Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah kembali usai kunjungan kerjanya yang berlangsung 15-20 April 2024 di Washington DC, Amerika Serikat. Pertemuan ini digelar Grup Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Membahas persoalan kritis pendanaan iklim internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu apa saja yang dibicarakan bendahara Indonesia tersebut?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga Poin Pertemuan
Dalam konferensi pers APBN KiTa, di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan terdapat tiga hal utama dari pertemuan tersebut, yaitu outlook dan risiko ekonomi global, World Bank Evolution, dan pembahasan mengenai agenda perubahan iklim dan penguatan multilateral development bank (MDB).
“Pertama, dominasi mengenai kondisi outlook global dan risiko ekonomi global itu sangat besar, ini artinya dari sisi situasi kondisi mood dan fokus dari para pembuat kebijakan di bidang keuangan negara dan moneter sangat tercipta oleh downside risk atau risiko yang besar dari perekonomian global,” kata Sri Mulyani.
Risiko tersebut salah satunya muncul dari eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah serta Ukraina. Kondisi ekonomi Amerika Serikat dengan Fed Fund Rate yang masih bertahan secara higher for longer juga menimbulkan gejolak di pasar modal, pasar uang, dan arus modal, termasuk nilai tukar.
Dengan kondisi tersebut, ia menuturkan kondisi capital outflow terjadi di semua negara, baik negara berkembang maupun negara maju selain Amerika Serikat.
Menkeu melanjutkan, dalam pertemuan G20 terutama untuk isu perubahan iklim dan penguatan MDB, Indonesia memberikan banyak sekali sumbangan pemikiran dan pengalaman di forum yang sangat prestisius tersebut. Pada pertemuan tersebut Menteri Keuangan mewakili Indonesia juga menyampaikan perkembangan pelaksanaan Just Energy Transition Partnership (JETP).
"Ini karena Indonesia bersama dengan South Africa dan negara-negara lain seperti Vietnam memiliki program JETP dan menjadi fokus perhatian juga transisi energi di Indonesia yang perlu untuk kita kelola karena implikasi dari sisi pembiayaan cukup besar dan signifikan namun itu penting," ujarnya.
Terakhir, Menkeu juga menyampaikan bahwa Indonesia memberikan dukungan dan kontribusi positif untuk G20 Road Map dengan tema better, bigger, dan more effective MDBs sebagaimana diprioritaskan dalam Presidensi G20 Brazil tahun ini.
Menggali Kerja Sama dengan Bank Dunia
Sri Mulyani menggali potensi pengembangan kerja sama dengan Bank Dunia melalui Vice President East Asia and Pacific (EAP) World Bank Group Manuela Ferro.
“Kami membicarakan sejumlah proyek eksisting World Bank di Indonesia, termasuk berbagai potensi area pengembangan kerja sama ke depannya,” kata Sri Mulyani dalam keterangannya, di Jakarta, Senin lalu.
Beberkan Reformasi Kesehatan di Indonesia
Sri Mulyani turut menekankan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), baik pada bidang pendidikan maupun kesehatan. Pasalnya, hal itu merupakan fondasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan setara.
“Bagi negara-negara seperti Indonesia yang memiliki bonus demografi muda, seperti Nigeria, hal ini merupakan investasi yang sangat penting pada tahap awal,” ujar Sri Mulyani dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu, 20 April 2024, seperti dikutip dari Antara. "Itu sebabnya Indonesia menempatkan sumber daya yang cukup besar baik di bidang pendidikan maupun kesehatan."
Ia juga kemudian menjelaskan kalau Indonesia sudah miliki Undang-undang yang mewajibkan penciptaan akses kesehatan meskipun dengan biaya yang tinggi, namun dengan tingkat pengembaliannya yang juga sangat tinggi. Dengan kebijakan itu pula, makin besar dukungan bagi keluarga miskin untuk bisa mendapatkan fasilitas kesehatan secara gratis.
Berbagi Pengalaman Penanganan Covid-19
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan pengalaman Indonesia dalam menangani pandemi COVID-19.
"Kebijakan fiskal Indonesia menghadapi ujian nyata dalam kondisi yang penuh tantangan tersebut, dan terus berlanjut." diuji oleh berbagai guncangan lainnya hari ini,” katanya dalam keterangannya, Senin.
Ia mengatakan, kebijakan tersebut tidak lepas dari diskresi, termasuk pada saat krisis yang juga dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Sri Mulyani mencontohkan, defisit anggaran negara tidak boleh melebihi tiga persen dalam satu tahun anggaran. Diskresi ini merupakan bentuk respon terhadap pandemi yang sedang berlangsung dan hanya diperbolehkan berlangsung selama tiga tahun.
ANTARANEWS
Pilihan editor: Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 Per Dolar AS