Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menanggapi seruan boikot terhadap produk yang terkait dengan Israel yang belakangan ramai digaungkan. Gerakan boikot tersebut muncul setelah penyerangan Israel ke Palestina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, masyarakat memiliki hak untuk membeli barang sesuai kebutuhannya. “Memilih membeli dan mengkonsumsi adalah hak konsumen, hak masyarakat dan itu perlu dilindungi” kata Roy saat konferensi pers pada Rabu, 15 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, dengan adanya boikot terhadap produk yang diduga berafiliasi dengan Israel tersebut maka secara otomatis masyarakat diharuskan mencari produk penggantinya. Padahal, belum tentu konsumen cocok dengan produk lain yang digunakan sebagai pengganti tersebut.
“Konsumen yang jadi perhatian. Konsumen itu memilih membeli dan mendapatkan produk, namun kalau tidak tercapai bagaimana, kalau digantikan apakah cocok atau tidak,” ujarnya.
Untuk itu, kata Roy, pemerintah harus segera mengambil tindakan mengenai hal ini. Ia pun mengingatkan kontribusi konsumsi masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
“Pemerintah harus hadir dalam membaca situasi dan kondisi. Artinya perlu ada langkah-langkah adaptif dari pemerintah dalam membaca situasi saat ini,” jelasnya.
Selain itu, aksi boikot yang berkepanjangan juga akan berdampak buruk bagi iklim usaha di Indonesia, baik di sektor hulu maupun hilir.
Aprindo memproyeksikan,apabila terjadi pengurangan konsumsi secara berkepanjangan akibat aksi boikot tersebut maka akan terjadi penurunan penjualan ritel hingga 50 persen.
Tak hanya itu, produsen juga akan ikut terdampak akibat menurunnya jumlah permintaan dari pasar.
“Kalau tergerus suppliernya, investasi bisa kandas, pertumbuhan tidak bisa terjadi, hingga pengurangan tenaga kerja atau PHK,” kata Roy.