Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Riset Next Policy Ungkap PPN 12 Persen Berpotensi Memperparah Kesenjangan Ekonomi

Direktur Next Policy, Yusuf Wibisono, mengatakan kebijakan PPN 12 persen yang akan diterapkan per 1 Januari 2025 ini berpotensi memperburuk kesenjangan ekonomi.

24 Desember 2024 | 08.47 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aksi unjuk rasa Warga Sipil Menggugat menuntut pemerintah membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan berlaku pada 1 Januari 2025 di depan Istana Negara, Jakarta, 19 Desember 2024. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen menuai sejumlah polemik. Direktur Next Policy, Yusuf Wibisono, mengatakan kebijakan yang akan berlaku pada 1 Januari 2025 ini berpotensi memperburuk kesenjangan ekonomi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Yusuf, PPN bersifat lebih regresif dibandingkan pajak penghasilan atau PPh. Hal itu, kata dia, membuat orang miskin berpotensi menanggung beban yang lebih besar dari orang kaya. “PPN lebih bersifat regresif karena dibayarkan saat pendapatan dibelanjakan untuk barang dan jasa dengan tarif tunggal terlepas berapapun tingkat pendapatan konsumen,” kata Yusuf dalam keterangan tertulisnya, Senin, 23 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kondisi itu, menurutnya berpotensi membuat PPN bakal membuat kesenjangan antara masyarakat miskin dan kaya semakin lebar. Ia menjelaskan, dari estimasi pengeluaran rumah tangga pada 2023, dengan tarif PPN 11 persen, konsumen miskin menanggung beban pajak sebesar 5,56 persen dari pengeluaran mereka, sedangkan konsumen kelas atas menanggung 6,54 persen.

Sehingga, beban PPN yang hampir merata ini menunjukkan kenaikan tarif menjadi 12 persen akan semakin menekan daya beli kelompok miskin dan menengah. Simulasi Next Policy menunjukkan, beban PPN terbesar justru ditanggung kelas menengah. Dari estimasi total beban PPN Rp 294,2 triliun pada 2023, sekitar 40,8 persen atau senilai Rp 120,2 triliun dibayar oleh kelas menengah, yang hanya mencakup 18,8 persen dari total jumlah penduduk. “Kelas menengah yang sudah mengalami tekanan ekonomi besar akan semakin tergerus oleh kebijakan ini,” tegas Yusuf.

Menurut Yusuf, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen ini juga akan melemahkan ketahanan ekonomi sebagian besar masyarakat yang kondisinya semakin rapuh, bahkan kelas menengah yang memiliki ketahanan ekonomi tinggi. Kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 2022 menunjukkan penyusutan jumlah penduduk kelas menengah dari 56,2 juta orang atau 20,68 persen  pada Maret 2021 menjadi 52,1 juta orang  atau 18,83 persen atau pada Maret 2023. "Penduduk kelas menengah ini jatuh ke kelas ekonomi yang lebih rendah dengan ketahanan ekonomi yang semakin lemah," ungkap Yusuf.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus