Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setumpuk Persoalan Setelah Penandatanganan

Banyak hal belum selesai dalam negosiasi antara Inalum dan Freeport. Masih bisa buyar di tengah jalan.

21 Juli 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Setumpuk Persoalan Setelah Penandatanganan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAPAT kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis pekan lalu, seharusnya membahas penggunaan anggaran pemerintah selama 2018. Tapi pertanyaan yang muncul malah menyangkut rencana akuisisi saham PT Freeport Indonesia oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Awalnya, anggota Dewan dari Fraksi Partai Gerindra, Ramson Siagian, mencecar Menteri Energi Ignasius Jonan. Ia mempertanyakan pokok-pokok kesepakatan atau heads of agreement (HoA) divestasi saham yang ditandatangani kedua perusahaan pada 12 Juli lalu. "Apakah HoA itu mengikat? Apakah akuisisi sudah terjadi?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kemudian Kurtubi berbicara, tapi dengan perspektif berbeda. Anggota Fraksi Partai NasDem-partai yang mengusung Presiden Joko Widodo-ini berusaha meyakinkan bahwa HoA adalah langkah maju ketimbang membiarkan perusahaan tambang di Tembagapura, Papua, itu beroperasi berdasarkan kontrak karya yang merugikan Indonesia. "HoA adalah tahap awal kesepakatan yang harus dilalui. Tidak bisa langsung akuisisi," ujarnya.

Jonan memastikan HoA tidak mengikat. Perjanjian tahap awal ini adalah praktik yang lazim dalam bisnis internasional. Fungsinya menjadi koridor untuk mencapai kesepakatan. Jonan menganalogikan penandatanganan HoA seperti orang bertunangan, tidak mengikat karena belum tentu menikah. "Tapi kalau enggak niat menikah, untuk apa tunangan?" katanya.

Ia menyebutkan beberapa hal penting dalam proses negosiasi. Meski akuisisi dalam pengawasan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berkepentingan memastikan penerimaan negara lebih besar. Adapun Menteri Energi bertugas memastikan pembangunan smelter dan perubahan kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan proses negosiasi yang telah berjalan sejak tahun lalu itu menyepakati struktur dan harga divestasi. Tapi pencapaian utama, menurut dia, bukan soal divestasi ataupun harga, melainkan Freeport akhirnya setuju melepas kontrak karya menjadi IUPK.

Berdasarkan pokok-pokok kesepakatan, Inalum akan mengeluarkan US$ 3,85 miliar (sekitar Rp 55 triliun) untuk membeli hak partisipasi Rio Tinto di Freeport Indonesia, juga 100 persen saham Freeport-McMoRan Inc di PT Indocopper Investama, yang memiliki 9,36 persen saham Free_port Indonesia.

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan transaksi ini rumit karena melibatkan tiga pihak, yakni Rio Tinto, Freeport, dan Indonesia. "Freeport itu ada tiga entitas. Kami mesti deal dengan Freeport-McMoRan, Indocopper Investama, dengan PT Freeport Indonesia." Begitu pula dengan Rio Tinto-ada Rio Tinto Indonesia, Rio Tinto London, dan Rio Tinto SPV yang memiliki Rio Tinto Indonesia. Tapi semua pihak, menurut Budi, berkomitmen menyelesaikan perjanjian jual-beli sebelum akhir 2018.

Fajar Harry Sampurno menyebutkan beberapa masalah sudah selesai, seperti masa pembangunan smelter yang sudah disepakati selama lima tahun. Persoalan lain adalah lingkungan. Pemerintah menghendaki Freeport menyelesaikan urusan lingkungan sebelum Inalum masuk. "Mereka harus mencari jalan untuk menyelesaikannya," tutur Fajar.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya sebelumnya mengatakan Freeport Indonesia masih berkonsultasi mengenai pengolahan limbah tambang. Nantinya, pengolahan tailing akan menjadi bagian dari pokok-pokok perjanjian dengan Inalum.

Kementerian Lingkungan mencatat ada 48 poin kelemahan Freeport soal pengolahan lingkungan. Tapi perusahaan memperbaikinya, sehingga 35 poin di antaranya sudah selesai. "Masih tersisa 13," ujar Siti Nurbaya di kantor Kementerian Keuangan, Kamis dua pekan lalu.

Ia menambahkan, dari 13 poin yang belum selesai itu, 7 poin segera rampung. "Tailing yang paling berat," ucapnya. Khusus ihwal tailing, Siti menjelaskan, pemerintah sedang mengadakan kajian lingkungan hidup karena selama ini tailing dibuang ke sungai. Saat ini sedang disusun pula rencana teknis pengolahan limbah Freeport. Dia menginginkan semuanya terukur, dari teknologi hingga referensi dan pencapaian. "Minggu ini sedang dinilai."

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi Bambang Gatot Ariyono menegaskan, IUPK akan diterbitkan setelah semua persoalan beres, termasuk masalah lingkungan. "Ini sedang dikebut," ucap Bambang. Dengan pembahasan intensif, pemerintah akan segera merampungkan hal yang bisa segera diselesaikan dan memilah hal yang membutuhkan transisi. "Yang penting tidak melanggar," katanya.

Persoalan lain yang sempat membuat negosiasi alot adalah jaminan investasi. Sejumlah pejabat yang mengetahui proses negosiasi ini bercerita, Freeport meminta diterbitkan peraturan pemerintah yang memberi jaminan atas investasi. Pemerintah sempat menolak dengan menawarkan masalah jaminan investasi akan disertakan sebagai lampiran IUPK. Tapi, pekan lalu, Tempo memperoleh salinan rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perjanjian Investasi dalam Rangka Penanaman Modal. Aturan ini memang berlaku umum, tidak menyebut soal Freeport atau perusahaan tertentu secara spesifik.

Pasal 2 rancangan peraturan itu menyatakan, untuk menciptakan kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan dalam pelaksanaan penanaman modal, pemerintah pusat dapat mengikatkan diri dalam suatu perjanjian investasi dengan satu atau lebih penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.

Kategori penanaman modal yang bisa mendapat jaminan antara lain terkait dengan sumber daya alam tidak terbarukan dengan risiko dampak lingkungan hidup yang besar, juga sektor industri dengan prioritas tinggi di tingkat nasional. Selain itu, kegiatan yang terkait dengan upaya mempersatukan dan menghubungkan fungsi-fungsi antarwilayah atau dengan cakupan lintas provinsi. Juga yang berhubungan dengan pelaksanaan pertahanan nasional dan keamanan.

Pemerintah akan menilai perusahaan yang ingin memperoleh manfaat dari perjanjian investasi. Kriterianya: skala usul penanaman modal, kecanggihan teknologi, tanggung jawab sosial perusahaan, dan kontribusi terhadap penerimaan negara. Presiden sendiri yang akan menandatangani perjanjian investasi atas nama pemerintah Republik Indonesia.

Sejumlah pejabat membenarkan adanya rancangan peraturan tersebut. Bahkan para menteri terkait telah membubuhkan paraf. Fajar Harry Sampurno menyebutkan peraturan itu akan dilampirkan di IUPK. Ditemui di sela rapat kerja dengan DPR, Kamis pekan lalu, baik Sri Mulyani maupun Ignasius Jonan menolak menjelaskan soal jaminan investasi. Juru bicara Freeport, Riza Pratama, juga menolak memberi jawaban. Alasannya, perundingan belum selesai. "Saya tidak bisa menjawab sekarang," ujarnya, Jumat pekan lalu.

Masalah lain adalah pengoperasian tambang ke depan. Meski belum diputuskan, ada kemungkinan Inalum akan menyerahkan kursi direktur operasi kepada Freeport. Ahli pertambangan bawah tanah dari Institut Teknologi Bandung, Ridho Wattimena, mengatakan operasi tambang memang sebaiknya digarap pengelola lama. "Mereka sudah memahami kondisi medan," tuturnya. Ia menilai Inalum belum bisa mengoptimalkan peran PT Aneka Tambang Tbk atau Antam, anak usahanya yang juga memiliki tambang emas. Alasannya, Antam belum berpengalaman menggarap tambang superjumbo.

Di luar itu, masih ada sederet persoalan lain yang membuat negosiasi tak bisa cepat. Di antaranya soal lokasi arbitrase bila ada sengketa serta keberadaan komite operasi di Freeport Indonesia yang bisa memotong kewenangan direksi serta pemegang saham mayoritas. Meski begitu, Sri Mulyani optimistis perundingan bisa beres dalam satu-dua bulan sejak penandatanganan HoA. Sebaliknya, Ramson Siagian tak yakin karena terlalu banyak masalah yang masih mengganjal.

Retno Sulistyowati, Khairul Anam, Chitra P.


Akuisisi Kini atau Nanti

PEMERINTAH Indonesia, melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), menyetujui perjanjian pokok divestasi dengan Freeport-McMoRan Inc (FCX) dan Rio Tinto, Kamis dua pekan lalu. Isinya mengenai struktur transaksi dan nilai divestasi. Kesepakatan ini menuai kontroversi. Banyak yang menuding pembelian saham ini merugikan Indonesia karena kontrak karya Freeport sebentar lagi berakhir. Namun pemerintah berpendapat inilah momentum menguasai tambang raksasa di bumi Papua.

Setelah Kontrak Berakhir pada 2021

A. Freeport Berhak Memperpanjang Kontrak

1. Kontrak Karya 1991 memberikan peluang bagi Freeport mengajukan perpanjangan kontrak 2 x 10 tahun hingga 2041. Celah ini membuat pemerintah tak punya alasan untuk menolak atau menahan perpanjangan kontrak.

Pasal 31 ayat 2 Kontrak Karya:
"Pemerintah tidak akan menahan atau menunda persetujuan secara tidak wajar."

2. Jika menolak perpanjangan kontrak, Freeport bisa membawa sengketa ke arbitrase internasional. Pasal 31 ayat 2 melemahkan posisi Indonesia bila kasus ini dibawa ke arbitrase.

3. Beberapa rencana kerja PT Freeport Indonesia yang telah disetujui pemerintah diasumsikan sebagai kegiatan operasional hingga 2041.

B. Tidak Gratis Setelah Kontrak Berakhir
Bila Freeport angkat kaki pada 2021, pemerintah tidak serta-merta mendapatkan tambang Grasberg gratis.

Pasal 22 ayat 1 Kontrak Karya:
"Sesudah persetujuan berakhir, semua kekayaan milik perusahaan di area proyek dan pertambangan--baik yang bergerak maupun tidak bergerak--harus ditawarkan ke pemerintah Indonesia minimal sama dengan harga pasar atau nilai buku. Bila pemerintah tidak berminat, aset bisa ditawarkan ke pasar."
Sebagai perbandingan, nilai aset PT Freeport Indonesia pada 2017 sekitar US$ 6 miliar atau setara dengan Rp 86 triliun. Itu belum termasuk nilai pembangkit listrik Rp 2 triliun.

Untung-Rugi Divestasi Saat Ini

A. Ongkos Akuisisi Lebih Murah

Pemerintah membeli hak partisipasi Rio Tinto lebih dulu untuk menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 51 persen. Harga transaksi ini lebih murah daripada taksiran sejumlah lembaga internasional. Nilai akuisisi akan jauh lebih besar pada 2022 karena seluruh investasi tambang bawah tanah akan selesai pada 2021-2022.

Jalur Memutar Melalui Rio Tinto
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyetujui sistem ijon Rio Tinto dengan FCX untuk mengelola Grasberg. Rio Tinto tercatat memiliki 40 persen kepemilikan hasil tambang (economic interest) PT Freeport Indonesia, sementara komposisi saham perusahaan tetap dikuasai oleh FCX dan Indonesia.
2. Keuntungan ekonomi yang didapat pemerintah Indonesia dan FCX hanya 60 persen, sisanya dinikmati Rio Tinto sebagai pemilik hak partisipasi.
3. Awal tahun lalu, Rio Tinto berencana keluar dari tambang Grasberg. Jika pemerintah tak segera membeli hak partisipasi, Rio akan menawarkan kepada pihak ketiga.

Harga Lebih Rendah
Inalum mengeluarkan US$ 3,85 miliar untuk menguasai 45,6 persen saham PT Freeport Indonesia. Artinya, harga 100 persen saham PT Freeport Indonesia dengan sudah memperhitungkan hak partisipasi Rio Tinto senilai US$ 8,4 miliar. Valuasi harga tidak menghitung cadangan emas.

Mekanisme:
a. Inalum membeli hak partisipasi 40 persen di Rio Tinto = US$ 3,5 miliar
b. Inalum membeli 5,68 persen saham Freeport dari PT Indocopper Investama (pemilik 9,36 persen saham PT Freeport Indonesia) = US$ 350 juta

Perbandingan Harga

1. Tawaran Freeport pada 2016
Jumlah: 10,64 persen saham
Harga: US$ 1,7 miliar
Artinya, nilai 45,6 persen saham setara dengan US$ 7,28 miliar (tanpa memperhitungkan hak partisipasi Rio Tinto)
Setelah memperhitungkan hak partisipasi Rio Tinto, nilai 45,6 persen setara dengan US$ 12,1 miliar
Hitungan pemerintah saat itu: US$ 630 juta untuk 10,64 persen saham

2. Konsultan finansial
HSBC: US$ 3,9 miliar
Morgan Stanley: US$ 3,6 miliar
Deutsche Bank: US$ 3,3 miliar

3. Potensi cadangan Freeport di Papua = US$ 160 miliar

Potensi Pendapatan
Pemerintah berpotensi kehilangan pendapatan pajak dan royalti US$ 6,3 miliar sepanjang 2018-2026 bila divestasi tidak dilakukan segera.

B. Proyeksi Jangka Panjang
Dalam akuisisi ini, Inalum hanya menghitung hasil tambang dan aliran kas yang bisa diproduksi sampai akhir masa kontrak di Grasberg. Ini belum termasuk hasil produksi di Blok Kucing Liar. Pendanaan divestasi berasal dari pinjaman 11 bank asing. Meski dibiayai dari pinjaman, Inalum mengklaim akan untung dari segi ekuitas, kas, dan tingkat pengembalian investasi.
*2018-2019: Inalum sudah mengambil 51 persen saham PT Freeport Indonesia, tapi dividen masih dari 9,36 persen saham.
*2019-2020: Peralihan operasi ke tambang bawah tanah.
* 2022: Kontrak baru. Inalum sudah menguasai 51 persen saham dengan pendapatan penuh.

Proyeksi (US$ Juta)

2018
Royalti: 265
PPh perusahaan: 1.200
Dividen 51 persen: 1.697

2019
Royalti: 132
PPh perusahaan: 38
Dividen 51 persen: 160

2020
Royalti: 174
PPh perusahaan: 341
Dividen 51 persen: 642

2021
Royalti: 197
PPh perusahaan: 576
Dividen 51 persen: 989

2022
Royalti: 215
PPh perusahaan: 710
Dividen 51 persen: 1.192

2023
Royalti: 268
PPh perusahaan: 1.142
Dividen 51 persen: 1.411

2024
Royalti: 295
PPh perusahaan: 1.339
Dividen 51 persen: 1.668

2025
Royalti: 263
PPh perusahaan: 1.083
Dividen 51 persen: 1.550

2026
Royalti: 246
PPh perusahaan: 971
Dividen 51 persen: 1.472

EBITDA (US$ Miliar)
*EBITDA menggambarkan pendapatan sebelum bunga, pajak, dan utang.
*Operasi tambang Grasberg akan berpindah dari open pit menjadi tambang bawah tanah. Akan terjadi penurunan EBITDA sementara pada 2019-2020.
2018: 4
2019: 1,26
2020: 1,79
2021: 2,65
2022: 3,63
2023: 4,5
2024: 4,24
2025: 3,98
2026: 3,93

C. Menjaga Tambang Bawah Tanah
Jika operasi Freeport terhenti, penghentian penambangan berpotensi menyebabkan longsor atau menutup lorong tambang. Metode block caving yang beroperasi di Grasberg adalah yang terumit di dunia.
Ongkos pemulihan tambang: US$ 1,6 miliar per tahun
Potensi penurunan pajak, royalti, dan dividen jika operasi tambang berhenti: US$ 700 juta

D. Demi Ekonomi Papua
Kontribusi tambang terhadap ekonomi Papua:
Produk domestik bruto Papua: 45 persen
Produk domestik bruto Mimika: 90 persen

Setoran Manfaat Finansial 2016
Langsung (pajak, royalti, dividen, bea, dan pembayaran lain): US$ 424 juta
Tidak langsung (gaji karyawan, pengembangan masyarakat, pembangunan daerah): US$ 3,3 miliar

* tahun 2016

Membuka Kesempatan Kerja
128.000 di Papua
110.000 di luar Papua

Kekayaan di Dalam Tanah
Freeport akan sukarela melepas tambang Grasberg jika tak ada emas lagi di dalamnya. Faktanya, cadangan berlimpah di bawah sana.
Cadangan tambang terbukti Grasberg: US$ 160 miliar

Terdiri atas: (dalam US$ miliar)
- Tembaga: 116
- Emas: 42
- Perak: 2,5

Cadangan terbukti *:
Tembaga: 38,8 miliar pon
Emas: 33,9 juta ons
Perak: 153,1 juta ons

Produksi *
Tembaga: 984 juta pon
Emas: 1,55 juta ons
Perak: 85,87 juta ons

Harga *
Tembaga: US$ 3,25 per pon
Emas: US$ 1,29 per ons
Perak: US$ 16,5 per ons

* tahun 2017
Cadangan tambang Kucing Liar:
Tembaga: 8,4 miliar pon
Emas: 5,4 juta ons
Perak: 29,3 juta ons

Naskah: Putri Adityowati | Sumber: Inalum, Pt Freeport Indonesia

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus