Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KENAIKAN suhu politik menjelang Pemilihan Umum 2019 seperti awan gelap yang dapat menghambat tanda-tanda awal pemulihan ekonomi kita tahun ini. Setelah kalah dalam pemilihan, pekan lalu hantaman tambahan menimpa Gubernur DKI Jakarta sampai Oktober, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ia menghadapi putusan pengadilan dua tahun penjara yang kontroversial atas tuduhan penistaan agama.
Ini yang memicu ketegangan antara para pendukung Ahok dan kelompok penentang menjelang dan sesudah keputusan pengadilan. Pada hari itu polisi menutup beberapa jalan utama di sekitar gedung pengadilan, sehingga lalu lintas diarahkan ke jalur lain, yang menambah keruwetan dan kemacetan lalu lintas Jakarta. Mengantisipasi ketegangan ini, sehari sebelum putusan pengadilan, pemerintah membubarkan salah satu organisasi kemasyarakatan yang selama ini keras menyerukan agar Ahok segera dipenjarakan, yakni Hizbut Tahrir Indonesia. Organisasi yang bertujuan mendirikan khilafah ini dianggap kerap meruncingkan ketegangan di antara masyarakat serta mengancam keamanan, ketertiban, dan persatuan negara.
Dengan kejadian di atas, tingkat ketidakpastian politik meningkat. Buntutnya tentu saja berdampak negatif terhadap upaya menaikkan investasi, yang sangat diharapkan jadi pendorong pemulihan ekonomi kita.
Namun kekhawatiran ini rupanya belum terlalu terasa di pasar uang ataupun pasar saham kita. Rupiah "hanya" melemah sedikit ke angka 13.360 per dolar Amerika Serikat pada 10 Mei dari level 13.300 dua hari sebelumnya, dan indeks harga saham gabungan beringsut turun ke angka 5.650 dari 5.700 pada periode sama. Sentimen positif ekonomi masih terasa dari pertumbuhan kuartal pertama yang lebih baik daripada perkiraan. Angka pemerintah terbaru menunjukkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,01 persen pada kuartal pertama tahun ini (dibanding kuartal pertama tahun lalu). Perbaikan ini didorong oleh panen yang lebih awal akibat cuaca, juga kenaikan pembelanjaan karena kegiatan pemilihan kepala daerah di beberapa wilayah, serta naiknya angka ekspor.
Awan lain yang berpotensi menghambat pemulihan pertumbuhan adalah kenaikan inflasi, terutama dengan tibanya bulan Ramadan beberapa minggu lagi. Selama Bulan Suci, pemerintah akan memantau ketat harga bahan pangan dan memastikan cukupnya pengadaan untuk memenuhi sisi permintaan yang selalu membesar pada bulan puasa. Inflasi sepanjang April dari bulan sebelumnya relatif rendah pada tingkat 0,09 persen. Kenaikan tarif listrik merupakan penyebab terbesar, tapi ketika itu tingkat harga pangan pokok cukup dapat dikendalikan.
Ekonom cenderung lebih khawatir terhadap inflasi tahun ini, mengingat dampak dari pemulihan ekonomi, kenaikan harga beberapa sumber energi, serta potensi naiknya harga pangan di luar perkiraan. Mereka menduga bahwa faktor-faktor ini yang menyebabkan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga kebijakannya (tingkat repo 7 hari) pada level 4,75 persen.
Bagi pemerintah mana pun, mengatasi inflasi jauh lebih mudah ketimbang menangani naiknya ketegangan politik menjelang pemilihan umum. Kemampuan pemerintah akan diuji dalam mengatasi inflasi pada bulan puasa ini serta dampak dari kenaikan harga berapa sumber energi yang ditentukan pemerintah. Sedangkan di sisi politik, ujian bagi pemerintah adalah seberapa jauh mampu meredam timbul dan melebarnya isu sektarian dan primordialisme yang punya daya rusak besar bagi masyarakat. Tantangan politik ini yang akan jauh lebih berat ketimbang menjinakkan inflasi pada sisa tahun ini.
Manggi Habir
Kontributor Tempo
Kurs | |
Pekan sebelumnya | 13.339 |
Rp per US$ | 13.340 |
Penutupan sesi pertama 12 Mei 2017 |
IHSG | |
Pekan sebelumnya | 5.682 |
5.680 | |
Penutupan sesi pertama 12 Mei 2017 |
Inflasi | |
Bulan sebelumnya | 3,61% |
4,17% | |
Maret 2017 YoY |
BI 7-Day Repo Rate | |
4,75% | |
20 April 2017 |
Cadangan Devisa | |
28 Februari 2017 | US$ miliar 121,809 |
Miliar US$ | 123,249 |
28 April 2017 |
Pertumbuhan PDB | |
2016 | 5,02% |
5,1% | |
Target 2017 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo