada Jumat, 1 September 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ariastuty menerangkan bahwa pemerintah pusat melalui kerja sama antara BP Batam dan PT Makmur Elok Graha (MEG) bakal menyiapkan Pulau Rempang sebagai kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi. Proyek itu diharapkan bisa mendorong peningkatan daya saing Indonesia dari Singapura dan Malaysia. 

"Kami berharap pembangunan Pulau Rempang memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kepri, khususnya Kota Batam," katanya.

Dengan nilai investasi yang ditaksir mencapai Rp 381 triliun hingga tahun 2080, lanjut Ariastuty, pengembangan Pulau Rempang diharapkan dapat memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi (spillover effect) bagi Kota Batam serta kabupaten atau kota lain di Provinsi Kepri.

"Pengembangan Rempang juga akan membuka ratusan ribu lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat Kepri, khususnya para pemuda di Kota Batam," tambahnya.

Pemerintah Republik Indonesia menargetkan, pengembangan Kawasan Rempang Eco-City dapat menyerap lebih kurang 306.000 tenaga kerja hingga tahun 2080 mendatang. "Tidak hanya itu saja, para pemuda tersebut juga dibekali dengan pendidikan dan pelatihan khusus agar lebih siap menghadapi persaingan industri ke depannya," katanya. 

Proses pembangunan Pulau Rempang tidak serta merta berjalan mulus. Ribuan warga Rempang yang berasal dari 16 kampung tua yang terdapat di Rempang menolak direlokasi akibat pembangunan tersebut. 

Warga tidak menolak pembangunan, tetapi dengan tegas menolak kampung direlokasi. Apalagi kampung mereka memiliki nilai sejarah tradisional, budaya jauh sebelum Indonesia mereka. 

Kondisi saat ini warga terus menjaga ketat kampung mereka dari pematokan lahan yang dilakukan pemerintah. Bahkan yang terbaru beredar foto warga rempang tidur di jalan demi menjaga petugas pematokan lahan tidak masuk kampung tua mereka.

"Kami tidak menolak pembangunan, tetapi kami tidak mau direlokasi," kata Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Rempang dan Galang, Gerisman Ahmad, mewakili warga Pulau Rempang belum lama ini.

Selang beberapa bulan kisruh pembangunan Pulau Rempang mencuat. Beberapa warga yang vokal menolak relokasi dilaporkan ke polisi. Mereka dituduh melakukan berbagai macam kejahatan. Mulai dari pidana pungutan liar pantai, merusak terumbu karang, hingga membabat hutan. 

Yang terbaru, Gerisman Ahmad kembali dipanggil Polresta Barelang. Setidaknya Gerisman sudah lima kali dipanggil polisi. 

Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI, Edy Kurniawan mengatakan, upaya pemanggilan warga Rempang yang menolak relokasi oleh Polda Kepri adalah upaya intimidasi dan kriminalisasi. Modus seperti ini jamak terjadi dalam proses pembangunan proyek skala besar di Indonesia.

Serangkaian intimidasi hukum dan upaya kriminalisasi ini cenderung mencari kesalahan masyarakat yang menolak, seperti menggunakan pasal-pasal pemalsuan, penguasaan lahan dalam kawasan hutan, pasal penyalahan tata ruang, hingga pasal korupsi. “Ini menurut kami adalah kesalahan yang dicari-cari," kata Edy Selasa 15 Agustus 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus