Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sederet Kontroversi Mahfud MD, dari Senggol Kemenkeu hingga Dianggap Jubir KPK

Mahfud MD yang telah resmi diusung jadi cawapres Ganjar Pranowo tercatat sebagai pejabat yang sering disorot karena pernyataannya kontroversial.

18 Oktober 2023 | 15.08 WIB

Mahfud MD. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Mahfud MD. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD resmi menjadi calon wakil presiden dari Ganjar Pranowo, calon presiden yang diusung oleh Koalisi PDI Perjuangan (PDIP). Hal ini diumumkan langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada hari ini, Rabu, 18 Oktober 2023 di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Calon wakil presiden yang akan mendampingi Pak Ganjar Pranowo adalah Bapak Prof. Dr. Mahfud MD,” kata Megawati dalam kegiatan deklarasi calon wakil presiden Ganjar Pranowo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Megawati menyebut Mahfud adalah sosok yang memiliki pengalaman konkret dalam pemerintahan. Sebelum menjabat sebagai Menko Polhukam, Mahfud adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi dan Hakim Konstitusi pada 2008-2013. Selain itu, dia juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan sekaligus Menteri Kehakiman dan HAM pada Kabinet Persatuan Nasional, pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid.

Dalam perjalanannya, ada sejumlah pernyataan kontroversial Mahfud MD hingga menjadi sorotan publik. Apa saja?

Kisruh Transaksi Rp 300 Triliun

Mahfud MD juga pernah berseteru dengan sejumlah anggota Komisi III DPR menjelang rapat yang akan membahas transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Ia dan anggota komisi yang membidangi urusan hukum itu saling berbalas pernyataan mengenai rapat yang bakal pada awal April 2023.

Mahfud menegaskan akan memenuhi panggilan rapat dari DPR untuk membahas dugaan transaksi pencucian uang yang terjadi di Kemenkeu. Dia meminta Komisi III DPR tidak ragu lagi untuk memanggilnya. “Bismillah, mudah-mudahan Komisi III tidak maju mundur lagi mengundang saya,” kata Mahfud dalam cuitan di akun Twitter-nya pada Ahad pagi, 26 Maret 2023.

Dalam cuitan yang sama, Mahfud bahkan menantang tiga anggota DPR lain untuk hadir. Mereka adalah Benny K. Harman, Arsul Sani dan Arteria Dahlan.

Mahfud memang menjadi tokoh utama dari polemik transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kemenkeu. Sebagai Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang, Mahfud adalah orang pertama yang mengungkap adanya temuan tersebut kepada publik.

Selanjutnya: Ucapan Mahfud ini menuai polemik lantaran...

Ucapan Mahfud ini menuai polemik lantaran sempat ditafsirkan sebagai dugaan korupsi yang dilakukan pegawai Kemenkeu yang besarnya sampai ratusan triliun rupiah. Atas terjadinya polemik inilah, Komisi III mengundang Mahfud MD dalam rapat bersama untuk membahas temuan tersebut.

Menanggapi tantangan Mahfud, Arsul Sani dan Benny K. Harman angkat Suara. Benny menantang balik Mahfud untuk membuka dan menerangkan sejelas-jelasnya ihwal dugaan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kemenkeu.

“Jangan mencla-mencle. Kalau dia bilang menantang, justru saya menantang, Mahfud harus berani membuka seluruh datanya. Ini DPR melindungi dia,” kata Benny K Harman di Gedung DPR RI, Senin, 27 Maret 2023.

Sebut LGBT sebagai Kodrat

Menko Polhukam Mahfud Md menjelaskan bahwa tindakan LGBT tidak bisa dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Menurut Mahfud, Undang-undang tidak bisa mempermasalahkan sesuatu yang bersifat kodrati.

"Larangan LGBT enggak bisa dimuat di situ (KUHP baru). Nggak ada larangan LGBT. 'Pak, itu kan hukum agama?' Tapi bagaimana memuatnya?.' LGBT itu sebagai kodrat kan tidak bisa dilarang," kata Mahfud Md seperti dikutip dari akun YouTube KAHMI Nasional, Ahad, 21 Mei 2023.

Mahfud berujar rasa ketertarikan sesama jenis merupakan sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan. Namun, kata dia, rasa ketertarikan itulah yang dilarang oleh Tuhan. Oleh karena itu, Mahfud mengatakan di dalam KUHP yang baru dicantumkan pidana yang bisa jadi turunan dari perilaku LGBT. Misalnya saja, kata dia, adalah berhubungan seksual dengan orang di bawah umur.

"Sehingga apa rumusannya akhirnya? Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana itu yang sekarang, yang akan berlaku kemudian, dikatakan rumusannya (di KUHP), barang siapa yang melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan anak di bawah umur. Kan LGBT itu bisa tercantum ke situ meskipun tidak semuanya," kata Mahfud.

Selanjutnya: Sebut tidak ada pelanggaran HAM...

Sebut Tidak Ada Pelanggaran HAM Usai Reformasi

Saat awal menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD pernah dicap sebagai menteri pembohong karena menyebut tidak ada pelanggaran HAM berat di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi, setelah reformasi 1998. Namun, Mahfud kemudian menjelaskan maksud dari pernyataannya tersebut.

"Dulu awal jadi menteri saya bilang, di era pemerintahan Pak Jokowi tidak ada pelanggaran HAM berat, marah semua. Bohong, baru jadi menteri bohong. (Saya bilang) mana pelanggaran HAM beratnya? Ndak ada memang, kejahatan berat banyak, tapi pelanggaran HAM berat ndak ada," kata Mahfud MD dalam Raker Komite 1 DPD RI, Selasa, 4 Juli 2023.

Walaupun demikian, pernyataan Mahfud kala itu dinilai menyesatkan oleh Kepala Riset Penelitian KontraS, Rivanlee Anandar. "Mengatakan bahwa pasca-reformasi tidak ada pelanggaran HAM adalah narasi menyesatkan," kata Rivanlee dalam siaran tertulisnya, Kamis, 12 Desember 2019.

Menyebut Data dari Veronica Koman Sampah

Aktivis Veronica Koman pernah mengungkapkan bahwa timnya telah menyerahkan data nama tahanan politik dan korban tewas di Papua kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Hal tersebut terjadi saat Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Canberra, Australia pada 2020 lalu.

“Tim kami di Canberra telah berhasil menyerahkan dokumen-dokumen ini langsung kepada Presiden Jokowi. Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar, yang saat ini sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia," kata Veronica melalui siaran persnya.

Mahfud MD kala itu ikut dalam kunjungan kerja Jokowi mengatakan bahwa saat di Canberra banyak orang yang ingin bersalaman dengan Presiden. Bahkan, ada beberapa orang yang menyerahkan surat atau amplop kepada Jokowi.

"Soal Koman itu, saya tahu surat seperti itu banyak. Orang berebut salaman kagum kepada presiden, ada yang kasih map, amplop, surat gitu, jadi tidak ada urusan Koman atau bukan. Kami tidak tahu itu Koman apa bukan. Semua surat dibawa, kan surat banyak," kata Mahfud saat ditemui di Kompleks Istana Bogor, Jawa Barat pada Selasa, 11 Februari 2020.

Kalaupun data Veronica terbawa presiden, kata Mahfud, bisa saja surat itu belum dibuka. "Belum dibuka kali suratnya. Surat banyak. Rakyat biasa juga kirim surat ke presiden, jadi itu anu lah, kalau memang ada ya sampah saja, lah," ujarnya.

Selanjutnya: Polemik provinsi garis keras...

Polemik Provinsi Garis Keras

Saat Pilpres 2019 lalu, Mahfud  pernah mengeluarkan pernyataan tentang ‘Provinsi garis keras’ saat diwawancarai di salah satu stasiun televisi. Dalam wawancara itu, intinya Mahfud menegaskan bahwa kemenangan Jokowi dalam pilpres 2019 sulit dimentahkan. Hanya saja saat ini harus segera dilakukan rekonsiliasi. Pasalnya, di beberapa provinsi yang “agak panas”, Jokowi kalah.

“Tempat kemenangan Pak Prabowo itu diidentifikasi yang dulunya dianggap provinsi garis keras dalam hal agama, misal Jawa Barat, Sumatera Barat, Aceh dan sebagainya, Sulawesi Selatan juga,” kata Mahfud MD. Dia menyarankan rekonsiliasi jadi lebih penting untuk menyadarkan bahwa bangsa ini bersatu karena kesadaran akan keberagaman. “Dan bangsa ini hanya akan maju kalau bersatu."

Penjelasan Mahfud menuai kontroversi. Mantan Staf Khusus Menteri ESDM Muhammad Said Didu merespon cuitan Mahfud dan memintanya membeberkan indikator untuk provinsi garis keras. Said, yang lewat cuitan itu menyatakan diri berasal dari Sulawesi Selatan, bertanya apa indikator yang digunakan sehingga menuduh warga Sulsel adalah orang-orang garis keras.

Menanggapi hal itu, mahfud pun meminta maaf terhadap kontroversi yang timbul akibat pernyataannya. “"Arti garis keras di dalam literatur 'is an adjective describing a stance on an issue that is inflexible and not subject to compromise'. Arti ini tak bisa dicabut karena sudah jadi term dalam ilmu politik secara internasional. Tapi bagi yang salah memahami penggunaan istilah ini saya minta maaf," demikian kicauan Mahfud lewat akun Twitter-nya, Rabu, 1 Mei 2019.

Dianggap Jubir KPK Soal Kasus Mentan

Mahfud juga pernah mengungkapkan bahwa Mentan Syahrul Yasin Limpo ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Mahfud menyatakan telah lama mendengar soal penetapan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka. Menurut dia, KPK telah lama melakukan gelar perkara penetapan tersangka tersebut. 

"Bahwa dia (Syahrul) sudah ditetapkan tersangka saya sudah dapat informasi malah sejak kalau eksposenya itu kan sudah lama, tapi resminya ketersangkaannya itu sudah digelarkan lah," kata Mahfud usai acara program pendidikan Lembaga Ketahanan Nasional di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 4 Oktober 2023.

Sikap Menko Polhukam itu pun dikritik Politikus Nasdem Ahmad Sahroni karena mengungkap status tersangka yang diterima eks Mentan tersebut. Sahroni mengaku kaget dengan pernyataan yang dilontarkan Mahfud. Pasalnya, KPK saat itu belum mengumumkan sosok dari tersangka dalam kasus tersebut. “Sejak kapan Pak Menko jadi jubir KPK?” kata Sahroni kepada wartawan di NasDem Tower, Rabu, 4 Oktober 2023.

RADEN PUTRI | ADIL AL HASAN | MOH KHORY ALFARIZI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus