POHON berbunga indah di pandang. Tapi kalau utang? Tentu hanya akan membuat debitur jadi tak tenang. Contohnya PT Sarana Karya (PT SK), yang menggali aspal di Pulau Buton. Gara-gara dibebani utang, sudah satu tahun tak berproduksi. Pada mulanya, utang itu cuma Rp 6 milyar (1987). Entah bagaimana tingkat bunganya, tahun ini pinjaman membengkak jadi Rp 8,5 milyar. Apakah PT SK meminjam dari rentenir? Tentu saja tidak. Lagi pula, utang kan soal biasa, asalkan usaha berjalan lancar. Nah, celakanya justru di situ. Usaha tersendat-sendat, antara lain karena pemerintah (dalam hal ini Departemen PU) dan swasta tidak membeli aspal Buton secara rutin. Kini 360 ribu ton aspal menumpuk di Buton. Memang, 200 ribu ton sudah dipesan, tapi karena kurangnya sarana pengangkutan, swasta baru menggunakan 15 ribu ton. Jadi, baru Rp 165 juta yang masuk ke kocek PT SK. Sementara itu PU lebih suka menggunakan aspal minyak -- khusus untuk kota-kota besar. Sedangkan aspal Buton hanya dipakai buat pembangunan jalan di tingkat kabupaten. Padahal, harga aspal Buton per ton cuma Rp 11 ribu, aspal minyak Rp 30 ribu. Untuk menyelamatkan BUMN yang satu ini, sebenarnya pemerintah bisa meningkatkan sarana angkutan dan memperbanyak pemakaian aspal Buton. Cuma, tampaknya aspal minyak dan semen lebih diprioritaskan -- supaya jalannya awet (barangkali). Nah, kalau begini terus, PT SK kan bisa mati. Apa nggak sayang, itu kan aset nasional?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini