Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sentuhan Surveyor di Beras Impor

Investigasi Kementerian Keuangan menemukan data surveyor sering tak akurat. BPK menyebutkan ada penyimpangan.

10 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA puluh dua kontainer beras asal Vietnam hingga saat ini masih teronggok di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Namun beras itu tidak lama lagi akan berpindah tempat. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersiap melimpahkan berkas perkara penyimpangan kegiatan impor ke Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.

Menurut Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Susiwijono Moegiarso, tim penyidik telah berkoordinasi dengan jaksa. "Dari penyidikan kami tidak ada keraguan sedikit pun. Bukti-buktinya bisa masuk ke pasal pidana," katanya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Susiwijono menjelaskan bahwa pemilik beras, yakni CV Kusuma Food Indonesia (16 kontainer) dan CV Pangan Sejahtera (8 kontainer), telah menyampaikan pemberitahuan impor barang (PIB). Satu lagi, PT Trimitra Makmur Lohata (8 kontainer) belum mengajukan PIB. Mereka terindikasi mengimpor beras medium Vietnam tapi diberitahukan sebagai beras Thai Hom Mali. Beras jenis Thai Hom Mali seharusnya hanya dihasilkan di Thailand.

Permainan "gelap" para importir beras itu terungkap dalam dokumen hasil investigasi Kementerian Keuangan yang salinannya diperoleh Tempo. Namun permainan ini tak hanya menyeret pemain beras. Dari temuan itu, lembaga surveyor ditengarai terlibat dalam kasus penyimpangan tersebut.

Dalam investigasi, penyidik Bea dan Cukai menemukan kejanggalan dokumen milik CV Pangan Sejahtera. Terdapat perbedaan data uraian barang yang tercatat di surat persetujuan impor (SPI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan dengan yang tertulis di dua dokumen lain, yaitu PIB dan commercial invoice.

Dalam SPI disebutkan, Pangan Sejahtera diizinkan memasukkan Thai Hom Mali dengan kode HS 1006.30.40.00. Namun, dalam PIB dan commercial invoice, nama komoditas itu tak disebut. Pada kolom uraian barang tertulis fragrant rice merek Lotus, produk Vietnam, juga menggunakan kode HS 1006.30.40.00.

Padahal kode HS tersebut hanya untuk Thai Hom Mali. Semestinya fragrant rice memakai kode HS 1006.30.99.00. Begitu juga 400 ton beras milik CV Kusuma Food Indonesia. Kertas SPI mencatatnya sebagai beras wangi bermerek Eagle jenis Thai Hom Mali.

Pemerintah memang mengizinkan impor Thai Hom Mali dan beberapa jenis beras kategori premium dengan harga di atas Rp 9.500 per kilogram. Lantaran harganya di atas harga rata-rata beras konsumsi umum, beras itu dinilai tak akan mengganggu pasar beras lokal yang dipasok petani.

Persoalannya, menurut Susiwijono, uraian barang pada laporan surveyor (LS) berbeda dengan SPI. "Padahal surveyor melakukan pemeriksaan berdasarkan izin yang ada di SPI dari Kementerian Perdagangan," katanya.

Dari dokumen hasil investigasi tadi diuraikan juga, bila SPI mencatat uraian barang adalah Thai Hom Mali, seharusnya surveyor berfokus mengecek persyaratan atau spesifikasi teknis jenis ini. Antara lain, ko-varietasnya harus Kao Dok Mali 105 (KDML-105) dan RD-15 serta panjang rata-rata bulir utuh minimal 7 milimeter. Rasio antara rata-rata panjang dan rata-rata lebar minimal 3 milimeter. Syarat lain, kandungan amilosanya 12-19 persen, pada tingkat kelembapan 14 persen.

Sumber Tempo mengatakan ada kemungkinan surveyor tidak mengecek persyaratan Thai Hom Mali. Indikasinya, berdasarkan geographical indication (GI) yang didaftarkan pemerintah Thailand ke European Commission (EC), Thai Hom Mali adalah merek dagang untuk beras produksi Thailand varietas KDML-105 dan RD-15.

Produk tersebut wajib mendapat sertifikasi dari Departemen Perdagangan Luar Negeri Thailand. "Pada LS dan semua dokumen yang terkait dengan pemeriksaan surveyor, tidak disebutkan sertifikasi tersebut," ujarnya. Keanehan lain, harga barang yang diklaim sebagai beras premium itu cuma US$ 620 per ton atau Rp 7.500 per kilogram (kurs dolar Rp 12 ribu).

Ada lagi, pada commercial invoice yang diserahkan kepada surveyor dicantumkan harga US$ 550 per ton untuk fragrant rice Vietnam. Padahal harga Thai Hom Mali, berdasarkan Rice Market Monitor FAO tahun 2013, dua kali lipat fragrant rice. "Karena itu beras yang diperiksa pasti bukan Thai Hom Mali," kata sumber tadi.

Wakil Pemimpin Kerja Sama Operasi (KSO) Sucofindo dan Surveyor Indonesia Soleh Rusyadi Maryam menolak berkomentar karena belum mendapat hasil investigasi Bea dan Cukai tersebut. "Dokumen yang mana, saya tidak tahu. Kalau menyebut dokumen, spesifik nomor berapa, kami bisa menelusuri," katanya.

Dia menyangkal tudingan yang menyebutkan surveyor tidak independen. Dia juga membantah dugaan ketidakhadiran petugas pemeriksa ke lapangan. "Pasti kami datang. Kami melakukan pemeriksaan menurut prosedur, tidak ada permainan."

Meski disangkal, Badan Pemeriksa Keuangan mengendus adanya penyimpangan yang dilakukan surveyor. Kepala BPK Hadi Poernomo, awal Februari lalu, menyebutkan bahwa dalam sengkarut impor beras ilegal, salah satu kejanggalan adalah tidak transparannya surveyor. Informasi tentang produk tidak dicantumkan secara detail.

Menurut dia, pangkal soalnya adalah pasal dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras juncto Permendag Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag Nomor 12 Tahun 2008. Di situ disebutkan, surveyor dalam menjalankan pemeriksaan inspeksi pra-pengapalan di pelabuhan muat dibiayai oleh importir. "Karena dibiayai importir, terjadi konflik kepentingan," katanya.

Seharusnya, Hadi menambahkan, biaya surveyor dibebankan kepada pemerintah atau negara. Maka tim pemeriksa bisa bekerja profesional tanpa ada konflik kepentingan. Ia menilai sulit menghilangkan konflik kepentingan bila segala kebutuhan surveyor menjadi tanggung jawab importir. Ketika ada penyimpangan, surveyor sulit berpegang pada profesionalisme sehingga mudah dipengaruhi.

Sumber Tempo dari kalangan surveyor tak menampik tudingan tersebut. Ia mengatakan "main mata" antara pemeriksa dan eksportir di negara asal, atau dengan importir di Tanah Air, sangat mungkin terjadi. Apalagi banyak order dilakukan kerja sama operasi (KSO). "Bisa saja KSO yang bermain. Tidak tertutup kemungkinan juga pusat yang main," ia menambahkan.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi berjanji membenahi kinerja surveyor. Ia akan mempertimbangkan rekomendasi BPK agar surveyor dibiayai negara. "Rekomendasi BPK menyebutkan surveyor semestinya dibayar negara. Berarti tuannya kami," katanya.

Soleh Rusyadi membenarkan selama ini timnya dibiayai oleh importir. Pada masa mendatang ia tak keberatan jika biaya ditanggung pemerintah. "Tidak jadi masalah, tidak akan mempengaruhi independensi kami," ujarnya.

Kejelasan, akurasi, dan independensi laporan surveyor inilah yang sangat diharapkan banyak pihak. Kamis pekan lalu, masalah surveyor dibahas dalam rapat koordinasi pangan di kantor Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Peran surveyor dinilai sangat strategis. Sebab, dari 10 ribu lebih kode HS barang yang ada dalam sistem tarif, 17 persen (sekitar 1.740 kode HS barang) wajib melampirkan laporan surveyor.

Sempat terlontar usul agar fungsi ini diambil alih Bea-Cukai. Persoalannya, harus dikaji kemampuan sumber daya lembaga tersebut. Juga dampak terhadap kecepatan layanan di pelabuhan. Rapat juga mencermati rekomendasi BPK agar negara menanggung biaya surveyor. Kalau itu disetujui, paling cepat bisa dilaksanakan pada 2016. "Sebab, anggaran 2015 sudah diajukan pada awal 2014," kata seorang pejabat yang hadir dalam pertemuan itu.

Retno Sulistyowati, Iqbal Muhtarom, Pingit Aria

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus