KODE Etik Jurnalistik PWI melarang setiap wartawan menerima uang
atau imbalan apa pun bila disertai janji untuk tidak menyiarkan
sesuatu yang dapat menguntungkan atau merugikan orang maupun
pihak lain. Tapi kode etik.itu kerap kali dilanggar. Dan di
Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Riau, pelanggaran semacam itu
baru saja terungkap lagi.
- Akmal Atatrik (koresponden majalah. Detik), Marjunis Zen
(majalah Detekti & Romantika), Abdulrahman (bekas wartawan
koran Barata) dan Rokana Soma (koran Sinar Pagi diajukan ke
pengadilan dengan tuduhan berusaha memeras Sutikno alias Tikia
sebesar S$2.000 (sekitar Rp 600 ribu). Uang dalam amplop
tersebut, menurut Tikia, diberikan di rumahnya memenuhi
permintaan keempat terdakwa. Tapi malang, sebelum Marjunis
membuka amplop itu (belum tentu berisi uang) tiga anggota Polisi
Militer ABRI menyergapnya.
Menurut Marjunis, Tikia sengaja menjebaknya. Marjunis dkk
rupanya mencium usaha penyelundupan, yang antara lain dimotori
Tikia, di Pelabuhan Batu VI, Tanjungpinang. Pengawasan terhadap
arus barang impor (dari Singapura) sesudah Operasi Haliiintar
berakhir, menurut keempat wartawan itu, ternyata semakin
kendur--petugas bea dan cukai setempat tidak lagi memeriksanya
dengan cermat.
Tapi majelis hakim -- terdiri dari Muri SH (ketua), R. Subagio
Prasetyo SH dan Rusmadi Cokroatmojo SH -tetap berpendapat
keempatnya terbukti memaksa Tikia menyerahkan, uang S$ 2.000.
Jika permintaan itu tidak dikabulkan, menurut majelis hakim,
keempatnya mengancam akan mencemarkan Tikia di media cetak
masing-masing. Karenanya kemudian, 22 Oktober, majelis
memutuskan Akmal dan Marjunis masing-masing dijatuhi hukuman
tujuh bulan penjara segera masuk. Sedang Abdurrahman dan Rokana
Soma masing-masing lima bulan penjara. Mereka juga diharuskan
membayar ongkos perkara, masing-masing Rp 5.000.
Dalam keputusan tersebut, majelis hakim menyebut bahwa
keempatnya telah mempergunakan profesi kewartawanan untuk
memperoleh keuntungan material secara tidak wajar sehingga
"merusak citra wartawan Indonesia". Tindakan macam apa itu?
Dalam sidang itu, Marjunis Zen mengakui bahwa ia memang pernah
meminta bantuan uang dari Tikia. Uang tersebut digunakannya
untuk membiayai perjalanannya ke Aceh.
Kepada Tikia dan sejumlah pengusaha di Tanjungpinang, Akmal juga
pernah meminta bantuan serupa. Bahkan Marjunis, Abdurrahman dan
Soma membenarkan bahwa pada 11 Juni 1981, ketiganya
masing-masing pernah menerima Rp 30 ribu dari Kho Siak Lim,
bossnya Tikia. Kendati Kho memberikan uang tersebut "dengan
senang hati", majelis hakim (tampak) menganggap perbuatan itu
sebagai pelanggaran berat.
Jika pengadilan mulai ikut menegakkan Kode Etik Jurnalistik PWI,
ada kemungkinan banyak wartawan yang pernah menerima imbalan
akan terjerat. Tapi vonis tersebut "sadis," kata Hanjoyo Putro
SH. Dia bersama Kamaluddin Lubis SH yang menjadi pembela
menyatakan naik banding. Berat atau tidaknya putusan tadi, "biar
pengadilan tinggi saja yang menilainya," sahut Muri SH kepada
Rida K. Liamsi, koresponden TEMPO,
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini