MASINIS Soeradi, sampai Sabtu lalu masih dirawat di RSU
Purwokerto. Keadaannya kritis, sulit berbicara. Melihat lukanya
yang berat, mungkin ia meloncat dari lokonya. Dan diduga
terhimpit sebuah gerbong.
Biasa membawa kereta dari Sala Balapan ke Jakarta, sejak
berangkat ia sudah ngebut.
KA Maja memang terlambat 21 menit ketika berangkat dari Madiun.
Mestinya pukul 17.00 sudah berangkat. Sampai di Yogya Soeradi
bisa mengejar waktu. Tapi di Stasiun Wojo dan Jenar
(Kulonprogo, Yogya). KA Senja Ekonomi jurusan Yogya Jakarta
mogok menyebabkan KA Maja terhalang, baru pukul 21.35 berjalan
lagi.
Soeradi yang membawa Maja di belakangnya barangkali jengkel.
Toto Suwasto, penumpang KA Maja yang sempat ngobrol dengan
Soeradi menuturkan betapa masinis itu gelisah. "Ia merasa heran
atas pengaturan perjalanan malam itu," katanya. Toto, karyawan
Departemen Perdagangan yang luka ringan itu, sempat menolong
penumpang lainnya.
Chamdiyudin, 28 tahun, petugas restorasi asal Cililin Bandung,
kakinya terpaksa diamputasi. Beberapa detik sebelum terjadi
tabrakan, ia duduk di kursi kosong di BW II. Tiba-tiba terdengar
benturan dan kursi-kursi penumpang menumpuk, menindih kakinya.
Beberapa orang mendongkel kerangka kursi dengan palu (penumbuk
padi) yang dipinjam dari Dukuh Wadasrumpang. Sia-sia. Ia baru
bebas setelah seorang petugas memotong kursi-kursi itu dengan
gergaji besi.
Penumpang Maja lainnya, Handoko Krisdianto, 2 tahun meninggal.
Mahasiswa Faakultas Biologi UGM tingkat sarjana ini mau
menengok calon istrinya, Dra. Enggal Setyowati, di Jakarta.
Februari ini mereka mau menikah. Karena musibah itu, keluarganya
menyelenggarakan upacara pernikahan simbolis.
Di KA Maja, dua di antara yang meninggal adalah Pelda (pens.)
Subardjan dan Peltu (pens.) Wagiran, "pengawal ayam" dari Pasar
Beringharjo (Yogya) ke Jakarta. Sejak berangkat dari rumah
Subardjan sering bercerita tentang tabrakan kepada istrinya.
Sedang Wagiran menyalami ketiga cucunya. Pakaiannya pun lebih
bagus dari biasanya.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, Wagiran sempat
memberitahukan alamat keluarganya. Bahkan menitipkan uang Rp
10,6 juta kepada penolongnya. "Itu uang para pedagang . . . ."
ucapnya lirih. Uang sejuta dalam sebuah kantung yang dibawa
Subardjan juga diselamatkan penduduk Dukuh Wadastumpang.
Kedua jenasah pensiunan itu setiba di Yogya mendapat
penghormatan militer. Dan ratusan pedagang ayam Beringharjo pun
tak ketinggalan memberi penghormatan terakhir.
Seorang gadis yang tertidur lelap di crbong persis di belakang
loko KA Senja terbangun kaget begitu terjadi tabrakan itu.
Dalam gelap, karena listrik padam, ia mendapati dirinya dijatuhi
ranselnya sendiri. "Saya terduduk di bawah kursi, darah mengalir
dari dagu," kata Inka Wurangian, 23 tahun.
Ia mendengar rintihan dan erangan beberapa penumpang lain. Ia
baru sadar bahwa dari arah depan dan belakang gerbong,
besi-besi bercuatan. Ia menjerit. Tapi Inka masih beruntung
duduk di bagian tengah, sebab gerbongnya seperti digencet dari
depan dan belakang.
Di luar hujan makin deras ketika dua turis Jerman memecahkan
kaca jendela. Inka dan penumpang lain turun lewat jendela ke
samping kiri kereta, sebab di sebelah kanan ternyata tebing yang
kokoh dan gelap.
Di RSU Purwokerto, puluhan korban berjajar berdekatan. "Saya
tidak tahan," keluh Inka. "Orang-orang di sebelah-menyebelah
saya mengaduh dan menjerit. Luka-luka mereka dijahit," katanya.
Setelah menginap semalam, esoknya Inka dijemput ayahnya dari
Jakarta. Wajahnya penuh perban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini