Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tantangan Penyerapan Beras Bulog

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjamin tak akan ada impor di tengah musim panen raya, asalkan hasil produksi petani dapat diserap dengan optimal oleh Perusahaan Umum Bulog.

20 Maret 2021 | 00.00 WIB

Aktivitas bongkar muat beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, 19 Maret 2021.  Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Aktivitas bongkar muat beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, 19 Maret 2021. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Stok akhir beras yang akan dimiliki Bulog masih kurang dari 1 juta ton.

  • Kinerja penyerapan gabah petani oleh Bulog rendah gara-gara musim hujan.

  • Bulog bertekad memprioritaskan beras dalam negeri.

JAKARTA – Kementerian Perdagangan membuka opsi penundaan rencana impor beras sebanyak 1 juta ton pada tahun ini. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjamin tak akan ada impor di tengah musim panen raya, asalkan hasil produksi petani dapat diserap dengan optimal oleh Perusahaan Umum Bulog. “Kalau pengadaan Bulog pada musim ini berjalan baik, ya, kita tidak akan impor, asal iron stock tidak kurang dari 1 juta ton,” ujarnya, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Berdasarkan perhitungan Kementerian Perdagangan, stok akhir yang akan dimiliki Bulog masih kurang dari 1 juta ton beras. Pasalnya, dari stok beras yang tersedia di gudang Bulog saat ini sekitar 800 ribu ton, 300 ribu ton di antaranya merupakan sisa impor 2018 yang sudah mengalami penurunan mutu, sehingga tak layak dikonsumsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Di sisi lain, Bulog memiliki tugas operasi pasar sekitar 80 ribu ton per bulan atau setara dengan 1 juta ton per tahun. “Menurut perhitungan saya, stok akhir yang dimiliki Bulog mungkin kurang dari 500 ribu ton. Jumlah tersebut adalah stok paling rendah dalam sejarah Bulog,” kata Lutfi.

Persoalan tak berhenti sampai di situ. Lutfi mengatakan kinerja penyerapan gabah petani oleh Bulog selama musim panen tahun ini pun terpantau rendah, yaitu hanya sekitar 85 ribu ton sampai pertengahan Maret. Padahal, berdasarkan ekspektasi dan proyeksi Kementerian Perdagangan, Bulog seharusnya sudah dapat menyerap hasil panen petani hingga mendekati 400-500 ribu ton.

Aktivitas bongkar-muat beras di gudang Bulog di Kelapa Gading, Jakarta, 19 Maret 2021. Tempo/Tony Hartawan.

Menurut Lutfi, rendahnya serapan Bulog terjadi lantaran dinamika di lapangan akibat periode musim hujan. Kondisi itu membuat gabah petani basah, sementara Bulog hanya bisa membeli gabah petani dengan tingkat kekeringan tertentu. “Secara aturan, Bulog memang tidak bisa menyerap gabah basah. Karena tidak dibeli, tidak bisa digiling langsung. Walhasil, gabahnya rusak dan petani terpaksa banting harga,” ucap Lutfi. Pemerintah membuat aturan bahwa kadar air di gabah kering panen yang dapat dibeli Bulog maksimal 25 persen, gabah kering giling maksimal 14 persen, dan beras maksimal 14 persen.

Mengacu pada kondisi tersebut, Lutfi mengakui bahwa Kementerian Perdagangan berinisiatif meminta rapat koordinasi yang membahas soal impor beras. Rapat ini melibatkan Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Pertanian. Ia menampik ada perbedaan pandangan soal impor antar-kementerian dan lembaga ihwal kurang atau cukupnya stok beras. “Kami tidak pernah bilang bahwa kita ini lebih atau kurang stok,” katanya. Sebaliknya, Lutfi mengimbuhkan, pemerintah hanya membahas bahwa Bulog harus memiliki iron stock atau cadangan beras agar tetap terjaga dalam kondisi darurat.

Menurut aturan, kata dia, Bulog wajib memiliki stok sebanyak 1-1,5 juta ton per tahun. Mekanisme impor ditegaskan bakal berlaku dinamis. Saat stok di Bulog menipis dan ketersediaan dalam negeri tak mencukupi kebutuhan pangan pokok, pemerintah baru akan memerintahkan impor. “Saya menjamin tidak ada impor beras ketika panen raya.”

Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Awaluddin Iqbal, sebelumnya mengatakan pihaknya akan berfokus pada penjagaan cadangan beras pemerintah (CBP) di angka 1-1,5 juta ton. Berdasarkan data Bulog, stok beras hingga 14 Maret 2021 telah mencapai 883.585 ton, yang terdiri atas CBP 859.877 ton dan beras komersial 23.708 ton.

Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, optimistis Bulog dapat menyerap sebanyak 390.800 ton beras CBP dari masa panen raya pada Maret-April. Jumlah tersebut diharapkan bisa menembus 500 ribu ton pada Mei mendatang atau setara dengan 50 persen dari volume minimal CBP yang harus dikelola Bulog sebagai bagian dari penugasan pemerintah.

Artinya, setelah panen raya, stok CBP Bulog bisa mencapai di atas 1 juta ton beras dan jumlah itu sudah memenuhi CBP per tahun, sehingga tidak diperlukan lagi importasi beras. "Kami mengutamakan produksi dalam negeri untuk CBP. Walaupun mendapat tugas mengimpor beras 1 juta ton, belum tentu kami laksanakan karena kami tetap memprioritaskan produksi dalam negeri," kata Budi.

GHOIDA RAHMAH
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus