Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan mengungkapkan realisasi pendapatan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 telah mencapai target. Realisasi pendapatan negara sepanjang 2024 mencapai Rp 2.842,5 triliun, sementara target APBN 2024 dipatok sebesar Rp 2.802,3 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun rupanya, menurut ekonom senior Bright Institute, Awalil Rizky, realisasi sementara APBN 2024 justru akan memperberat pengelolaan APBN 2025. Awalil menilai negara butuh bekerja keras mencapai target pendapatan negara di tahun 2025. Meski pendapatan negara telah mencapai target,menurut Awali, jika dilihat dari hasilnya, angka tersebut hanya naik tipis dibandingkan capaian pada 2023, yakni Rp 2.783,9 triliun. "Naik tipis sekali, 2,1 persen dibanding 2023," ujar Awalil dikutip Senin, 13 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, apabila pemerintah menargetkan pendapatan sebesar Rp 3.005,1 triliun di tahun 2025, berarti untuk mencapai target tersebut, pemeirntah perlu menaikkan pendapatan sebesar 5,72 persen. Jika dibandingkan dengan angka di 2024, lanjut dia, target yang dipatok pemerintah untuk APBN 2025 sebetulnya bukanlah mustahil. “Masih realistis sih, artinya enggak sampai besar sekali, tetapi butuh kerja keras,” tutur Awalil.
Adapun yang mengkhawatirkan, kata Awalil, justru terjadi pada realisasi penerimaan pajak yang hanya Rp 1.932,4 triliun atau 97,2 persen dari targetnya Rp 1.988,9 triliun. Dengan target sebesar Rp 2.189,3 triliun pada APBN 2025, maka pemerintah perlu mencapai kenaikan sebesar 13,29 persen tahun ini.
Awalil menjelaskan, angka 13,29 persen itu merupakan target kenaikan yang tinggi jika melihat data historis APBN selama ini. “Ditambah dengan kondisi perekonomian 2025 yang diproyeksikan belum akan lebih baik dari tahun 2024,” kata dia.
Bright Institute mencatat penerimaan pajak jenis Pajak Penghasilan (PPh) mengalami realisasi yang di bawah target atau shortfall terdalam, yakni hanya 93,2 persen dari target APBN 2024. Menurut dia, penerimaan PPh harus naik 13,79 persen untuk mencapai target APBN 2025.
Awalil mengatakan shortfall atau kekurangan penerimaan pajak dan perpajakan memberi indikasi perekonomian sedang lesu. Artinya transaksi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan tak sesuai harapan. “Ini terkonfirmasi pula dalam laporan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya 5 persen atau di bawah target 2024,” ujar dia. Cara yang efektif saat ini untuk mengatasi masalah kekuarangan tersebut adalah mengurangi belanja. Pemerintah, kata dia, perlu mempertajam prioritas serta peningkatan efektivitas dan efisiensi pengeluaran.
Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati melaporkan pendapatan negara 2024 telah mencapai Rp 2.842,5 triliun atau naik 2,1 persen secara tahunan (yoy) dibanding 2023. Pendapatan negara pada 2024 berasal dari penerimaan pajak Rp 1.932,4 triliun, kepabeanan dan cukai Rp 300,2 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 579,5 triliun, dan hibah Rp 30,3 triliun.
Menurut Sri Mulyani, pendapatan negara dalam situasi yang begitu rentan, kondisi tak pasti dan tekanan namun masih terjaga. Sehingga penerimaan negara tumbuh dibanding 2023 yang mengumpulkan Rp 2.783,9 triliun.
Meski begitu, APBN 2024 mengalami defisit 2,29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan realisasi sementara, APBN mengalami defisit atau tekor Rp 507,8 triliun. Kementerian Keuangan melaporkan belanja negara sepanjang 2024 sebesar Rp 3.350,3 triliun. Angka itu melebihi target Rp 3.325,1 triliun, dan meningkat 7,3 persen dari tahun sebelumnya.
Realisasi belanja negara 2024 terdiri dari belanja kementerian dan lembaga, non kementerian dan lembaga dan transfer ke daerah. Kenaikan terbesar dilaporkan terjadi karena belanja kementerian dan lembaga (KL) yang melonjak. Berdasarkan catatan kementerian, realisasi belanja KL mencapai Rp 1.315 triliun. Angka tersebut naik Rp 120,6 triliun dari target awal AOBN 2024, yakni Rp 1.090,8 triliun. Belanja non-KL tercatat sebesar Rp 1.171 triliun, lebih rendah dari target APBN awal yakni di Rp 1.376,7 triliun. Sedangkan belanja transfer ke daerah mencapai Rp 863,5 triliun.
Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.