PEMBANGUNAN proyek pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman lunak dari pemerintah Jepang tampaknya semakin lancar. Pinjaman itu disalurkan melalui lembaga OECF (The Overseas Economic Cooperation Fund). Pada tahun fiskal 1992-93, pinjaman OECF yang dicairkan Pemerintah mencapai 175.762 juta yen (sekitar Rp 3 triliun). ''Ini merupakan jumlah terbesar dalam satu tahun,'' kata Kouji Fujimoto, Kepala Perwakilan OECF di Jakarta. Pinjaman OECF tersebut terdiri dari kredit untuk pembiayaan proyek-proyek (109.592 juta yen) serta kredit program (66.170 juta yen). Kredit proyek adalah pinjaman untuk membangun prasarana seperti irigasi, pencegahan banjir, pembangkit listrik, telekomunikasi, dan jalan. Pinjaman ini biasanya dipakai untuk pembayaran barang-barang kebutuhan proyek. Adapun pinjaman program adalah dana untuk melancarkan berbagai program di bidang pertanian, listrik pedesaan, transportasi, komunikasi, transmigrasi, pendidikan, kesehatan, dan kehutanan. Sebagian untuk pembelian barang, tapi ada juga dalam bentuk uang tunai, demi memperkuat neraca pembayaran luar negeri Indonesia. Ketika kondisi perekonomian Indonesia memburuk karena harga minyak jatuh pada tahun fiskal 1988-89, misalnya, pinjaman program OECF mencatat rekor 110.500 juta yen. Pinjaman dari OECF disebut lunak karena bunganya rendah (sekitar 2,5%) dan masa pengembaliannya lama (20 tahun lebih). Sejauh ini Pemerintah telah meneken akad kredit OECF sebanyak 478 kali, dengan pinjaman berjumlah 2.224,25 miliar yen (hampir Rp 40 triliun).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini