Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kamis siang di lobi kantor sebuah bank pemerintah di Jalan Kramat, Jakarta. Antrean mengular begitu panjang. Orang berdesak-desak untuk satu hal yang sama: memburu dolar. Seorang ibu muda bahkan cuma membeli beberapa puluh dolar. Untuk apa, Ibu? "Oh, saya dititipi kakak yang punya anak di luar negeri," katanya agak sungkan. Ia kembali meneliti selembar puluhan dolar yang sudah lusuh. Ia seperti tak percaya, dengan tampang sedekil itu uang hijau bikinan Amerika Serikat ini harganya begitu mahal.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo