Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tak mau kecolongan

Belum lagi puasa, harga sudah naik. bulog lantas mengamankan, dimulai dengan 100.000 ton minyak sawit impor. dan ekspor CPO dikurangi.

5 Februari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEDIA payung sebelum Lebaran. Ancang-ancang itu yang kini sedang ditempuh Pemerintah agar harga-harga tak melambung pada bulan Puasa, yang akan dimulai pekan depan. Yang pertama diamankan adalah minyak goreng. Maklum, seperti dikatakan Menteri Negara Urusan Pangan/Kepala Bulog, Ibrahim Hasan, komoditi yang satu ini sangat besar kontribusinya dalam mempengaruhi tingkat inflasi. Ibrahim memberi contoh ketika minyak goreng tiba-tiba sulit ditemukan di pasar, pada Lebaran tahun lalu. Belakangan tercatat, saat itu juga tingkat inflasi membubung, hingga Pemerintah harus ekstrakeras berusaha mengerem lajunya pada bulan-bulan berikut, agar indikator kenaikan harga itu tak melampaui dua digit. Nah, kali ini Pemerintah tampaknya tak mau lagi "kecolongan". Untuk itu, Menteri Ibrahim dengan Bulognya menyiapkan 100.000 ton minyak goreng impor sepanjang tahun ini. Tak hanya itu. Pekan lalu, Menteri Pertanian Sjarifudin Baharsjah, sebagai pembina BUMN perkebunan, minta para eksportir bahan baku minyak goreng crude palm oil (minyak sawit mentah) agar mengendurkan ekspor mereka hingga 65% saja. Dengan kedua jurus itu, Pemerintah berharap agar suplai CPO di dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan pabrik pembuat minyak goreng. Menjelang Lebaran, kata seorang distributor minyak goreng, konsumsi lemak pengering makanan ini biasanya melonjak dua kali lipat. Padahal, pada kuartal pertama seperti sekarang ini, produksi kelapa sawit dunia justru berada pada titik terendah. Menurut catatan Menteri Pangan, saat itu kebun sawit cuma menghasilkan 18% kelapa sawit dari total produksinya sepanjang tahun. Akibatnya, pasok sawit di pasar dunia menyusut. Ini yang lantas menyedot pasok CPO di dalam negeri. Maklum, harga di luar negeri lebih menguntungkan. Aliran ekspor yang demikian deras ini kemudian melambungkan harga minyak dalam negeri. Apalagi, kalau diiringi penimbunan stok. Yang jadi soal, mengapa tugas stabilisasi harga harus dibebankan ke eksportir. Mengapa bukan Bulog? Dengan pengenduran ekspor, seorang pejabat perkebunan kelapa sawit khawatir, pelanggannya akan lari ke produsen lain. "Untuk merebutnya kembali tak mudah," keluhnya.DSI & BBI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum