Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi atau OTT KPK yang menjerat anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Bowo Sidik Pangarso, turut membawa perseroan badan usaha milik negara, PT Pupuk Indonesia Persero. Bowo, anggota fraksi Golkar, diduga menjadi pelancar terbitnya memorandum kesepahaman penyewaan kapal untuk distribusi barang antara anak usaha Pupuk Indonesia dan PT Humpuss Transportasi Kimia pada 26 Februari 2019.
Baca juga: Pupuk Indonesia Pastikan Direksinya Tak Terjaring OTT KPK
Kepala Komunikasi Publik PT Pupuk Indonesia Wijaya Laksana mengatakan perusahaannya menggunakan jasa HTK untuk mendistribusikan amonia dari Bontang ke Gresik. “Jadi bukan pupuk yang dikirim, melainkan amonia,” katanya saat dihubungi Tempo, Jumat, 29 Maret 2019.
Wijaya mengatakan, sejatinya, kerja sama itu sudah terjalin lama sebelum penandatanganan memorandum 26 Februari 2019 terjadi. Terhitung beberapa tahun sebelumnya, HTK menang tender Pupuk Indonesia. Setelah itulah HTK rutin mengangkut produk amonia Pupuk Indonesia ke Gresik.
Namun, kerja sama itu seret setelah Pupuk Indonesia membangun pabrik baru di Gresik. Pabrik anyar ini mulai beroperasi pada 2018. Praktis, kata Wijaya, perusahaannya tidak rutin lagi menggunakan jasa HTK sebagai distributor barang. Pasca-pabrik berdiri itulah Wijaya mengakui ada upaya HTK membujuk perusahaannya untuk memakai jasa mereka kembali.
“Ya dalam bisnis, itu biasa. Apalagi yang didistribusikan kan amonia, itu murni business to business,” kata Wijaya dalam telepon.
Koran Tempo edisi Jumat, 29 Maret 2019 menulis, HTK meminta Bowo mengupayakan terjalinnya kembali kesepakatan bisnis mereka dengan Pupuk Indonesia. Usaha Bowo berbuah hasil karena pada Februari lalu, HTK dan PT Pupuk Logistik Indonesia, anak perusahaan PT Pupuk Indonesia, menandatangani memorandum kesepahaman.
Salah satu materi yang termuat dalam nota kesepahaman ini adalah difungsikannya kembali kapal milik HTK oleh PT Pupuk Logistik Indonesia. Bowo diduga meminta upah dari HTK atas biaya angkut sebesar US$ 2 per metrik ton. Komisi Pemberantasan Korupsi telah menyita duit senilai total Rp 8 miliar dari tangan Bowo. Bersamaan dengan itu, Bowo ditetapkan sebagai tersangka.
Wijaya meyakinkan, direksi perusahaannya tidak terlibat dalam kasus rasuah yang menjerat Bowo. Adapun kasus yang menjerat politikus Golkar itu pun diklaim tidak ada hubungannya dengan pendistribusian pupuk, baik subsidi maupun non-subsidi.
“KPK memanggil direksi Pupuk Indonesia untuk dimintai keterangan,” ujar Wijaya. Namun, Wijaya mengatakan belum ada laporan mengenai apa saja penjelasan yang disampaikan direksi kepada lembaga anti-rasuah terkait OTT KPK.
KORAN TEMPO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini