Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sejumlah Duri dalam Amandemen

11 Maret 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERUTANG itu enak, tapi menjadi pengutang sungguh tidak enak. Segala dukacarita sebagai pengutang itulah yang sekarang dialami Indonesia dalam berurusan dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Kendati bukan berstatus negara jajahan, untuk mengegolkan amandemen UU Bank Indonesia, pemerintah tak lagi leluasa karena harus bersedia mengakomodasi aspirasi IMF. Kalau tidak, sanksi telah menunggu. Seakan menuruti keharusan itu, IMF "menghukum" Indonesia dengan mengulur bantuan 400 juta dolarnya jika sejumlah pasal krusial?versi IMF tentu saja?lolos diamandemen Undang-Undang Bank Sentral. Mestinya uang US$ 400 juta itu cair Desember 2000 lalu. Sumber TEMPO di Bank Indonesia mengungkapkan, IMF khawatir amandemen itu akan menjadikan bank sentral sebagai kasir pemerintah. "IMF cemas jika hasil amandemen itu menempatkan Bank Indonesia di bawah ketiak pemerintah," kata sumber ini. Ada dua pasal yang mengindikasikan kemungkinan itu. Pertama, amandemen pasal 55 ayat 4. Ayat yang tadinya melarang Bank Indonesia membeli obligasi pemerintah?kecuali di pasar sekunder?itu akan diubah sehingga Bank Indonesia boleh membeli langsung obligasi yang diterbitkan pemerintah. Kalau begini, dikhawatirkan, instrumen itu bisa digunakan oleh pemerintah untuk mencari dana segar, khususnya bila kesulitan dana. Ujungnya, inflasi akan melambung karena jumlah uang beredar semakin banyak. Kedua, usul pemerintah soal pasal tambahan. Pemerintah mengusulkan agar dibuat pasal tambahan yang intinya mengizinkan Bank Indonesia memberikan uang muka untuk membiayai APBN jika pemerintah belum punya duit untuk mengongkosi keperluannya. Dana itu akan dilunasi oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang sama. Nah, kalau dalam tahun anggaran itu pemerintah tak punya duit, bagaimana? Itulah repotnya. Menurut sumber di Bank Indonesia, IMF menduga bahwa pembayaran itu hanyalah akal-akalan. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan, Darmin Nasution, membenarkan usul pemerintah agar Bank Indonesia bisa membeli langsung obligasi pemerintah. "Tapi pembelian itu semata-mata untuk menjaga ketidakmampuan market maker di pasar primer menyerap obligasi pemerintah," kata Darmin kepada TEMPO. Maksudnya kira-kira begini: dalam waktu dekat, pemerintah akan memilih 10-12 perusahaan swasta yang bertindak sebagai market maker. Para jagoan itu diharapkan bisa menyerap obligasi yang diterbitkan pemerintah di pasar primer. Jika ternyata para jagoan tak mampu menyerap semuanya, pemerintah mengharapkan Bank Indonesia membeli sisa obligasi itu. "Itu pun kami tidak akan memaksa," ujar Darmin. Soal dana talangan di awal tahun anggaran, juga, menurut Darmin, tidak ada paksaan. "Semuanya kita diskusikan baik-baik dengan Bank Indonesia," katanya. Dan setelah ini, masih perlu diskusi yang lebih berbobot dengan tuan-tuan IMF itu. Wenseslaus Manggut

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus