Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NADA bicaranya tenang. Kata-kata yang diucapkannya rapi dan teratur ?seperti juga paduan jas, dasi, dan sepatu yang dikenakannya. Ketika membuka percakapan, kalimat pertama yang meluncur dari mulutnya khas merendah gaya Medan, "Sebetulnya apalah awak ini."
Dari namanya memang tak pelak Irsan Tanjung berasal dari Andalas. Berangkat dari dunia akademisi yang senyap?ia guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI)?Irsan kini berlabuh di ranah yang mungkin tak terbayangkan sebelumnya: jagat politik yang ingar-bingar.
Semuanya bermula di awal Agustus 2002. Ketika itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengundang Irsan bersama Subur Budhisantoso dan Achmad Mubarok berbincang di sebuah tempat di kawasan Bambu Apus, Jakarta Timur. SBY mengutarakan keinginannya mendirikan partai politik dengan ideologi nasio- nalisme-religius.
Setelah menyampaikan keinginannya, SBY pamit. Tinggallah Subur, Irsan, dan Achmad berpikir dan bekerja keras mewujudkan cita-cita itu. Mereka, didukung teman-teman lain, akhirnya mendirikan Partai Demokrat. Sesuai dengan keahliannya, Irsan didapuk menjadi salah satu ketua yang mengurusi platform dan kebijakan partai di bidang ekonomi.
Sejak itu Irsan dan tim ekonominya terus-menerus memberi masukan kepada SBY. Mengingat kesibukan SBY yang bertumpuk, baik sewaktu masih menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan maupun setelah mundur dan aktif berkampanye, tak ada waktu tetap bagi tim Irsan bertemu SBY. "Kami mengoptimalkan waktu masing-masing," ujar Irsan, yang pernah menjadi pejabat di Departemen Keuangan.
Irsan juga tergabung dalam tim sukses SBY yang mengurusi substansi kampanye. Bidangnya lagi-lagi ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Sebagai ekonom, pemikiran Irsan tergolong berani. Mengingat pentingnya pertumbuhan ekonomi untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan, ia mengusulkan peningkatan belanja pemerintah dan memperbesar defisit anggaran?sesuatu yang biasanya dihindari kalangan "ekonom konservatif".
Irsan bukan tak menyadari, mesin utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah investasi. Namun, senyampang pemodal asing belum kunjung datang, pemerintah mesti berinisiatif memberi teladan untuk menumbuhkan kepercayaan investor. "Stabilitas fiskal memang perlu, tapi saya lebih suka stabilitas yang dinamis, bukan statis," ujarnya dengan nada bicara yang tetap datar, tak meledak-ledak.
Pola pikir Irsan yang menyempal dari arus utama terlihat pula dalam konsep menangani utang luar negeri. Untuk meringankan beban anggaran, Irsan menekankan pentingnya meminta penjadwalan utang dari negara-negara kreditor. Tak adanya lagi payung multilateral dari Dana Moneter Internasional (IMF) baginya tak membuat jalan tertutup. Pendekatan bisa dilakukan secara bilateral kepada negara-negara pemberi pinjaman. "Hal ini pernah sukses dilakukan pada awal Orde Baru," katanya.
Hari-hari Irsan berkutat dengan konsep mungkin segera berakhir. Setelah SBY hampir dipastikan menjadi presiden, terbuka kesempatan lebar baginya menguji resep-resep ekonominya itu di lapangan. Saat ini pun ia telah terpilih jadi anggota DPR dari Demokrat daerah pemilihan DKI Jakarta. Tapi Albert Yaputra, koleganya yang juga terpilih menjadi anggota DPR dari wilayah Kalimantan Barat, memberi isyarat, "Mungkin Pak Irsan akan segera meninggalkan DPR."
Irsan memang disebut-sebut menjadi salah satu kandidat Menteri Koordinator Perekonomian dalam kabinet mendatang. Soal jabatan ini, Irsan mengaku nothing to lose. "Semua yang menentukan SBY," katanya. Hanya, belakangan ini kesibukannya bertambah. Banyak orang ingin bertemu, telepon genggamnya tak henti berdering.
Percakapan dengan Tempo pun beberapa kali tersendat diselingi telepon yang terus menjerit. "Ini dari Arwin Rasjid, dia kasih selamat dan mau memberi masukan," Irsan menjelaskan pemanggil yang baru dilayaninya. Arwin adalah Wakil Direktur Utama Bank BNI dan Ketua Ikatan Alumni UI-Fakultas Ekonomi (Iluni-FE).
Namun, SBY tak hanya bersandar pada masukan tim Demokrat yang dipimpin Irsan Tanjung. Ada dua tim lain yang punya peran tak kalah menentukan. Tim pertama meliputi para ekonom yang tergabung dalam The Brighten Institute, yang bermarkas di Bogor. Yang lain adalah Kelompok Lembang 9, yaitu para ekonom dan profesional yang biasa berkumpul di sebuah rumah di Jalan Lem-bang 9, Jakarta Pusat.
Tim Brighten Institute diketuai Joyo Winoto, doktor ekonomi-politik lulusan The Michigan State University, Amerika. Terdiri atas 11 peneliti bergelar doktor dari berbagai bidang lulusan universitas dalam dan luar negeri, Brighten sejak awal disiapkan menjadi tangki pemikir SBY. Bahkan SBY sendiri ikut mendirikan lembaga ini tiga tahun lalu.
Hampir seluruh awak Brighten merupakan alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) dan mengajar di almamaternya. Mereka antara lain Anny Ratnawati, Hermanto Siregar, dan Erwidodo. Nama lain adalah Agus Pakpahan, yang pernah jadi Direktur Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian?tapi kemudian mengundurkan diri.
Kendati tak resmi tergabung dalam tim sukses SBY-JK, Brighten merupakan dapur penggodok kebijakan ekonomi pasangan itu dan memasok data-data pendukungnya. Joyo Winoto sendiri berperan sebagai jembatan penghubung dengan menjadi anggota Dewan Pakar dan kemudian Tim Substansi SBY-JK.
Joyo dikenal rendah hati. Tutur katanya santun, terkesan tak mau menonjolkan diri. Demi membantu SBY, ia meninggalkan posisi Direktur Pangan, Pertanian, dan Pengairan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pentingnya posisi Joyo dan Brighten, serta besarnya kepercayaan SBY, tecermin dari penunjukan tim ini mengikuti seminar tentang Indonesia di Tokyo, Jepang, akhir Agustus lalu. Di sana Joyo tampil sebagai komandan tim SBY, sedangkan kubu Megawati dipimpin Heri Akhmadi.
Sebagai ekonom dengan basis ilmu pertanian, Joyo punya obsesi memerangi pengangguran dan kemiskinan dengan melakukan revitalisasi pertanian dan pedesaan. Di sini pembangunan infrastruktur menjadi penting. "Studi kami menunjukkan, kalau mau menurunkan angka pengangguran, infrastruktur sangat penting," ujarnya kepada Tempo.
Joyo juga optimistis investasi bisa ditingkatkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Caranya tak cuma dengan membenahi kebijakan makro seperti stabilitas fiskal, keamanan, dan kepastian hukum. Sektor mikro pun perlu ditata kembali. Terutama soal pajak, bea-cukai, perburuhan, desentralisasi, dan transparansi birokrasi. Tapi, jauh lebih penting adalah menumbuhkan kepercayaan. "Trust building merupakan kunci penting menarik investasi," katanya.
Bila semua rencana berjalan lancar, Joyo yakin pertumbuhan ekonomi bisa dipacu mencapai 6,7 persen per tahun. Ini berarti lebih tinggi dari proyeksi pemerintah sekarang, yang hanya 5 persen. Dengan angka itu, tingkat pengangguran bisa diturunkan menjadi 5,1 persen dan kemiskinan ditekan dari 17,4 persen menjadi 8,2 persen.
Kelompok Lembang 9 antara lain terdiri atas Muhammad Abduh, Setyanto P. Santosa, dan Sofyan Djalil. Abduh, ekonom yang bekas pejabat Departemen Keuangan, merupakan konseptor dalam kelompok ini. Sedangkan Setyanto, yang bekas Direktur Utama PT Telkom, dan Sofyan, yang mantan staf ahli Menteri Pendayagunaan BUMN Bidang Komunikasi semasa Tanri Abeng, lebih merupakan pelobi.
Kelompok Lembang 9 mulanya merupakan pendukung Jusuf Kalla. Mereka baru bergabung dengan tim SBY-JK setelah berakhirnya pemilu legislatif, 5 April. Seperti halnya tim dari Partai Demokrat dan Brighten, kelompok ini rajin memasok konsep dan strategi kebijakan ekonomi kepada pasangan SBY-JK.
Salah satu konsep kebijakan ekonomi yang menonjol dari kelompok ini adalah pemberdayaan pengusaha pribumi (affirmative action). Idenya untuk mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Rencananya, otot si kecil akan dikuatkan dengan pemberian kredit berbunga murah serta pembukaan akses pasar.
Di luar tiga kelompok itu ada juga individu yang secara sukarela memberi masukan konsep ekonomi kepada SBY-JK. Sofyan Djalil menyebut mereka sebagai kaum freelancer. Lin Che Wei mungkin bisa digolongkan dalam kelompok ini. Syahdan, Che Wei bertemu pertama kali dengan SBY dalam seminar yang diselenggarakan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Bali, Februari 2002.
Saat itu Che Wei kebetulan sedang dirundung gugatan salah seorang komisaris Bank Lippo karena omongannya soal "penjarahan negara". Ucapan itu terkait dengan gonjang-ganjingnya harga saham bank milik keluarga Riady itu di lantai bursa menjelang penjualan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Di depan forum seminar, SBY menunjukkan simpatinya kepada Che Wei. Tak cuma itu, SBY kemudian mengajaknya bicara secara pribadi. "Beliau menanyakan apa yang dimaksud dengan penjarahan negara," ujar pengamat pasar modal itu. Sejak itu Che Wei merasa klop dengan SBY. Saluran hotline di antara mereka segera terentang.
Tatkala SBY mencalonkan diri sebagai presiden, Che Wei tegas mendukung. Ia bahkan merasa terpanggil memberi masukan soal ekonomi dan investasi. Dan SBY menyambut dengan tangan terbuka. Beberapa kali Che Wei mengajak rekannya sesama praktisi pasar modal maupun ekonom berdiskusi dengan SBY. "Saya enggak mau mengklaim soal kondisi pasar atau ekonomi, biar SBY mendengar langsung dari para pelaku," ujarnya. SBY aktif merespons.
Selama ini Che Wei dan kawan-kawannya sudah memberi masukan kepada SBY dalam berbagai bidang, mulai dari bidang investasi dan pasar modal, ekonomi makro, perdagangan dan industri, sampai kebijakan moneter dan pengelolaan utang negara. Ekonom Chatib Basri, yang pernah diajak berdiskusi, memuji kelompok-kelompok itu.
Mereka, katanya, punya data, perhitungan, dan simulasi yang cermat atas semua konsep yang diajukan, baik untuk persoalan makro maupun mikro. "Memang ada persoalan sensibilitas," kata ekonom UI itu, "tapi setidaknya mereka punya dasar dalam berargumen." Kendati sama-sama memasok konsep dan data, kelompok-kelompok penasihat ekonomi yang bekerja di belakang layar itu tak pernah saling bergesekan.
Sofyan Djalil dengan merendah menunjuk Brighten Institute sebagai tim inti ekonomi SBY-JK. "Mereka yang memberikan hasil riset dan data," katanya. Data itu biasanya digunakan untuk bahan pidato SBY. Kelompok Lembang 9 sendiri, menurut dia, "Cuma sekadar memberi masukan, kerangka, dan data pendukung."
Irsan Tanjung mengaku bisa menerima hadirnya kelompok-kelompok lain yang memberi masukan kepada SBY-JK. "Kompetisi itu baik," ujarnya. "SBY memang tak boleh mendengar hanya dari satu sisi, nanti jadi statis." Kelompok-kelompok penasihat ekonomi itu, menurut Irsan, bersifat saling asah dan mengisi satu sama lain. "Kita salah kalau memandang diri sendiri super," tuturnya.
Dengan prinsip itu, Irsan mengaku selalu menyambut gembira berbagai masukan dari orang dan kelompok. Saat ini ia juga sudah mendengar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia serta Iluni-FE akan menyerahkan konsep usulan kebijakan ekonomi kepada SBY-JK. "Saya very welcome dengan semua itu," katanya. Kalau begitu, tinggal menunggu saat yang mendebarkan. Adakah di antara para penasihat itu yang akan dilibatkan dalam kabinet, atau tetap berperan sebagai konseptor di belakang layar?
Nugroho Dewanto, Poernomo G. Ridho
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo