Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan belum ada satu pun proyek infrastruktur pemerintah yang terbukti menggunakan besi banci, sebutan untuk besi yang tidak memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI). Direktur Bina Kelembagaan Dan Sumber Daya Jasa Konstruksi Kementerian PUPR, Bastian Sodunggaron Sihombing, menyebut penggunaan besi untuk konstruksi infrastruktur selama ini diawasi secara ketat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Untuk infrastruktur, belum ada yang bobol, tapi mungkin di rumah-rumah bisa saja digunakan," kata Bastian di Gedung Kementerian PUPR, Kamis, 4 Januari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Bastian, Kementerian PUPR menjaga agar besi tak sesuai standar tersebut tak masuk sampai digunakan di proyek milik pemerintah. "Begitu kontraktor mau menggunakan besi, mereka tawarkan dulu ke kami. Begitu tak sesuai, ya gak boleh," ujarnya.
Sebelumnya, peredaran besi banci kembali terungkap Oktober 2017 lalu. Kepolisian Daerah Sumatera Barat mendapatkan laporan, Toko Besi Sumber Baru milik seorang bernama Widya Kasuma Lawranzi alias Awi yang terletak di Jalan Mohammad Yamin Nomor 185 Padang menjual ribuan besi banci berlabel SNI dengan merek TYRS, AS dan US. Ada juga yang tidak bermerek.
Selang dua bulan, polisi pun menetapkan pemilik Awi, sebagai tersangka dalam kasus perdagangan besi banci. Polisi menduga Awi menjual besi yang tidak sesuai dengan persyaratan SNI 2051.2014. "Iya sudah ditetapkan sebagai tersangka. SPDP juga sudah dikirim ke kejaksaan," ujar Kepala Polda Sumatera Barat Irjen Pol Fakhrizal, Selasa 2 Januari 2018.
Bastian mengatakan potensi penggunaan besi banci untuk proyek infrastruktur bisa dicegah asalkan pimpinan proyek ketat melakukan pengawasan. Namun sebagai pihak pengguna, tuturnya, Kementerian PUPR tidak bisa melakukan tindakan langsung terhadap peredaran besi banci di pasaran. "Itu tugas Kementerian Perindustrian."
Namun demikian, Kementerian PUPR, kata Bastian, tetap berupaya membicarakan persoalan besi banci ini dengan asosiasi besi di Indonesia. Ia mengaku pihaknya mencoba mencegah sejak dari pasaran, tidak hanya saat besi masuk ke konstruksi. "Harapannya kalau sudah bisa jaga di hulu, waktu masuk di pekerjaan konstruksi bisa tetap terjaga," ujarnya.
Sekretaris Direktorat Jendral Bina Konstruksi, Yaya Supriyatna Sumadinata, menilai upaya keras agar besi banci tidak masuk ke konstruksi infrastruktur adalah terkait faktor keaamanan. Ia menyebut besi jenis ini hanya mampu digunakan untuk membangun fasilitas di rumah seperti pagar besi, tidak bisa digunakan untuk kegiatan konstruksi. "Saya pernah liat proses pembuatannya, besi 10 meter ditarik jadi 12 meter, diameter berkurang, kualitas dan kekuatan pun ikut berkurang," kata Yaya.