SUASANA pesta mendapat mobil baru terasa di halaman Bina Graha
Sabtu pekan lalu ketika Presiden Soeharto membagi-bagikan 170
buah mobil Moskvitch 1500. Golkar dan dua parpol yang ada
masing-masing kebagian 3 2 buah. Sedangkan sisanya dibagi rata
di antara 24 organisasi profesi dan ormas.
Buat kepala negara sendiri acara di akhir pekan itu tampak cukup
melonggarkan perasaan. Dia sempat memeriksa keadaan mobil. Senda
gurau tak kurang pula muncul dalam upacara tersebut. "Buruh kok
naik mobil pak," 'Sekjen PDI Sabam Sirait nyeletuk begitu Ketua
Umum FBSI Agus Sudono tampil menandatangani naskah serah terima.
"Supaya tidak mogok," ucap Presiden spontan, yang disambut tawa
hadirin.
Ketika Ketua Umum HSNI Sugiharto tampil untuk menerima bagian,
Presiden Soeharto memancing tawa hadirin lagi. "Nelayan
sebetulnya tidak perlu. Karena mereka di laut bukan di darat,"
kata Presiden berkelakar.
Ini merupakan gelombang kedua Presiden membagi-bagikan mobil
sedan buatan Uni Soviet. Untuk pertamakali dia menyerahkan 30
buah mobil Moskvitch kepada Gerakan Pramuka 11 November yang
lalu.
Munculnya mobil-mobil itu di Bina Graha rupanya melalui proses
yang cukup panjang. Seorang di Sekretariat Negara menyebutkan
mobil Rusia dengan lisensi Fiat itu merupakan hasil sitaan.
Kabarnya sudah sejak 8 tahun mobil-mobil itu nongkrong di daerah
pabean tanpa ada pihak yang mau mengurus pengeluarannya.
Sementara sebuah sumber di Departemen Keuangan menyebutkan
importir mobil tersebut kena larangan impor mobil jadi.
Perusahaan tersebut diperintahkan untuk mengekspor kembali.
"Tetapi setelah importirnya tidak melaksanakan perintah
re-ekspor maka semua mobil itu diserahkan kepada Sekneg," kata
seorang pejabat Pabean di Direktorat Jenderal Bea Cukai.
Tetapi siapa importir mobil itu? Orang-orang mungkin masih ingat
Diantiara Corporation PT yang berkantor di Jalan Prapatan,
Jakarta, sebagai agen tunggal Moskvitch. Tetapi sudah hampir
setahun papan nama perusahaan itu menghilang dari alamat
tersebut. Perusahaan itu boleh dikatakan sudah tak bergerak lagi
dan pindah ke rumah Presdirnya, Amzar Loebis di Kebayoran Baru.
Berbadan tegap tinggi, abang wartawan terkenal Mochtar Lubis ini
tidak merasa menterbengkalaikan mobil yang dia impor sendiri.
Membuka setumpuk dokumen yang terdiri dari surat-surat yang
ditujukannya kepada Menteri Perindustrian dan Menteri Keuangan,
dia berkata: "Mana mungkin saya mengeluarkan mobil itu tanpa
adanya surat perpanjangan pengakuan sebagai Agen Tunggal dan CKD
Album Moskvitch 1500 dari Departemen Perindustrian," katanya.
Panas dan Hujan
Surat Pengakuan sebagai Agen Tunggal Moskvitch yang berada di
tangan Diantiara rupanya tak berlaku lagi setelah akhir 1979.
"Sedangkan untuk mengeluarkan barang-barang itu dari daerah
pabean harus ada surat pengakuan tersebut," cerita Loebis.
Bulan Januari 1980 dia sudah mengirimkan permohonan perpanjangan
surat pengakuan. Tidak berjawab dia susuli lagi Menteri
Perindustrian dengan beberapa surat permohonan serupa.
Untuk mengeluarkan 640 buah unit mobil sedan Moskvitch yang
berada di gudang Tanjung Priok dan Cakung dia juga pernah
mengirim surat kepada Menteri Keuangan untuk diperbolehkan
mengeluarkan barang miliknya itu sambil menunggu keluarnya surat
perpanjangan pengakuan sebagai agen tunggal.
Usahanya untuk mengeluarkan mobil buatan Uni Soviet itu menjadi
berlarutlarut setelah Menteri Perindustrian memutuskan penciutan
jumlah merk mobil pada April 1980, persis pada saat-saat
Diantiara mengurus perpanjangan surat pengakuan agen tunggal
dari mobil yang kemudian ternyata kena penciutan. Artinya
setelah stok yang ada habis, tak boleh mobil itu diimpor lagi.
Loebis merasa sangat dirugikan, tentu saja.
Apalagi menurut Loebis pasaran mobil tadi lumayan. Sejak 1975
ada sekitar 500 mobil yang laku terjual. Sebanyak 300 dibeli
perseorangan dan perusahaan taksi. Selebihnya oleh kantor-kantor
pemerintah.
Mungkin karena itu--biarpun ada penciutan--mobil buatan Uni
Soviet itu tetap memberi warna sendiri dalam bisnis mobil. Di
Bursa Mobil Jakarta yang terletak di Arena Promosi dan Hiburan
Jakarta, mobil itu tiba-tiba muncul sejak Oktober yang baru
lalu Dalam sebulan terjual 10 buah. Sekalipun tampangnya kurang
meyakinkan, harganya memang cukup menggoda. "Mana ada mobil
sedan baru seharga Rp 5 juta," kata Nader Thaher, Pres-Dir Bursa
Mobil. Ada pula yang berharga Rp 3,5 juta. Itu tergantung dari
kondisi mobil yang sudah lama dibiarkan di udara terbuka pabean.
Kena panas dan hujan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini