Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Suara Gotong Royong

Koran berbahasa Inggris, The Jakarta Post, terbit, ingin membawa suara Indonesia di negara lain, terutama Asean. Diterbitkan oleh PT Bina Media Tenggara, saham dipegang oleh beberapa penerbitan di Jakarta.(md)

30 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LOGONYA memakai huruf American Ltypewriter bold. Halaman mukanya memuat foto-foto berukuran besar di samping menempatkan peristiwa hangat sebagai berita utama. Maka dengan tebal 8 halaman, The Jakarta Post muncul, 25 April ini, menambah jumlah koran berbahasa Inggris di Indonesia. Dengan menjanjikan a fresh, friendly, entertaining modern journalism, seperti bunyi iklannya, ia akan berebut pasar dengan Indonesian Observer dan The Indonesia Times. Observer yang, sejak 1 April mengganti logonya mirip Bangkok Post, sudah berumur 28 tahun. Sedang Times telah sejak 9 tahun lalu beredar. "Kami ingin membawakan suara Indonesia," kata Eric Samola, SH, direktur utama PT Bina Media Tenggara, penerbitnya. Maksudnya, katanya, The Jakarta Post aP) merupakan surat kabar yang mengidentifikasikan suara Indonesia di ASEAN khususnya dan Asia Tenggara umumnya. Suara JP, kata Samola lagi, bersifat bebas dan tidak memihak golongan. "Juga tidak akan bersifat 'humas'," kata Sbam Siagian, pemimpin redaksinya, menimpali. Sedang Amir Daud, redaktur pelaksananya menegaskan, "tidak akan ada press release yang dimuat." Gagasan menerbitkan JP datang dari kalangan yang dekat dengan pers yang menganggap perlu 'suara Indonesia' menyelusup ke negara-negara ASEAN - yang selama ini belum tergarap koran sini yang berbahasa Inggris. Sementara The Straits Times, terbitan Singapura, makin luas pembacanya di sini. Saham-saham perusahaan JP sebagian besar dipegang harian Suara Karya dan Kompas. Selebihnya pada Sinar Harapan, majalah TEMPO, Harmoko (diambil sebelum menjadi menteri penerangan), dan 10% dicadangkan untuk karyawan. Susunan direksinya: Eric Samola (dirut PT Grafiti Pers yang menerbitkan TEMPO) sebagai dirut dan Sofyan Wanandi (Suara Ka1ya) serta Raymond Toruan (Kompas) sebagai anggota. Para pengasuh JP terhitung kawakan. Amir Daud, 55 tahun, baru Maret lalu pensiun dari TEMPO. Enam tahun bekerja di majalah berita tersebut, ia sebelumnya pernah di harian Pedoman, dan menjadi koresponden kantor berita Jerman Barat, DPA. Seperti halnya Amir Daud, Mohammad Chudori, juga baru saja pensiun dari Antara, setelah bekerja di sana selama 25 tahun terus menerus. Meski bekerja di kantor berita resmi pemerintah, katanya, ia bukan "pegawai negeri atau anggota Korpri." Di JP, jabatannya sebagai publisher, hari-hari ini masih sibuk menyeleksi calon-calon wartawan dan karyawan. "Saya sedih meli hat kenyataan bahwa sulit mencari tenagawartawan, apalagi wartawan berbahasa Inggris," keluhnya. Dari 400 pelamar, yang syaratnya antara lain harus sarjana dan bisa berbicara dan menulis dalam bahasa Inggris, hanya 41 yang lolos dari saringannya. Sedang Sabam Siagian, sudah 10 tahun bekerja di Sinar Harapan, hingga kini masih pembantu umum pada pemimpin redaksi di koran tersebut. Pernah bekerja sebagai staf perwakilan tetap RI di PBB, Siagian pada 1978-1979 mendapat tugas belajar di Niemann Felloships for Journalism Harvard University. Ia merupakan wartawan Indonesia pertama yang mengikuti program untuk para redaktur di lembaga yang sudah berdiri sejak 1938 itu. Sejumlah 15 tenaga sudah terkumpul di JP. Mereka pindahan dari berbagai macam perusahaan pers. "Reporter kami bersifat mengambang - tidak ngepos di kantor-kantor pemerintah," tutur Abdullah Alamudi, koordinator reporter, yang pernah bekerja di BBC di London. Menurut Alamudi, para reporter harus bekerja lebih 10 jam sehari, dengan gaji minimal Rp 200.000. JP diperkenalkan, seperti terlihat pada nomor perdana, dengan ciri lain dari koran biasa: semua berita habis terbaca dalam satu halaman - karena tidak ada berita yang bersambung ke halaman lain. "Supaya uk merepotkan pembaca," kau Amir Daud. Sejumlah kolomnis juga akan membantuJP. Disebut antara lain, dari Dr. Panglaykim, Dr. T.B. Simatupang, Hadi Susastro sampai Iwan Tirta. Seberapa luas pasar koran domestik berbahasa Inggris masih tanda tanya. Yang jelas, "kini pasar harus dibagi tiga," komentar R.P. Hendro, pemimpin redaksi The Indonesia Times. Ia kurang yakinJP mampu membuka pasaran ebih luas. Karena oplah korannya kini, katanya, sudah menyerap 35.000-an pembaca. Tapi Chudori menyatakan bahwa pasaran korannya, kaunya, akan meliputi Singapura, Malaysia, Jepang dan Amerika. Optimistis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus