Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBAGAI jantung Jakarta, kawasan Semanggi merupakan tempat seksi untuk berdagang. Persilangan Jalan Sudirman dan Jalan Gatot Subroto itu memenuhi kriteria "3L" yang selalu mengiang di kepala para pengusaha properti: lokasi, lokasi, dan lokasi strategis.
Jadi, tak ada alasan The Plaza Semanggi tak diminati orang. Nyatanya, sejak dibuka pada akhir 2003, gerai-gerai di sana masih lengang, terutama di lantai dasar. Padahal, pada saat pembukaan, Presiden Direktur Grup Agung Podomoro-pemilik 40 persen saham The Plaza-Trihatma Haliman, mengungkapkan 92 persen dari 600 unit gerai yang dibangun di atas lahan milik Yayasan Veteran RI itu sudah habis terjual.
Menurut Kepala Jones Lang Lasalle Indonesia, Lucy Rumantir, konsep penataannya kurang betul. Dengan berada di kawasan pusat bisnis, kata Lucy, mestinya plaza ini dikelola dengan konsep mal, bukan pusat belanja (strata title), yang gerainya hanya disewakan. Belum lagi problem macet.
The Plaza memakai konsep campuran: 30 persen dijual, sisanya sewa. Yang dijual terutama gerai kecil di lantai dasar. "Akibatnya semrawut," kata Lucy. "Pembeli suka-suka menggunakan ruangannya." Penjual telepon seluler berdampingan dengan penjual baju, pedagang elektronik bersebelahan dengan tukang bakso. Pengunjung berseliweran tak jelas kelasnya.
Nita dan Nur merasakan getah salah konsep itu. Gerainya seluas 18 meter persegi sudah lama tutup karena sepi pembeli. "Biaya investasinya mahal," kata Nur. Ia pun pasang pengumuman: "Dijual, butuh uang cepat".
Salah urus serupa menimpa Senayan Trade Center. PT Agung Sedayu mendirikan bangunan tujuh lantai di Jalan Asia Afrika itu untuk kelas strata title. Akibatnya, penjual baju seharga Rp 500 ribu sepotong bersebelahan dengan penjual kaus obral Rp 10 ribuan.
Persaingan yang jomplang itu menjadi bumerang. Toko tutup satu-satu karena salah bidik segmen pembeli. Pertigaan Asia Afrika merupakan pintu dari dan ke Sudirman. Di sana kelasnya Plaza Senayan yang mengusung konsep mal. Senayan Trade kian terjepit setelah Senayan City menjulang megah di seberangnya. "Strata hanya cocok untuk daerah perdagangan, bukan kawasan elite," kata Lucy.
Karena itu, "Kami akan mengambil alih gerai yang sepi," kata Veri Y. Setiady, Direktur Pemasaran Podomoro. Gerai yang dibeli untuk 30 tahun itu disewakan kembali untuk lima tahunan. Kini barang di The Plaza tak lagi jomplang dari lantai ke lantai. Dengan sewa, Veri bisa mengatur penempatan toko, bahkan berkuasa menolak penyewa yang akan menjual barang tapi tak cocok dengan penjual lain.
Lucy menilai langkah The Plaza tepat, karena kawasan Semanggi cocok untuk mal, bukan strata. Lucy, yang ikut memasarkan sejumlah mal Podomoro, membisikkan, perubahan terjadi setelah Lippo Retail membeli saham The Plaza, tahun lalu. Selain Podomoro, Hari Darmawan Corp., Pro Lease Asset Management, dan Grup CNI, kini tercatat Grup Lippo sebagai pemilik saham. "Kalau mereka segera sadar, mal salah kelola bisa cepat disembuhkan," katanya.
Bagja Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo