Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Terhambat Masalah Harga

Pembelian kendaraan listrik di Indonesia masih rendah, meski minat masyarakat mulai tumbuh. Harga jadi tantangan penjualan.

15 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Karyawan memeriksa sepeda motor listrik di dealer United E-Motor, Galur, Jakarta 24 Agustus 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Serapan subsidi sepeda motor listrik masih minim.

  • Pembelian kendaraan listrik berpotensi meningkat beberapa tahun ke depan.

  • Harga menjadi hambatan penjualan kendaraan listrik.

JAKARTA - Tinggal 15 hari lagi 2023 usai, tapi kuota subsidi sepeda motor listrik masih tersisa bejibun. Laman resmi Sistem Informasi Bantuan Pembelian Kendaraan Bermotor Roda Dua (Sisapira) menunjukkan kuota subsidi yang tersedia hingga Kamis malam, 14 Desember 2023, masih tersisa 182.175 dari kuota 200 ribu yang disiapkan pemerintah sepanjang tahun ini. 

Hingga kemarin malam, kuota subsidi baru tersalurkan untuk pembelian 8.683 sepeda motor listrik. Sebanyak 6.236 orang masih dalam proses pendaftaran dan 2.906 orang mencapai tahap terverifikasi. Besaran subsidi yang diberikan pemerintah untuk pembelian sepeda motor listrik adalah Rp 7 juta per unit kendaraan per orang.

Rendahnya serapan subsidi sepeda motor listrik itu selaras dengan temuan riset Tempo Data Science. Survei yang mengukur persepsi, pengalaman, dan minat masyarakat pada periode Agustus hingga Oktober 2023 itu menunjukkan penetrasi penggunaan kendaraan listrik masih rendah. Hanya terdapat sekitar 11 persen pengguna sepeda motor listrik dan 2 persen mobil listrik.

Padahal mayoritas masyarakat mengaku telah mengetahui bahwa sepeda motor listrik dan mobil listrik di Indonesia berbeda signifikan dengan kendaraan konvensional berbasis bahan bakar minyak. Angkanya 83 persen untuk sepeda motor listrik dan 70 persen untuk mobil listrik. 

Mayoritas responden juga memiliki persepsi positif bahwa kendaraan listrik hemat biaya karena biaya pemakaian listrik yang lebih murah dari BBM dan minim perawatan. Selain itu, mereka beranggapan bahwa kendaraan listrik ramah lingkungan dan berkontribusi terhadap pengurangan emisi udara.

Namun masih ada kendala utama yang menyebabkan belum banyak masyarakat menggunakan kendaraan listrik. “Kendala utama adalah harga produk kendaraan listrik yang masih dirasa jauh lebih mahal dibanding kendaraan konvensional BBM dengan kualifikasi setara,” ujar peneliti dari Tempo Data Science, Ai Mulyani, dalam laporan yang diterbitkan pada Selasa, 12 Desember 2023.

Survei yang dilakukan Tempo Data Science menggunakan pendekatan kuantitatif melalui kuesioner terstruktur berformat online serta pendekatan kualitatif melalui diskusi kelompok terfokus yang mengelaborasi perilaku lebih mendalam beragam kelompok pemilik sepeda motor listrik, pemilik mobil listrik, pengguna potensial sepeda motor listrik, dan pengguna potensial mobil listrik.
 
Survei kuantitatif melibatkan 1.250 sampel dan memiliki tingkat kepercayaan 95 persen. Survei ini memiliki margin of error 2,33 persen dan responden tersebar di kota-kota besar di Sumatera, Jabodetabek, Jawa Barat, Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, serta Nusa Tenggara. 

Kendati saat ini penetrasi penggunaan kendaraan listrik masih rendah, survei Tempo Data Science menunjukkan indikasi bahwa pasar kendaraan listrik akan tumbuh dalam beberapa waktu ke depan. Survei ini menemukan sekitar 25 persen responden berminat membeli sepeda motor listrik dalam 1-3 tahun mendatang.

Di samping itu, terdapat 12 persen responden yang berencana membeli mobil dalam 1-3 tahun ke depan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 33,7 persen—atau 4 persen dari keseluruhan responden—hendak membeli mobil listrik.

Perkara kemampuan membeli pun terlihat dari kelas sosial peminat kendaraan listrik. Mayoritas peminat mobil listrik, atau 68 persen, berasal dari rumah tangga dengan pendapatan di atas Rp 5 juta per bulan. Hal ini berkebalikan dengan peminat sepeda motor listrik yang mayoritas atau 45 persen justru berasal dari rumah tangga dengan pendapatan di bawah Rp 1,5 juta.

Dari profil pekerjaan, 88 persen peminat mobil listrik berasal dari kalangan pekerja dan 12 persen dari kalangan ibu rumah tangga. Sementara itu, peminat sepeda motor listrik sebesar 62 persen berasal dari kalangan pekerja, 34 persen ibu rumah tangga, dan 4 persen mahasiswa. 

Pengunjung mencoba kendaraan listrik dalam pameran kendaraan di Tangerang. TEMPO/Tony Hartawan

Karakteristik Pengguna Kendaraan Listrik

Melalui survei kualitatif, Tempo Data Science menemukan tiga karakteristik pengguna sepeda motor listrik. Ketiganya adalah pengguna baru, pengguna reguler, dan pengguna antusias. Kelompok pengguna baru adalah mereka yang dalam tahap mencoba dan ingin membuktikan keunggulan sepeda motor listrik. Pengguna reguler adalah kelompok rasional yang melihat manfaat dasar sepeda motor listrik, yakni hemat biaya listrik dan perawatan. Sementara itu, pengguna antusias adalah mereka yang sudah mencoba dan meyakini keunggulan sepeda motor listrik serta ingin mengeksplorasi performa sepeda motor listrik lebih jauh.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengguna baru mayoritas, menyitir hasil survei, berasal dari kalangan ibu rumah tangga. Mereka menggunakan sepeda motor listrik untuk aktivitas rumah tangga, seperti mengantar anak ke sekolah, berbelanja ke pasar, dan berekreasi di seputar kompleks rumah. Pekerja juga masuk kelompok pengguna baru. Mereka berada dalam tahap mencoba sepeda motor listrik untuk komuter ke kantor dengan jarak pendek, 5-10 kilometer. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kelompok pengguna baru umumnya butuh sepeda motor listrik dengan harga murah dan berharap baterai tahan lama,” ujar Ai. Adapun ibu-ibu tertarik pada model yang lucu serta belum mempunyai tuntutan terhadap performa mesin dan build quality atau material fisik berkualitas tinggi.

Pengguna reguler mayoritas adalah para pria yang melihat sepeda motor listrik sebagai sarana andalan pendukung aktivitas mencari nafkah. Segmen ini membutuhkan sepeda motor dengan performa lebih tinggi yang bisa bermanuver dan menempuh jarak sekitar 20 km sekali jalan, tidak lagi hanya di seputar rumah. Selain pada baterai yang awet, mereka tertarik pada harga kompetitif dengan kualitas yang lebih bagus. 

Kelompok terakhir, pengguna antusias, umumnya pria. Mereka banyak tergabung dalam komunitas hobi, seperti touring dan modifikasi. Kelompok ini sudah percaya serta sangat tertarik pada sepeda motor listrik dan perkembangannya.  

Segmen yang berbeda ditemukan di kalangan pengguna mobil listrik. Karena harga mobil listrik lebih tinggi daripada harga mobil BBM dengan spesifikasi setara, umumya pengguna mobil ini merupakan konsumen rasional. Saat ini setidaknya terdapat dua segmen pengguna yang bisa dibedakan berdasarkan harga mobil listrik: kelompok pengguna mobil listrik seharga sekitar Rp 300 juta dan kelompok pengguna mobil listrik dengan harga lebih dari Rp 700 juta.

“Mereka memilih mobil listrik berdasarkan pertimbangan rasional, yakni untuk menghemat biaya listrik dan perawatan. Kebanyakan juga mempertimbangkan usia aman baterai yang digaransi rata-rata sampai delapan tahun,” demikian dinukil dari hasil survei tersebut. 

Kendaraan listrik di Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) di Gedung Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Pelaku Industri Akui Harga Jadi Tantangan

Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto mengakui salah satu hambatan utama dalam penjualan kendaraan listrik, khususnya mobil listrik, adalah harga. “Harganya belum terjangkau masyarakat luas,” ujar dia. Gaikindo mencatat bahwa mobil yang diminati masyarakat adalah yang harganya di bawah Rp 300 juta. Karena itu pula, 65 persen dari total penjualan kendaraan bermotor adalah yang harganya di bawah Rp 300 juta.

Adapun untuk sepeda motor listrik, pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu, melihat rendahnya serapan insentif disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang manfaat sepeda motor listrik yang perlu ditingkatkan melalui sosialisasi ataupun edukasi.

Selain itu, harga awal yang tinggi menjadi hambatan, meskipun ada insentif. Masyarakat juga diperkirakan belum membeli sepeda motor listrik karena keterbatasan model dan pilihan sepeda motor listrik. Masyarakat pun masih mempertimbangkan keterbatasan infrastruktur pengisian daya serta teknologi dan baterai. “Dua faktor terakhir adalah kondisi ekonomi dan pendapatan konsumen mempengaruhi kemampuan mereka untuk membeli. Regulasi yang kompleks dan birokrasi yang rumit juga dapat memperlambat proses pembelian,” tutur Yannes.

CAESAR AKBAR | KHORY ALFARIZI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus