Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan perubahan tarif Pajak Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atau PPnBM untuk mobil listrik. Saat ini, tarif PPnBM kendaraan elektrik itu dipayungi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perubahan tarif itu diusulkan untuk membedakan insentif bagi kendaraan listrik berbasis baterai penuh dengan yang plug-in hybrid. "Di aturan eksisting PP 73 Tahun 2019 perbedaan battery electric vehicle yang full battery dan plug-in hybrid itu tidak ada, yaitu pajaknya nol persen dan nol persen," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 15 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kondisi eksisting, menurut Sri Mulyani, menyebabkan para investor yang akan membangun pabrik mobil listrik di Indonesia tidak cukup kompetitif karena insentifnya masih setara dengan yang tidak penuh berbasis baterai atau tidak full battery, alias plug-in hybrid.
"Kita kan menujunya ke baterai yang full. Sehingga para investor mengharapkan adanya perbedaan antara yang full battery dan yang masih ada hybridnya plug in hybrid," tutur Sri Mulyani.
Dengan demikian, Kemenkeu mengusulkan dua skema perubahan tarif PPnBM. Pada skema pertama, untuk mobil jenis BEV pasal 36, PPnBM direncanakan sebesar 0 persen. Adapun untuk PHEV pasal 36 sebesar 5 persen.
Sedangkan untuk mobil jenis full hybrid pasal 26 besaran PPnBM direncanakan sebesar 6 persen. Sementara untuk mobil full hybrid pasal 27 dan pasal 28 direncanakan sebesar 7 persen dan 8 persen. Selanjutnya, untuk jenis mild hybrid tarifnya masih sama seperti sebelumnya.
Sementara untuk skema kedua, Sri Mulyani mengusulkan tarif PPnBm untuk mobil jenis BEV 0 persen, sedangkan untuk PHEV sebesar 8 persen. Selanjutnya, untuk full hybrid pasal 26 diusulkan sebesar 10 persen, pasal 27 sebesar 11 persen, dan pasal 28 sebesar 12 persen.
Adapun tarif PPnBM untuk jenis mild hybrid pasal 29 diusulkan sebesar 12 persen. Selanjutnya untuk jenis mild hybrid pasal 30 dan pasal 31 diusulkan sebesar 13 persen hingga 14 persen. "Perubahan skema 1 ke skema 2 lebih progresif perbedaannya apabila mereka sudah masuk dalam investasi yang signifikan sebesar Rp 5 triliun bagi para industri dan sudah menjalankan produksi secara komersial maka mulai berlaku," ujar Sri Mulyani.